Sangat sayang pastinya, seseorang yang sanggup menulis ketika taklim, tapi dia tidak mau menulis hanya karena malas. Rasulullah ﷺ bersabda:
قيِّدوا العِلمَ بالكتابِ
“Ikatlah ilmu dengan menulis.” [HR. Luwain Al Mashishi dalam Al Ahadits[2/24], Ibnu Syahin dalam An Nasikh wal Mansukh [2/65], Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Al Ilmi [1/72], disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah (2026)]
Syaikh Al ‘Allamah Hammad Al Anshari rahimahullah berkata:
“Penuntut ilmu yang tidak pernah membawa pena (tidak mencatat) secara terus menerus, maka ia tidak akan bisa mengambil faidah ilmu.” [Al Majmu’: 2/571]
Berikut ini kami himpunkan beberapa motivasi dan cerita para ulama tentang pentingnya menulis ilmu. Semua ini kami pilih dari kitab Taqyidul Ilmi oleh Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullah (463 H). Semoga bisa diambil manfaatnya.
Berkata Tsumamah bin Abdillah bin Anas:
أن أنسا كان يقول لبنيه « يا بني قيدوا هذا العلم بالكتاب »
“Anas bin Malik sering berpesan pada anak-anaknya: ‘Wahai anak-anakku, ikatlah ilmu ini dengan cara menulisnya.” (hlm. 233)
Imam asy-Sya’bi menyatakan:
الكتاب قيد العلم
“Tulisan adalah pengikat ilmu.” (hlm. 240)
Telah berpesan pula, asy-Sya’bi rahimahullah:
إذا سمعتم مني شيئاً فاكتبوه ولو في حايط
“Bila kalian mendengar ilmu dariku maka tulislah, meskipun di dinding.” (hlm. 241)
Tentu hal ini ketika tidak ada media untuk wadah menulis.
Beliau juga berpesan pada Abu Kibran:
لا تدعن شيئا من العلم إلا كتبته.. وإنك تحتاج إليه يوماً ما
“Janganlah kamu lewatkan suatu ilmu kecuali kamu tulis, sebab kamu akan membutuhkannya suatu saat nanti.” (hlm. 242)
Di samping menulis, mereka juga menjaga catatan-catatan mereka dengan baik.
Al-Hasan rahimahullah mengisahkan:
إنا عندنا كتبا نتعاهدها
“Sesungguhnya kami memiliki buku-buku catatan (ilmu) yang senantiasa kami jaga.” (hlm. 243)
Berpayah sesaat jelas lebih baik daripada harus lupa ilmu yang sudah pernah didengar bukan?!
Abu Qilabah mengatakan:
الكتاب أحب إلي من النسيان
“Menulis ilmu lebih aku suka daripada akhirnya melupakannya.” (hlm. 249)
Karena karakter manusia yang sering lupa, sebagian ulama tidak menganggap ilmu seseorang sebagai ilmu, manakala dia tidak menulis. Tidak lain dikarenakan besarnya kemungkinan salah yang terjadi padanya.
Muawiyah bin Qurrah rahimahullah berkata:
من لم يكتب العلم فلا تعد علمه علماً
“Barang siapa yang tidak menulis ilmu, maka jangan anggap ilmunya sebagai ilmu.” (hlm. 262)
Beliau juga mengatakan:
كنا لا نعد من لم يكتب العلم علمه علماً
“Kami tidak pernah menganggap ilmu orang yang tidak menulis sebagai ilmu.” (hlm. 262)
Seringkali ilmu yang ditulis lalu dibaca-baca kembali dapat mendatangkan manfaat bagi seseorang.
Al-Khalil bin Ahmad menyatakan:
ما سمعت شيئاً إلا كتبته ولا كتبت شيئاً إلا حفظته ولا حفظت شيئاً إلا انتفعت به
“Tidaklah aku mendengar suatu ilmu melainkan aku tulis. Dan tidaklah aku menulis sesuatu melainkan aku jadi hafal. Dan tidaklah aku menghafal suatu ilmu, melainkan aku mendapatkan manfaat darinya.” (hlm. 274)