Kenapa Bid’ah: Sholawat Nariyah, Badar, Al-Fatih, Sa’adah & Sholawat Al-In’am?
Tidak semua sholawat yang dikenal oleh masyarakat merupakan sholawat yang dikenal oleh syariat. Maka sudah semestinya kita mengetahui jenis-jenis sholawat yang TIDAK ada tuntunannya sama sekali dari Rasulullah ﷺ. Ini penting, mengingat sebagian kaum Muslimin masih banyak yang mengamalkannya, bahkan melantunkannya melalui nasyid-nasyid.
Sudah bukan rahasia lagi kalau di tengah-tengah kaum Muslimin, banyak tersebar berbagai jenis sholawat yang sama sekali TIDAK BERDASARKAN dalil dari sunnah Rasulullah ﷺ. Sholawat-sholawat itu biasanya dibuat oleh pemimpin tarekat Sufi tertentu yang dianggap baik oleh sebagian umat Islam, kemudian disebarkan, hingga diamalkan secara turun temurun. Padahal jika sholawat-sholawat semacam itu diperhatikan secara cermat, akan nampak berbagai PENYIMPANGAN berupa kesyirikan, bid’ah, ghuluw terhadap Rasulullah ﷺ, dan sebagainya.
1. Sholawat Nariyah
Sholawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan kaum Muslimin. Bahkan ada yang menuliskan lafadznya di sebagian dinding masjid. Mereka berkeyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya. Berikut nash sholawatnya:
“Ya Allah, berikanlah sholawat yang sempurna dan salam yang sempurna kepada Baginda kami Muhammad, yang dengannya terlepas dari ikatan (kesusahan) dan dibebaskan dari kesulitan. Dan dengannya pula ditunaikan hajat dan diperoleh segala keinginan dan kematian yang baik, dan memberi siraman (kebahagiaan) kepada orang yang sedih dengan wajahnya yang mulia, dan kepada keluarganya, para shahabatnya, dengan seluruh ilmu yang Engkau miliki.”
Ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan berkaitan dengan sholawat ini:
1- Sesungguhnya akidah tauhid yang diseru oleh Alquranul Karim dan yang diajarkan kepada kita dari Rasulullah ﷺ, mengharuskan setiap Muslim untuk berkeyakinan, bahwa Allah-lah satu-satunya yang melepaskan ikatan (kesusahan), membebaskan dari kesulitan, yang menunaikan hajat, dan memberikan manusia apa yang mereka minta. TIDAK diperbolehkan bagi seorang Muslim berdoa kepada selain Allah ta’ala untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya, meski yang diminta itu seorang malaikat yang dekat atau nabi yang diutus. Telah disebutkan dalam berbagai ayat Alquran yang menjelaskan HARAMNYA meminta pertolongan, berdoa, dan semacamnya dari berbagai jenis ibadah kepada selain Allah ta’ala. Firman Allah ta’ala:
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah. Maka mereka tidak akan memunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya’.” (Al-Isra: 56).
Para ahli tafsir menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan kaum yang berdoa kepada Al-Masih ‘Isa, atau malaikat, ataukah sosok-sosok yang saleh dari kalangan jin. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48).
2- Bagaimana mungkin Rasulullah ﷺ rela dikatakan bahwa dirinya mampu melepaskan kesulitan, menghilangkan kesusahan dsb, sedangkan Alquran menyuruh beliau untuk berkata:
“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)
Seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ, lalu mengatakan: “Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka beliau ﷺ bersabda:
“Apakah engkau hendak menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah ? Ucapkanlah: Berdasarkan kehendak Allah semata.” (HR. An-Nasai dengan sanad yang hasan) [Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah 227-228, Muhammad Jamil Zainu]
2. Sholawat Badar (Tambahan dari Al-Ustadz Qomar Suaidi)
Lafadz sholawat ini sebagai berikut:
Sholatullah salamullah ‘ala thoha rosulillah
Sholatullah salamullah ‘ala yaasiin habibillah
Tawasalnaa bibismillah wa bil hadi rosulillah
Wa kulli majahid fillah
Bi ahlil badri ya Allah
Artinya:
Sholawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Thaha Rasulullah
Sholawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Yasin Habibillah
Kami berTawassul dengan nama Allah dan dengan pemberi petunjuk, Rasulullah
Dan dengan seluruh orang yang berjihad di jalan Allah, serta dengan ahli Badr, ya Allah
Dalam ucapan sholawat ini terkandung beberapa hal:
- Penyebutan Nabi dengan Habibillah
- BerTawassul dengan Nabi
- BerTawassul dengan para Mujahidin dan Ahli Badr
Poin pertama telah diterangkan kesalahannya secara jelas. Silakan lihat: http://www.konsultasisyariah.com/nabi-muhammad-itu-khalilullah-atau-habibullah/
Pada poin kedua, tidak terdapat satu dalil pun yang shahih yang membolehkannya. Allah ta’ala dan Rasul-Nya tidak pernah mensyariatkan. Demikian pula para shahabat (tidak pernah mengerjakannya). Seandainya disyariatkan, tentu Nabi ﷺ telah menerangkannya dan para shahabat melakukannya. Adapun hadis: “BerTawassullah kalian dengan kedudukanku, karena sesungguhnya kedudukan ini besar di hadapan Allah”, maka hadis ini termasuk hadis Maudhu’ (Palsu) sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaikh Al-Albani.
Adapun poin ketiga, tentunya lebih tidak boleh lagi, karena berTawassul dengan Nabi ﷺ saja tidak diperbolehkan, apalagi selainnya. Yang dibolehkan adalah bertawassul dengan nama Allah di mana Allah ta’ala berfirman:
“Dan hanya milik Allah-lah Asmaul Husna. Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.” (Al-A’raf: 180).
Demikian pula di antara doa Nabi: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, dengan segala nama yang Engkau miliki, yang Engkau namai diri-Mu dengannya. Atau Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau simpan di sisi-Mu dalam ilmu yang gaib.”
Bertawassul dengan nama Allah ta’ala seperti ini merupakan salah satu dari bentuk Tawassul yang diperbolehkan. Tawassul lain yang juga diperbolehkan adalah dengan amal saleh dan dengan doa orang saleh yang masih hidup (yakni meminta orang saleh agar mendoakannya). Selain itu yang tidak berdasarkan dalil, termasuk Tawassul terlarang.
3. Sholawat Al-Fatih (Pembuka)
Lafadznya adalah sebagai berikut:
“Ya Allah berikanlah sholawat kepada Baginda kami Muhammad yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi apa-apa yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus. Dan kepada keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan kedudukan yang agung.”
Berkata At-Tijani tentang sholawat ini –dan dia berdusta dengan perkataannya-:
“…Kemudian (Nabi ﷺ) memerintah aku untuk kembali kepada sholawat Al-Fatih ini. Maka ketika beliau memerintahkan aku dengan hal tersebut, aku pun bertanya tentang keutamaannya. Maka beliau mengabariku untuk pertama kali, bahwa satu kali membacanya menyamai membaca Alquran enam kali. Kemudian beliau mengabarkan kepadaku untuk kedua kalinya, bahwa satu kali membacanya menyamai setiap tasbih yang terdapat di alam ini dari setiap dzikir, dari setiap doa yang kecil maupun besar, dan dari Alquran 6.000 kali, karena ini termasuk dzikir.”
Ini merupakan KEKAFIRAN YANG NYATA karena mengganggap perkataan manusia lebih afdhal daripada firman Allah ta’ala. Sungguh merupakan suatu kebodohan apabila seorang yang berakal, apalagi dia seorang Muslim, berkeyakinan seperti perkataan Ahli Bid’ah yang sangat bodoh ini. (Minhaj Al-Firqah An-Najiyah, hal. 225 dan Mahabbatur Rasul, hal. 285, Abdur Rauf Muhammad ‘Utsman).
Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang memelajari Alquran dan mengajarkannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi dari ‘Ali bin Abi Thalib. Dan datang dari hadis ’Utsman bin ‘Affan riwayat Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dan juga Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim itu satu huruf.” (Shahih, HR.At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud dan dishahihkan oleh Al-Albani t)
4. Sholawat yang disebutkan salah seorang Sufi dari Libanon dalam kitabnya yang membahas tentang keutamaan sholawat. Lafadznya sebagai berikut:
“Ya Allah berikanlah sholawat kepada Muhammad sehingga Engkau menjadikan darinya keesaan dan Qayyumiyyah (Maha Berdiri Sendiri dan yang mengurusi makhluknya).”
Padahal sifat Al-Ahadiyyah dan Al-Qayyumiyyah, keduanya termasuk sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, bagaimana mungkin dia (pembuat sholawat) memberikan dua sifat Allah ini kepada salah seorang dari makhluk-Nya, padahal Allah ta’ala berfirman:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)
5. Sholawat Sa’adah (Kebahagiaan)
Lafadznya sebagai berikut:
“Ya Allah, berikanlah sholawat kepada baginda kami Muhammad sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, sholawat yang kekal seperti kekalnya kerajaan Allah.”
Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah menukilkannya dari Asy-Syaikh Ahmad Dahlan: “Bahwa pahalanya seperti 600.000 kali sholat. Siapa yang rutin membacanya setiap Jumat 1.000 kali, maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia Akhirat.” (Lihat Mahabbatur Rasul, hal. 287-288)
Cukuplah keutamaan PALSU yang disebutkannya, yang menunjukkan kedustaan dan kebatilan sholawat ini.
6. Sholawat Al-In’am
Lafadznya sebagai berikut:
“Ya Allah berikanlah sholawat, salam dan berkah kepada baginda kami Muhammad dan kepada keluarganya, sejumlah kenikmatan Allah dan keutamaan-Nya.”
Berkata An-Nabhani menukil dari Ahmad Ash-Shawi: “Ini adalah sholawat Al-In’am. Dan ini termasuk pintu-pintu kenikmatan dunia dan Akhirat, dan pahalanya tidak terhitung.” (Mahabbatur Rasul, hal. 288).
Jenis-jenis sholawat di atas banyak dijumpai di kalangan Sufiyah. Bahkan dijadikan sebagai materi yang dilombakan antar tarekat Sufi. Karena setiap tarekat mengklaim bahwa mereka memiliki doa, dzikir, dan sholawat-sholawat yang menurut mereka memunyai sekian pahala. Atau memunyai keutamaan bagi yang membacanya yang akan menjadikan mereka dengan cepat mencapai derajat para wali. Atau menyatakan bahwa termasuk keutamaan wirid ini karena syaikh tarekatnya telah mengambilnya dari Nabi ﷺ secara langsung dalam keadaan sadar atau mimpi. Di mana, katanya, Rasulullah ﷺ telah menjanjikan bagi yang membacanya: Kedekatan dengan beliau ﷺ, masuk Jannah (Surga) dan yang lainnya dari sekian propaganda yang tidak bernilai sedikit pun dalam timbangan syariat. Sebab, syariat ini tidaklah diambil dari mimpi-mimpi. Dan karena Rasulullah ﷺ tidak memerintahkan kita dengan perkara-perkara tersebut sewaktu beliau ﷺ masih hidup.
Jika sekiranya ada kebaikan untuk kita, niscaya beliau ﷺ telah menganjurkan kepada kita. Apalagi bila model sholawat tersebut sangat bertentangan dengan apa yang beliau ﷺ bawa, yakni menyimpang dari agama dan sunnahnya. Dan yang semakin menunjukkan kebatilannya, dengan adanya wirid-wirid bid’ah ini menyebabkan terhalangnya mayoritas kaum Muslimin untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan ibadah-ibadah yang justru disyariatkan, yang telah Allah ta’ala jadikan sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Nya dan memeroleh keridhaan-Nya.
Betapa banyak orang yang berpaling dari Alquran dan tidak mau mentadabburinya disebabkan tenggelam dan ‘asyik’ dengan wirid bid’ah ini? Dan berapa banyak dari mereka yang sudah tidak peduli lagi untuk menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ karena tergiur dengan pahala ‘instant’ yang berlipat ganda. Berapa banyak yang lebih mengutamakan majelis-majelis dzikir bid’ah semacam buatan Arifin Ilham daripada halaqah (majelis) yang di dalamnya membahas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ?
Laa haula walaa quwwata illaa billah.
Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari Al-Bugisi
http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/shalawat-shalawat-bidah/
Leave A Comment