INDAHNYA HUKUM QISHASH

Indahnya Hukum Qishash

Semua syariat Allah subhanahu wata’ala, termasuk di dalamnya Qishash, hudud, dan jihad fi sabilillah adalah keindahan dan bukti kebesaran Allah Subhanahu wata’ala sebagai Dzat Yang Maha Sempurna. Dari sisi mana pun syariat Islam ditinjau, orang yang berakal pasti akan bersimpuh menyaksikan cahaya keindahannya, sebagaimana ia akan bersimpuh mengagumi kesempurnaan dan keindahan penciptaan semesta. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ () الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ () الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَّا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِن تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ () ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ

“Maha Suci Allah yang di tangan- Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (al-Mulk:1—4)

Hanya orang-orang yang tidak berakal lagi angkuh sajalah yang memandang syariat Allah Subhanahu wata’ala dengan pandangan sinis sembari membusungkan dadanya, bahkan mencoba-coba menjelekkan Islam dengan hawa nafsunya. Sungguh, mereka terancam tidak akan masuk jannah karena takabur yang ada pada mereka, berupa penolakan terhadap Al-Haq. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Tidak akan masuk Jannah orang yang dalam kalbunya ada seberat dzarrah kesombongan. Seseorang bertanya: “Bagaimana dengan orang yang suka memakai baju yang bagus dan alas kaki yang bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Qishash dalam Sorotan Musuh Allah Subhanahu wata’ala

Qishash, hukum Hadd dan jihad fi sabilillah, seringkali dipakai kaum zindiq, munafik, dan musuh-musuh Allah Subhanahu wata’ala untuk menyudutkan Islam. Dengan syariat ini, mereka menggambarkan Islam sebagai agama yang sadis, kasar, atau tidak berperikemanusiaan.

Propaganda-propaganda tersebut membuat orang-orang yang dungu atau lemah iman mengatakan bahwa Islam adalah agama yang kejam. Atau setidaknya mengatakan bahwa hukum Qishash dan hukum Had tidak lagi relevan di masa masa ini, serta lebih pas jika Qishash dan hudud lalu diganti dengan hukuman lain, seperti denda atau kurungan.

Wahai orang yang masih sedikit memiliki akal, jawablah dengan jujur: “Seorang pembunuh yang ditegakkan Qishash atasnya, yang dengan itu dirinya diampuni oleh Allah Subhanahu wata’ala, dan dengan itu keluarga korban terobati dari keddzaliman, dengan itu pula terhalangi pembunuhan berikutnya, yang seperti ini lebih baik; ataukah vonis bagi pembunuh  dengan kurungan sekian tahun yang kemudian bisa diganti dengan denda, kemudian dia beraksi kembali melakukan pembunuhan, keluarga korban juga tidak terobati dari keddzaliman tersebut. Jawablah dengan sisa akalmu, manakah yang lebih baik?

Sebagai jawaban, cukup kita bacakan ayat Allah Subhanahu wata’ala yang menunjukkan keindahan Qishash:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam Qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 179)

Bagi yang beriman dengan firman Rabbul ‘Alamin ini, ia akan mendapatkan kemuliaan. Namun, siapa yang mencoba-coba menyimpangkan ayat atau mengingkarinya, bersiaplah menikmati adzab Allah Subhanahu wata’ala. Berilah kabar gembira kepadanya berupa Jahannam, wal ‘iyadzubillah.

Pengertian Qishash dan Dalil Pensyariatan

Secara bahasa, “Qishash” ( (قِصَاصٌ berasal dari bahasa Arab yang berarti “Mencari jejak”, seperti “Al-Qashash”. Adapun secara istilah, Qishash adalah: Membalas pelaku kejahatan seperti perbuatannya. Apabila ia membunuh, maka dibunuh. Dan bila ia memotong anggota tubuh, maka anggota tubuhnya juga dipotong. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wata’ala:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa( dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada Qishashnya.” (al- Maidah: 45)

Qishash disyariatkan dalam Alquran dan as-Sunnah, serta Ijma’. Di antara dalil dari Alquran adalah firman Allah Subhanahu wata’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ () وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, Qishash diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik. Dan hendaklah ( yang diberi maaf) membayar (Diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam Qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 178—179)

Demikian pula firman Allah Subhanahu wata’ala pada surat al-Maidah ayat 45 di atas. Adapun dalil dari as-Sunnah, Abu Hurairah  radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أنَْ يَقْتُلَ

“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh, maka ia memiliki dua pilihan: Bisa memilih Diyat, dan bisa juga membunuh (meminta Qishash).” (HR.al-Jama’ah)

At-Tirmidzi rahimahumullah meriwayatkan dengan lafadz:

لَمَّا فَتَحَ اللهُ عَلَى رَسُولِهِ مَكَّةَ قَامَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ

Ketika Allah Subhanahu wata’ala membukakan kemenangan untuk Rasul-Nya atas kota Makkah, beliau berdiri memuji Allah Subhanahu wata’ala dan menyanjungnya lalu bersabda:“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh, maka ia diberi dua pilihan: memaafkannya atau membunuhnya.” (HR. at-Tirmidzi, no. 1409)

Betapa Indahnya Qishash

Di antara nama-nama Allah Yang Maha Indah (al-Asmaul Husna) adalah al-Hakim. Nama ini menunjukkan bahwa Dialah Dzat yang memiliki hokum. Dialah yang menetapkan dan memutuskan, serta Dialah yang menetapkan segala sesuatu dengan sempurna dan penuh hikmah.

Di antara bukti keimanan kita terhadap nama Allah al-Hakim, kita meyakini bahwa semua hukum yang ditetapkan-Nya penuh dengan maslahat, kebaikan-kebaikan di dunia dan Akhirat, dan diliputi hikmah yang sempurna. Termasuk Qishash, syariat ini penuh dengan hikmah, sebagian kecilnya diketahui oleh manusia dan banyak yang menjadi rahasia Allah Subhanahu wata’ala. Di antara hikmah-hikmah Qishash adalah:

  1. Dengan ditegakkannya Qishash, masyarakat akan terjaga dari kejahatan. Sebab hukuman ini mencegah setiap orang yang akan berbuat ddzalim dan menumpahkan darah orang lain. Dengan demikian, terjagalah kehidupan manusia dari pembunuhan. Allah Subhanahu wata’ala menyebutkan hikmah ini dalam firman-Nya:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam Qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 179)

  1. Dengan Qishash tegaklah keadilan, dan tertolonglah orang yang diddzalimi, dengan memberikan kemudahan bagi wali korban untuk membalas kepada pelaku, sebagaimana yang diperlakukan terhadap korban. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنصُورًا

“Dan barang siapa dibunuh secara dzalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. Tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam  membunuh. Sesungguhnya ia  adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)

  1. Qishash adalah kebaikan bagi pelaku kejahatan, yang dengan ditegakkannya Qishash atas dirinya, Allah Subhanahu wata’ala menjadikan hukuman tersebut sebagai kafarat (penghapus dosa) sehingga di Akhirat tidak lagi dituntut, tentu saja jika dia seorang Muslim.

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah menerangkan: “Barang siapa berjumpa dengan Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan telah ditegakkan Had di dunia atas dosa yang ia lakukan, Had tersebut adalah kafarat (penebus dosanya), sebagaimana telah sahih berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ushulus Sunnah)

Di antara hadis yang dimaksud oleh al-Imam Ahmad rahimahumullah adalah hadis Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu anhu , beliau berkata:

فِي مَجْلِسٍ فَقَالَ:  كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ تُبَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ عَفَا

عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ

“Suatu hari kami bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di sebuah majelis. Beliau  bersabda: ‘Berbaiatlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala dengan sesuatu pun, tidak berzina, tidak mencuri, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah ta’ala selain dengan haq. Barang siapa di antara kalian yang menunaikannya, pahalanya ada pada Allah Subhanahu wata’ala, dan barang siapa melanggar sebagiannya, lalu dihukum (seperti Qishash, potong tangan –pen)  maka hukuman itu sebagai penghapus dosa baginya. (Adapun) barang siapa melanggarnya lalu Allah Subhanahu wata’ala menutupinya, maka urusannya diserahkan kepada Allah .Jika Dia berkehendak, Dia mengampuninya, dan apabila Dia menghendaki, Dia akan mengadzabnya’.” (Muttafaqun ‘alaihi dan ini lafadz al-Imam Muslim Subhanahu wata’ala)

Demikian pula hadis Khuzaimah bin Tsabitbradhiyallahu anhu , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَصَابَ ذَنْبًا أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ

“Barang siapa melakukan dosa yang telah ditegakkan Had atas dosa tersebut, itu menjadi penebus baginya.” (HR. al-Imam Ahmad [5/214—215]

  1. Terwujudnya kemakmuran dan berkah bagi negeri yang menegakkan Qishash atau Had. Hal ini ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairah rahimahumullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حَدٌّ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْأَرْضِ خَيْرٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِنْ أنَْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا

“Satu hukuman Had yang ditegakkan di muka bumi, lebih baik bagi penduduk bumi itu, daripada hujan yang menimpa mereka empat puluh hari.” (HR. Ibnu Majah, 2/111, dinyatakan sahih oleh al-Albani dengan syawahidnya dalam ash-Shahihah, 1/461 no. 231)

Qishash Ada Aturannya

Di samping keindahan Qishash yang tampak dalam hikmah-hikmahnya, syariat ini juga indah dari sisi aturan-aturannya. Qishash tidak sembarang diterapkan sebagaimana gambaran atau tuduhan orang-orang yang jahil. Qishash tidak sembrono tanpa aturan, tetapi ia adalah hukum Allah ta’ala yang memunyai tatanan yang indah dan penuh kesempurnaan. Di antara aturannya, Qishash tidak ditegakkan kecuali jika terpenuhi syarat-syaratnya. Syarat-syarat tersebut adalah:

  1. Semua wali korban yang berhak menuntut Qishash adalah mukallaf. Jika ada di antara mereka anak kecil atau orang gila, hak penuntutan Qishash tidak bisa diwakilkan kepada walinya, karena Qishash mengandung tujuan memuaskan/melegakan (keluarga korban) dengan pembalasan.

Dalam keadaan ini, pelaksanaan Qishash wajib ditangguhkan dengan cara memenjarakan pelaku pembunuhan hingga anak kecil tersebut baligh atau orang gila tersebut sadar, untuk kemudian meminta pertimbangan mereka, apakah Qishash akan ditegakkan atau dimaafkan. Hal ini dilakukan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhu yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam Qishash, hingga anak korban baligh.

إِنَّ مُعَاوِيَةَ حَبَسَ هُدْبَةَ بْنَ خَشْرَمٍ فِي قِصَاصٍ حَتَّى بَلَغَ ابْنُ الْقَتِيلِ

“Sesungguhnya Mu’awiyah memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam kasus Qishash, hingga anak korban mencapai umur baligh.” (Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Irwaul Ghalil, 7/276)

Amalan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ini dilakukan di zaman para sahabat dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma’ di masa beliau. Apabila anak kecil atau orang gila keduanya membutuhkan nafkah dari para walinya, hanya wali orang gila saja yang boleh memberi pengampunan Qishash kepada pembunuh dengan meminta Diyat, karena orang gila tidak jelas kapan sembuhnya, berbeda dengan anak kecil. (al-Mulakhash al-Fiqh, 2/476)

  1. Adanya kesepakatan dari para wali korban untuk ditegakkannya Qishash dan tidak dimaafkan. Apabila sebagian mereka—walaupun hanya seorang—memaafkan si pembunuh dari Qishash, gugurlah Qishash tersebut. (asy-Syarhul Mumti’, 14/38)

Dari Zaid bin Wahb al-Juhani:

(Di masa Umar) seseorang membunuh istrinya. Umar memanggil tiga saudara wanita tersebut. Lalu salah seorang dari ketiganya memaafkan. Umar pun mengatakan, “Ambillah oleh kalian berdua 2/3 Diyat, karena sungguh tidak ada lagi jalan untuk membunuhnya.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam as- Sunan al-Kubra [8/60] dengansanad yang sahih)

  1. Pelaksanaan Qishash aman dari perilaku melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan, dengan dasar firman Allah Subhanahu wata’ala:

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنصُورًا

“Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya), selain dengan suatu (alasan) yang benar. Barang siapa dibunuh secara dzalim, sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. Tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)

Apabila Qishash menyebabkan sikap melampaui batas, hal tersebut terlarang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Dengan demikian, apabila ada kasus wanita hamil akan diQishash misalnya, Qishash tidak ditegakkan hingga ia melahirkan anaknya. Sebab, membunuh wanita tersebut dalam keadaan hamil akan menyebabkan kematian janinnya, padahal janin tersebut tidak berdosa. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

“Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (al- An’am: 164)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunda ditegakkannya rajam atas wanita al-Ghamidiyah karena ia dalam keadaan hamil. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah wanita ini menanti kelahiran anaknya dan menyusuinya hingga sang anak tidak lagi tergantung dengan susu ibunya.

فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي. وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ ، لِمَ تَرُدُّنِي؟ لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا، فَوَاللَهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ: إِمَّا لَا، فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي. فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ، قَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ. قَالَ: اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ. فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ، فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ اللهِ، قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ بِحَجَرٍ فَرَمَى رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ فَسَبَّهَا فَسَمِعَ

سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ، مَهْ يَا خَالِدُ،  نَبِيُّ اللهِ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى

عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ

Seorang wanita dari kabilah Ghamidiyah datang kepada Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia  erkata,“ Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina maka (tegakkan rajam) untuk menyucikanku.” Namun, Rasul berpaling darinya (tidak membalas permohonannya), hingga keesokan hari ia berkata,“Wahai Rasulullah, kenapa engkau tolak aku. Apakah engkau menolak aku sebagaimana engkau tolak Ma’iz? Demi Allah, aku telah hamil (yakni benar-benar berzina).”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaks ekarang. Pergilah engkau hingga engkau melahirkan (kandunganmu).” Setelah melahirkan, datang sang wanita membawa bayi pada sebuah kain (yang digendongnya), ia berkata,“Ini anakku, aku telah melahirkannya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah, susui anakmu hingga engkau sapih.” Setelah menyapihnya, ia datang membawa anaknya yang sedang memegang sepotong roti.

Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah menyapihnya dan ia sudah bisa memakan makanan.” Nabi lalu menyerahkan si anak kepada salah seorang Muslimin. Setelah itu, beliau memerintahkan penggalian tanah dan memendam si wanita hingga dadanya, lantas memerintahkan manusia merajamnya.

Khalid bin Walid radhiyallahu anhu datang dan melempari kepala wanita itu dengan sebuah batu. Memancarlah darah ke wajah Khalid sehingga Khalid mencelanya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar celaan Khalid terhadap wanita tersebut. Beliau bersabda: “Tunggu, hai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan sebuah taubat, yang apabila dilakukan oleh pemungut pajak, tentu akan diampuni dosanya.” Selanjutnya, Nabi memerintahkann manusia menyalati dan menguburkan. (Shahih Muslim, bab “Orang yang Mengaku Berbuat Zina”, no. 3208)

Kisah yang sangat mengagumkan. Kesungguhan taubat seorang wanita, kesungguhan rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala. Di sisi lain, kita saksikan kasih sayang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keindahan syariat Islam. Tidak sia-sia sang wanita menundukkan dirinya di hadapan syariat Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahuwata’la telah menerima taubatnya.

Hukum Islam Tidak Memandang Status Sosial

Hukum Qishash dan Hadd yang sangat indah dan dipenuhi maslahat, semakin tampak keindahannya dengan keadilan hukum Islam. Islam tidak membedakan penegakkan hukum ini apakah diterapkan pada bangsawan atau orang biasa. Hukuman Allah Subhanahu wata’ala berlaku atas seluruh umat.

Tidak seperti umat-umat terdahulu, hukum hanya diberlakukan bagi kaum lemah. Adapun kaum bangsawan, mereka kebal hukum. Hadis berikut menggambarkan dengan jelas, betapa indah dan adilnya hukum Islam. Dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu anha:

أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا: وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، حِبُّ رَسُولِ اللهِ ؟ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ . رَسُولِ اللهِ: أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟ : ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ: إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ  قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَ َ فِيهِمُ ا  تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَ َ لضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Kabilah Quraisy merasa sedih dengan perkara wanita Makhzumiyah yang terbukti telah mencuri (dan telah sampai urusannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Mereka berkata, “Siapa kiranya yang menyampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wanita ini (agar mendapat keringanan dan tidak dipotong tangannya)?” Di antara mereka ada yang berkata, “Tidak ada yang berani selain Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Usamah lalu menyampaikannya kepada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah engkau hendak memberi syafaat pada salah satu hukum Had Allah?” Beliau kemudian berdiri berpidato: “Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah, apabila ada di antara orang-orang mulia mereka melakukan pencurian, mereka membiarkannya. Dan apabila yang mencuri dari kalangan lemah, mereka menegakkan hokum had atasnya. Demi Allah, seandainya Fathimah bintu Muhammad mencuri, sungguh aku akan potong tangannya.”

Inilah Amerika Serikat (AS), Sang Pembela HAM

Yahudi, dengan AS sebagai keledai tunggangannya, adalah kaum yang paling getol mencela Qishash dan hukum Islam lainnya. Tidak ketinggalan pula seluruh orang kafir, munafikin, dan orang-orang yang berpenyakit hati ikut berbaris membawa misi yang sama. Sebagai penutup pembahasan kita, marilah kita lihat bagaimana keadaan negara pembela HAM. Apakah mereka mendapatkan ketenteraman dengan menyelisihi hukum Allah Subhanahu wata’ala?

Dalam sebuah berita dilaporkan bahwa di Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 20 juta kasus kejahatan, dan itu yang tercatat. Juru bicara kantor pendataan di Kementerian Kehakiman AS mengatakan bahwa berdasarkan data yang tercatat, pada 2009, angka kejahatan yang meliputi pencurian dan pembunuhan meningkat tajam.

Dari keseluruhan angka tersebut, 4.300.000 kasus lebih terkait dengan aksi pemerkosaan, perampokan, dan penganiayaan. Ditambahkannya, kasus pencurian rumah dan pencurian mobil tercatat sebanyak 15,6 juta kasus. Sementara itu, situs penerangan Kepolisian Federal AS dalam laporannya menyebutkan bahwa pada 2009 terjadi setidaknya 16.000 kasus pembunuhan yang dilaporkan secara resmi ke kepolisian.

Di sejumlah kota, khususnya Detroit, di negara bagian Michigan, tingkat kejahatan sedemikian tinggi, sehingga disamakan oleh sebagian kalangan dengan kawasan perang. Dinyatakan pula bahwa setiap tahunnya tercatat ratusan ribu kasus pemerkosaan, dengan 90% pelaku pemerkosaan tidak pernah ditahan.

Inilah Amerika yang dielukan. Inikah para pembela HAM? Dengan dalih membela HAM, mereka campakkan hukum Allah Subhanahu wata’ala. Mereka akan menuai hasilnya di dunia dan Akhirat. Demi Allah, sebentar lagi mereka akan tumbang, negeri mereka akan hancur, sebagaimana halnya Allah Subhanahu wata’ala menumbangkan benteng-benteng kokoh Yahudi di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِن دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا ۖ وَظَنُّوا أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا ۖ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

“Dia-lah yang mengeluarkan orang orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar. Dan  pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat memertahankan mereka dari (siksaan) Allah. Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka. Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka  sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang memunyai pandangan.” (al-Hasyr: 59)

 

http://asysyariah.com/kajian-utama-indahnya-hukum-Qishash/

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu