14 Februari adalah hari yang sangat istimewa bagi para pendewa Valentine’s Day. Pada hari itu mereka mengungkapkan rasa cinta dan sayang kepada orang-orang yang diinginkan. Ada yang menyatakan perasaannya kepada teman, guru, orang tua, kakak atau adik, dan yang paling banyak adalah yang menyatakan kepada kekasihnya. Pada hari itu pula mereka mengirimkan kartu atau hadiah bertuliskan ”Be my Valentine” (Jadilah Valentine-ku) atau sama artinya “Jadilah Kekasihku”.
Di Indonesia, sejak era 1980-an, perayaan Hari Valentine ini makin memrihatinkan. Jika kita masuk toko buku atau semisalnya di bulan Februari, akan tampak rak-rak yang berjajar berisikan beragam kartu ucapan Valentine’s Day. Tak mau kalah, toko-toko souvenir pun mulai menjajakan aneka kado bertema Valentine’s Day. Mall dan supermarket juga menghias seluruh ruangan dengan warna-warna pink dan biru lembut, dengan hiasan-hiasan berbentuk hati dan pita di mana-mana. Hampir semua media cetak dan elektronik pun jadi penggesa program misterius ini.
Dengan berfikir sedikit saja kita dapat mengetahui, bahwa perayaan ‘aneh’ ini tidak lepas dari trik bisnis para pengusaha tempat hiburan, pengusaha hotel, perangkai bunga, dan lainnya. Akhirnya jadilah perayaan Valentine sebagai perayaan bisnis yang bermuara pada perusakan akidah dan akhlak pemuda Islam (khususnya). Sudah saatnya kita bertanya pada diri kita masing-masing, apa yang sudah kita lakukan dalam penyelamatan generasi penerus kita.
Sekilas Sejarah Valentine’s Day
Ribuan literatur yang menyebutkan sejarah Hari Valentine masih berbeda pendapat. Ada banyak versi tentang asal-usul perayaan Valentine ini. Yang paling populer adalah kisah Valentinus (St. Valentine) yang diyakini hidup pada masa Claudius II yang kemudian menemui ajal pada 14 Februari 269 M. Namun kisah ini pun ada beberapa versi lagi.
Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menilik lebih jauh lagi ke dalam tradisi Paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno. Pada waktu itu ada sebuah perayaan yang disebut Lupercalia. Di dalamnya terdapat rangkaian upacara penyucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta, Juno Februata. Pada hari ini para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak, dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang dan menjadi objek hiburan.
Pada 15 Februari mereka meminta perlindungan Dewa Lupercalia terhadap gangguan serigala. Selama upacara ini, kaum muda memecut orang dengan kulit binatang, dan wanita berebut untuk dipecut karena menganggap pecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur. Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Kemudian agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Galasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.
Jati diri St. Valentine sendiri masih diperdebatkan sejarawan. Saat ini, sekurang-kurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Di antaranya ada kisah yang menceritakan, bahwa Kaisar Caludius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda menikah. Tindakan kaisar itu mendapatkan tantangan dari St. Valentine yang secara diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.
Dapat kita tarik beberapa kesimpulan:
1. Valentine’s Day berakar dari upacara keagamaan ritual Romawi Kuno untuk menyembah dewa mereka. Upacara ini dilakukan dengan penuh kesyirikan.
2. Upacara yang biasa dilaksanakan pada 15 februari tersebut pada tahun 496 oleh Paus Galasius I diganti menjadi 14 Februari.
3. Agar dunia menerima, hari itu disamarkan dengan nama “Hari Kasih Sayang” yang kini telah tersebar diberbagai negeri, termasuk negeri-negeri Islam.
Jangan Ikuti Budaya Kafir
Begitulah wahai saudaraku seiman, Hari Valentine berasal dari zaman Romawi, yang seluruhnya tidak lain adalah bersumber dari Paganisme syirik, penyembahan berhala, dan penghormatan kepada pastor. Selain itu, perayaan Valentine’s Day adalah salah satu makar orang-orang Yahudi yang diselundupkan ke dalam tubuh umat Islam supaya diikuti. Jadi perayaan Valentine’s Day adalah salah satu acara yang diadakan orang-orang kafir dan orang-orang yang bergelimang dosa, dalam rangka berbuat maksiat, mengumbar syahwat, dan memenuhi hawa nafsu belaka.
Di Bandung 12 Februari 2005, Studio Carton Multi Kreasi menggelar acara lomba menjijikkan yang diadopsi dari Amerika [Harian Pikiran Rakyat 13 Februari 2005]. Arini dari Muri menyatakan, bahwa lomba serupa pernah digelar pada Desember 2001 di New York, AS. Mengapa masih banyak pemuda-pemudi Islam tertipu dan ikut-ikutan membeo budaya orang-orang kafir tersebut? Ingatlah wahai kaum muslimin, musuh-musuh Islam selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan kalian dari ajaran agama kalian! Allah ﷻ berfirman:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allahitulah petunjuk (yang benar).” [QS. Al-Baqarah [2]: 120]
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta, sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau ﷺ menjawab: “Lantas siapa lagi?” [HR. Bukhari 7325 dan Muslim 2669]
Syaikh Sulaiman bin Abdulloh Alu Syaikh rahimahullah berkata: “Hadis ini merupakan mukjizat Nabi ﷺ, karena sungguh mayoritas umatnya ini telah mengikuti sunnah perjalanan kaum Yahudi dan Nasrani dalam gaya hidup, berpakaian, syiar-syiar agama, dan adat-istiadat. Dan hadis ini lafalnya berupa kabar, yang berarti larangan mengikuti jalan-jalan selain agama Islam.” [Taisir Aziz al-Hamid hlm. 32]
Menyoroti Valentine’s Day
Setiap Februari menjelang, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk memersiapkan perayaan Valentine. Walau sudah banyak yang mendengar bahwa Valentine adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak mereka pedulikan. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu?
Lajnah Da’imah Arab Saudi pernah ditanya tentang perayaan Valentine’s Day, mengucapkan ucapan selamat, memberikan hadiah, dan menyediakan alat-alat untuknya, lantas dijawab oleh Lajnah:
“Dalil dalil yang jelas dari Alquran dan Sunnah serta kesepakatan ulama salaf telah menegaskan, bahwa perayaan dalam Islam hanya ada dua, Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun perayaan-perayaan lainnya yang berkaitan dengan tokoh, kelompok, atau kejadian tertentu adalah perayaan yang diada-adakan.
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimullah berkata:
“Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal, sebagaimana dilakukan oleh Ahli Kitab sebelum kita, melainkan berdasarkan syariat dan dalil.” (Fathul-Bari: 1/159, Tafsir Ibnu Rajob: 1/390)].
Tidak boleh umat Islam merayakannya, menyetujuinya, menampakkan kegembiraan padanya, atau membantu kelancarannya, karena hal itu berarti melanggar hukum Allah yang merupakan suatu tindak kezaliman. Dan bila perayaan tersebut merupakan perayaan orang kafir, maka semakin parah dosanya, sebab hal itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) mereka, dan termasuk bentuk loyalitas kepada mereka. Sedangkan Allah dalam Alquran yang mulia telah melarang kaum mukminin menyerupai orang-orang kafir dan loyal kepada mereka. Juga telah shahih bahwa Nabi ﷺ bersabda:
و من تشبه بقوم فهو منهم
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut.” [HR. Abu Dawud: 4031, Ahmad: 2/50, 92, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul-Gholil: 1269]
Perayaan Valentine’s day termasuk hal di atas, karena termasuk perayaan penyembah berhala dan umat Nasrani. Maka tidak boleh umat Islam yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir ikut merayakannya, menyetujuinya, dan mengucapkan selamat untuknya. Bahkan yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya sebagai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi sebab kemurkaan Allah. Sebagaimana pula diharamkan membantu semaraknya acara ini atau perayaan-perayaan haram lainnya, baik dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, mensponsori, dan sebagainya, karena semua itu termasuk tolong-menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Allah ﷻ berfirman:
“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. Al-Ma’idah (5): 2]
Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa dampak negatif perayaan Valentine’s Day. Beliau berkata dalam fatwa yang beliau tanda tangani bertanggal 5 Dzulqo’dah 1420 H:
“Perayaan ini tidak boleh karena alasan berikut:
Pertama: Valentine’s Day hari raya bidah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syariat Islam.
Kedua: Merayakan Valentine’s Day dapat menyebabkan cinta yang semu.
Ketiga: Menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini, yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salafush-shalih radhiyallahu ‘anhum.
Maka tidak halal melakukan ritual hari raya dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah, ataupun lainnya. Hendaklah setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, bukan menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.” [ Majmu’ Fatawa wa Rosa’il kar. Syaikh Ibnu Utsaimin: 16/199-200. Lihat pula Fatawa Ulama’ Baladil-Haram hlm. 1022-1024 dan as-Sunan wal-Mubtada’at fil-A’yad hlm. 52 kar. Dr. Abdurrohman bin Sa’ad asy-Syisyri.]
Dampak buruk lainnya, terhapuslah nilai-nilai Islam, serta memerbanyak jumlah mereka dengan mendukung dan mengikuti agama mereka.
Alhasil, hendaklah kaum muslimin sekarang ini mengetahui dan berhati-hati terhadap propaganda yang diserukan oleh orang-orang kafir yang berusaha menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam dan melegalkan ajarannya yang sesat lagi menyesatkan.
Valentine, Hari Cinta?
Dikatakan, Valentine itu hari untuk menyebarkan kasih sayang dan cinta. Benarkah demikian? SALAH. Bahkan pernyataan itu sungguh memerihatinkan! Bukankah dengan demikian seolah-olah Islam tidak mengenal cinta kasih? Padahal dalam Islam ajaran cinta kasih memiliki kedudukan tersendiri dengan skala prioritas sebagaimana tercantum dalam QS. al-Baqarah (2): 165, at-Taubah (9): 24, al-Fath (48): 29, dan al-Ma’idah (5): 54.
Kelihaian dan kelicikan musuh Islam untuk menipu umat Islam patut diacungi jempol. Valentine’s Day yang berbau syirik pun bisa terbungkus dan terpoles rapi dan digandrungi oleh generasi muda Islam yang tidak memiliki kekuatan Ilmu agama.
Sesungguhnya cinta dalam Valentine’s Day hanyalah cinta semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Oleh karenanya, perhatikanlah bagaimana Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh para pemuka Islam, melainkan juga oleh pemuka agama-agama lainnya. Di India misalnya pernah diberitakan, bahwa sejumlah aktivis dan pemuka agama Hindu berkumpul di Bombay pada Sabtu, 14 Februari 2004. Dengan lantang mereka menyerukan agar tidak ikut-ikutan merayakan Hari Valentine yang menganjurkan dekadensi moral dan merusak tradisi India. Seorang aktivis berteriak: “Valentine’s Day bukan bagian dari kepribadian dan tradisi agama kita. Selain itu, apa yang diajarkan oleh Valentine’s day itu sungguh-sungguh akan merusak tatanan nilai dan norma kehidaupan bermasyarakat warga India. Janganlah ikut-ikutan Barat!!” [ Kantor Berita Reuters 12 Februari 2005]
Kesimpulan
Valentine’s Day merupakan hari raya orang kafir yang penuh kesyirikan. Tidak boleh umat Islam ikut-ikutan merayakannya, dan membantu memeriahkannya dengan memerdagangkan alat-alat yang digunakan. Wajib umat Islam menghindari kemurkaan Allah. Allahu A’lam. []
[Sumber: Majalah Al Furqon, edisi 6 th. Ke-8, Muhorram 1430 H (Jan. ’09).