Allah ﷻ menurunkan Islam ini kepada umat manusia sebagai agama yang satu. Dengan satu kitab sebagai pedoman yaitu Alquran, dan satu Rasul sebagai penjelas wahyu dan panutan yang wajib diikuti, supaya mereka bersatu dalam agamanya, dan tidak berpecah belah. Allah ﷻ berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” [QS. Al-Imran: 103]
Namun jika kita melihat realita yang terjadi di tengah kaum Muslimin, maka kita akan mendapati begitu banyak golongan dan kelompok-kelompok. Mereka memecah dan mengotak-kotakkan agama Allah ﷻ dengan membuat kelompok baru yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua kelompok mengklaim, bahwa merekalah yang benar, dan berbangga dengan apa yang ada pada mereka. Mereka meninggalkan agama tauhid dan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dengan menganut berbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka. Ketahuilah, itu adalah jalan orang-orang musyrik, yang Allah ﷻ melarang kita untuk mengikutinya. Allah ﷻ berfirman:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [QS. Ar-Rum: 32]
Karena banyaknya kelompok yang muncul, sehingga membuat banyak orang yang bingung untuk mengikuti jalan yang benar. Karenanya, pada edisi kali ini kami akan membawakan karakteristik (ciri-ciri) golongan yang selamat yang kami sadur dari kitab “Al Firqotun Najiyyah Wath Thoifatul Manshurah” karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullahu.
Apa Ciri Golongan yang Selamat?
1. Golongan yang selamat ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh kepada jalan Rasulullah ﷺ dan jalan para sahabat sesudahnya.
Yaitu kitab suci Alquran yang diturunkan Allah ﷻ kepada Rasul-Nya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadis-hadis Sahih. Beliau ﷺ memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada keduanya. Nabi ﷺ bersabda:
“Aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga keduanya mengantarku ke Al-Haudh (telaga Nabi ﷺ di Surga -pen).” [Disahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Sahihul Jami’]
2. Golongan yang selamat akan kembali (merujuk) kepada firman Allah ﷻ dan sabda Rasul-Nya ﷺ tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka, sebagai perwujudan dari firman Allah ﷻ:
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS. An-Nisaa: 59]
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS. An-Nisaa: 65]
3. Golongan yang selamat tidak akan mendahulukan perkataan seseorang atas firman Allah ﷻ dan sabda Rasul-Nya ﷺ, sebagai pengamalan dari firman Allah ﷻ:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. Al-Hujurat: 1]
Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhuma mengatakan:
“Hampir saja kalian akan dihujani hujan batu dari langit. Aku katakan, ‘Rasulullah bersabda demikian, lantas kalian membantahnya dengan mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian.” [HR. Ahmad dan selainnya, dan disahihkan Ahmad Syakir].
4. Golongan yang selamat senantiasa menjaga kemurnian tauhid.
Yaitu mengesakan Allah dalam beribadah, berdoa, memohon pertolongan, baik di masa sulit maupun di masa lapang, menyembelih hewan, bernadzar, tawakal, berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah. Harus menjauhi kesyirikan dan simbol-simbolnya yang banyak ditemui di negri-negri Islam, sebab hal itu adalah konsekwensi tauhid. Tidak akan mungkin mendapatkan pertolongan di kelompok mana pun, bagi yang meremehkan tauhid, tidak memberantas kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Hal tersebut merupakan teladan dari seluruh para rasul dan rasul kita Muhammad ﷺ.
5. Golongan yang selamat senang menghidupkan Sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ dalam ibadah, perilaku, dan segenap sisi kehidupannya.
Oleh karena itu, mereka menjadi orang-orang asing di tengah kaumnya. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Sesungguhnya Islam pada permulaannya asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya. Maka keberuntungan yang besarlah bagi orang-orang yang asing tersebut.” [HR. Muslim]
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Dan keuntungan yang besarlah bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang yang (tetap) berbuat baik, ketika manusia sudah rusak.” [Syaikh Al Albani berkata: ”Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Amr Ad Dani dengan sanad Sahih”]
6. Golongan yang selamat tidak fanatik, kecuali kepada firman Allah ﷻ dan sabda Rasul-Nya ﷺ yang makshum, yang berbicara tidak berdasarkan hawa nafsunya.
Adapun manusia selainnya, betapa pun tinggi derajatnya, maka terkadang ia terjatuh dalam kesalahan. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Setiap manusia (pernah) melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat.” [Hadis Hasan Riwayat Ahmad]
Imam Malik rahimahullah berkata:
”Tak seorang pun sesudah Nabi ﷺ, melainkan ucapannya diambil atau ditinggalkan (ditolak), kecuali Nabi ﷺ (yang ucapannya selalu diambil dan diterima).”
7. Golongan yang selamat adalah para Ahli Hadis
Rasulullah ﷺ bersabda tentang mereka:
لا يزال من أمتي أمة قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم ، حتى يأتيهم أمر الله وهم على ذلك
“Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara umatku yang menegakkan perintah Allah. Tidak dapat mencelakai mereka orang yang menghina mereka dan juga orang yang menyelisihi mereka, hingga Allah datangkan kepada mereka perkaranya, sedangkan mereka tetap kondisi seperti itu.”
Seorang penyair berkata:
”Ahli Hadis itu, merekalah ahli (keluarga) Nabi ﷺ. Sekalipun mereka tidak bergaul dengan Nabi ﷺ, tapi jiwa mereka bergaul dengannya.”
8. Golongan yang selamat menghormati para Imam Mujtahid, tidak fanatik pada salah seorang di antara mereka.
Golongan yang selamat mengambil fikih (pemahaman hukum-hukum Islam) dari Alquran dan hadis-hadis yang Sahih dan pendapat-pendapat Imam Mujtahid yang sejalan dengan hadis Sahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan kepada para pengikutnya agar mengambil hadis Sahih, dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengannya.
9. Golongan yang selamat menyeru kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran.
Mereka melarang segala jalan bidah dan sekte-sekte yang menghancurkan dan memecah belah umat, berbuat bidah dalam agama, dan menjauhi Sunnah Rasul ﷺ dan para sahabat.
10. Golongan yang selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada Sunnah Rasul ﷺ dan para sahabatnya.
Agar mereka mendapatkan pertolongan dan masuk Surga atas anugerah Allah ﷻ dan syafaat Rasulullah ﷺ, dengan izin Allah ﷻ.
Semoga Allah ﷻ memudahkan kita untuk mengikuti jalan mereka.
Sumber:
Buletin Dakwah Madrosah Sunnah, Edisi Maret Tahun III. Alamat redaksi: Jl. Bau Mangga, Panakkukang, Makassar Sul-sel. Pimpinan Redaksi: Ustadz Bambang Abu Ubaidillah. Layout: Thuba Cre@tif. Sirkulasi: Ilham Al Atsary Website: www.madrosahsunnah.co.id