Termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah yaitu membenarkan (memercayai) karamah para wali dan apa yang Allah ﷻ tunjukkan melalui mereka dari hal-hal yang luar biasa. [Diringkas dari Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 207-208)]
Tentang karamah para wali, telah dibahas oleh para ulama Ahlus Sunnah, karena ada golongan yang mengingkari tentang adanya karamah para wali. Mereka adalah golongan Muktazilah, Jahmiyyah dan sebagian dari Asyariyyah. Ada juga golongan yang ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menetapkan karamah. Mereka meyakini dan mengatakan, bahwa setiap yang luar biasa adalah karamah, meskipun itu adalah sihir dan kedustaan. Mereka adalah golongan Thariqat Shufiyyah dan Penyembah Kubur.
Adapun Ahlus Sunnah menetapkan karamah para wali sesuai dengan ketentuan Alquran dan Sunnah Nabi ﷺ yang Sahih. Yang dimaksud dengan karamah adalah apa yang Allah ﷻ karuniakan melalui tangan para wali-Nya yang Mukmin berupa keluarbiasaan, seperti ilmu, kekuasaan, dan lainnya. Misalnya:
• Makanan yang Allah berikan kepada Maryam binti ‘Imran [Lihat QS. Ali Imran: 37-40]
• Naungan yang Allah ﷻ berikan kepada Usaid bin Hudhair ketika membaca Alquran [HR. Muslim no. 796 (242)], serta
• Berita-berita mengenai para pemuka dari umat ini, yaitu para sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya dari umat Islam. Karamah tersebut akan tetap ada pada umat ini sampai datangnya Hari Kiamat.
“Maka Rabb-nya menerima (doa)nya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik. Dan Allah menjadikan Zakariya pemelihara baginya. Setiap kali Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.
Zakariya berkata: ‘Wahai Mar-yam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’
Maryam menjawab: ‘Makanan itu dari sisi Allah.’
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan.” [QS. Ali ‘Imran: 37]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rahimahullah menjelaskan mengenai perbedaan antara mukjizat dan karamah serta keadaan syaithaniyyah yang luar biasa melalui tangan tukang-tukang sihir atau tukang mengecohkan umat, yaitu bahwa:
Mukjizat merupakan karunia yang Allah ﷻ berikan kepada para Rasul dan Nabi Alaihimussallam dari keluarbiasaan. Mukjizat digunakan untuk melawan orang-orang yang menentang para Nabi Alaihimussallam, untuk mengujinya, dan untuk mengabarkan diutusnya mereka oleh Allah ﷻ, serta untuk menguatkan dakwah para Nabi dan Rasul Alaihiussallam. Seperti peristiwa terbelahnya bulan, turunnya Alquran (karena Alquran ini sebesar-besar mukjizat), rintihan batang kurma, keluarnya air dari sela jari-jari tangan Rasulullah ﷺ. Dan selain dari itu terdapat mukjizat yang banyak. [At-Tanbiihaatul Lathiifah (hal. 97-98)]
Syarat diberikannya karamah yaitu orang yang diberi karamah tersebut istiqamah dalam iman dan mengikuti syariat. Jika tidak demikian, maka yang berlaku padanya adalah keluarbiasaan wali-wali setan. [At-Tanbiihaatul Lathiifah (hal. 98)]
Adapun karamah itu pada hakikatnya memberikan faidah tiga hal yaitu:
1. Yang paling besar menunjukkan tentang kesempurnaan Allah ﷻ dan kehendak-Nya, sebagaimana Allah ﷻ mempunyai Sunnah-Sunnah dan sebab-sebab yang menentukan musabab yang diletakkan-Nya secara syariat dan qadar.
2. Bahwa terjadinya karamah untuk para wali ini pada hakikatnya adalah mukjizat untuk para Nabi Alaihimussallam, karena karamah-karamah itu tidak akan diperoleh mereka, melainkan dengan sebab keberkahan mengikuti Nabi mereka, yang telah memperoleh kebaikan yang banyak.
3. Bahwa karamah yang diperoleh para wali adalah kabar gembira yang disegerakan oleh Allah dalam kehidupan dunia, sebagai-mana firman-Nya:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan, mereka selalu bertaKwa. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di Akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” [QS. Yunus: 62-64]
Dalam ayat ini bahwa yang dikatakan Wali Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan bertakwa. Dalam ayat ini juga disebutkan tentang kabar gembira, menurut pendapat sebagian Ahli Tafsir, yaitu yang menunjukkan kepada kewalian mereka, dan akibat yang baik bagi mereka, di antaranya adalah karamah. [Diringkas dari kitab at-Tanbiihaatul Lathiifah ‘ala Mahtawat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 99-100)]
Terkadang karamah itu juga sebagai cobaan, di mana satu kaum akan berbahagia dan celaka dengannya. Adapun orang-orang yang berbahagia adalah orang-orang yang bersyukur, dan orang-orang yang binasa itu adalah orang-orang yang ujub (berbangga diri) dan tidak istiqamah. [Diringkas dari kitab at-Tanbiihaatul Lathiifah ‘ala Mahtawat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 99)]
Imam ath-Thahawi rahimahullah mengatakan:
“Orang-orang Mukmin semuanya adalah Wali-wali Allah. Dan yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taat kepada Allah subhanahu wa taala dan yang paling bertakwa.” [Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 357-362) tahqiq Syaikh al-Albani]
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung.” [QS. Muhammad: 11]
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al-Hujurat: 13]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]