“Sederhanalah kamu dalam berjalan dan turunkan nada suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [QS. Luqman: 19]
Di bagian awal Allah perintahkan kita untuk merendahkan suara, sementara di bagian akhir Allah mencela suara keledai. Suara keledai ketika meringkik seperti suara teriakan yang melengking.
Dalam tafsir Ibnu Asyur, at-Tahrir wa at-Tanwir, dinyatakan:
وجملة إن أنكر الأصوات لصوت الحمير تعليل علل به الأمر بالغض من صوته باعتبارها متضمنة تشبيها بليغا ، أي لأن صوت الحمير أنكر الأصوات. ورفع الصوت في الكلام يشبه نهيق الحمير فله حظ من النكارة
“Kesimpulan bahwa suara yang paling mungkar adalah suara keledai merupakan alasan yang melatar belakangi perintah untuk merendahkan suara. Karena berteriak sangat mirip dengan suara keledai. Artinya, mengingat suara keledai adalah suara yang paling buruk, dan teriak-teriak ketika berbicara mirip seperti ringkikan keledai, menunjukkan bahwa teriak-teriak termasuk kemungkaran.” [At-Tahrir wa at-Tanwir, 21/111]
Dalam Islam, kita diajarkan agar tidak meniru makhluk yang lebih rendah dibandingkan diri kita sebagai Muslim. Termasuk di antaranya adalah larangan meniru binatang, karena binatang lebih rendah dibandingkan manusia. Jika teriak-teriak mirip seperti keledai menunjukkan, bahwa selayaknya ini ditinggalkan.
Abdullah bin Wahb meriwayatkan dari Ibnu Zaid, bahwa ketika menafsirkan ayat ini beliau mengatakan:
لو كان رفع الصوت هو خيرا ما جعله للحمير
“Andaikan teriak itu baik, tentu Allah tidak akan menjadikannya untuk keledai.” [Tafsir at-Thabari, 20/147]
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)