“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga.” [HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Sahih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadis ini Sahih Ligoirihi –yaitu Sahih dilihat dari jalur lainnya).
Apa di balik ini semua?
Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah payah menahan lapar dan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Berikut ini adalah beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia:
1. Berkata Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang Muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja.
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah TIDAK BUTUH dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” [HR. Bukhari no. 1903]
Apa yang dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan: bahwa az zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji, yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang. [Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah]
2. Berkata lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu dan rofats.
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats.
Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’.” [HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Sahih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadis ini Sahih]
Apa yang dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan:
“Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau dengan kata lain, rofats adalah kata-kata porno.
Itulah di antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.
3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah, bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja. Namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rajab Al Hambali berikut:
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah taala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa, seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang, yaitu dusta, perbuatan zalim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” [Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah]
Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus:
“Seandainya kamu berpuasa, maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram, serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” [Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah]
Itulah sejelek-jelek puasa, yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rajab mengatakan:
“Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”
Apakah dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?
Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut ini:
“Mendekatkan diri pada Allah taala dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah akan sempurna, sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan perbuatan haram. Barang siapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan ketika Ramadan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib, lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat Jumhur (Mayoritas Ulama), yaitu orang yang melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’) puasanya. Alasannya, karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus, dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat Mayoritas Ulama.”
Ibnu Hajar dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadis perkataan zuur (dusta) dan mengamalkannya:
“Mayoritas Ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).”
Mala ‘Ali Al Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata:
“Orang yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji, yaitu pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya:
Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat ketika berpuasa, seperti berkata dusta, menfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah. Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini.
Ada Pahala yang Tak Terhingga Di Balik Puasa Kita
Janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pahala yang melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadis berikut ini.
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘ﷻ berfirman (yang artinya): “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” [HR. Muslim no. 1151]
Untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Namun lihatlah pada amalan puasa. Khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadis di atas, perhatikanlah penjelasan Ibnu Rajab berikut ini:
“Hadis di atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, TAK TERBATAS lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ﷻ akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.” [QS. Az Zumar [39]: 10).
Sabar ada tiga macam yaitu:
• Sabar dalam menjalani ketaatan,
• Sabar dalam menjauhi larangan, dan
• Sabar dalam menghadapi taqdir Allah yang terasa menyakitkan.
Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya terdapat sabar dalam melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah, yaitu menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga, jiwa, dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat. Maka dia pantas mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah ﷻ:
• Tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah, dan
• Tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan
• Tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh,
Melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [QS. At Taubah (9): 120]
Demikianlah penjelasan Ibnu Rajab (dalam Latho’if Al Ma’arif, 1/168) yang mengungkap rahasia, bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak terhingga, yaitu karena di dalam puasa tersebut terdapat sikap sabar.
Sekali lagi, janganlah engkau sia-siakan puasamu.
Janganlah sampai engkau hanya mendapat lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu melimpah dan tak terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, kemampuan untuk menjauhi yang larang dan diberikan rasa kecukupan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.