“Perhatikanlah, janganlah rasa segan kepada manusia menghalangi seseorang untuk mengucapkan yang benar, ketika ia telah mengetahuinya.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 168]
وفي الحديث: النهي المؤكد عن كتمان الحق خوفاً من الناس، أو طمعاً في المعاش، فكل من كتمه مخافة إيذائهم إياه بنوع من أنواع الإيذاء؛ كالضرب والشتم وقطع الرزق، أو مخافة عدم احترامهم إياه، ونحو ذلك؛ فهو داخل في النهي و مخالف للنبي ﷺ ، وإذا كان هذا حال من يكتم الحق و هو يعلمه؛ فكيف يكون حال من لا يكتفى بذلك، بل يشهد بالباطل على المسلمين الأبرياء، ويتهمهم في دينهم و عقيدتهم؛ مسايرة منه للرعاع، أو مخافة أن يتهموه هو أيضاً بالباطل إذا لم يسايرهم على ضلالهم واتهامهم؟! فاللهم ثبتنا على الحق، وإذا أردت بعبادك فتنة؛ فاقبضنا إليك غير مفتونين
“Dalam hadis yang mulia ini terdapat pelajaran, bahwa sangat terlarang menyembunyikan kebenaran karena takut kepada manusia, atau karena cinta dunia, sehingga takut kehilangannya.
Maka setiap orang yang menyembunyikan kebenaran karena takut manusia menyakitinya dengan segala bentuk seperti memukul, mencaci, dan memutus penghasilan, atau takut mereka tidak menghormatinya dan yang semisalnya, maka ia masuk dalam larangan dalam hadis ini, dan ia menyelisihi Nabi ﷺ.
Dan apabila ini adalah hukum bagi orang yang menyembunyikan kebenaran yang telah ia ketahui, maka bagaimana lagi dengan orang yang tidak mau mengikuti kebenaran?!
Dan bagaimana lagi dengan orang yang menyalahkan kaum Muslimin yang tidak bersalah, atau menuduh mereka sesat dalam agama dan akidah, hanya demi mengikuti orang banyak, atau takut mereka menuduhnya juga sebagai pengikut kebatilan, apabila ia tidak mengikuti kesesatan para penuduh dan tuduhan dusta mereka?!
Maka ya Allah, kuatkan hati kami di atas kebenaran. Dan apabila Engkau hendak menimpakan ‘fitnah’ kepada hamba-hamba-Mu, maka ambillah kami menuju kepada-Mu tanpa terkena ‘fitnah’ itu.” [As-Silsilah Ash-Shahihah, 1/325]