Boleh saja dan sah puasa pada 11 Muharram dengan beberapa alasan:
Pertama:
Sebagian ulama menganggap tingkatan puasa yang paling tinggi dari Puasa Asyura adalah berpuasa pada 9, 10, dan 11 Muharram (tiga hari sekaligus). Di bawah itu adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram. Di bawah itu adalah berpuasa pada 10 Muharram saja. Tiga tingkatan ini dijelaskan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam Zaad Al-Ma’ad, 2:72.
Kedua:
Jika ragu menentukan awal Muharram, seperti di tahun 1439 H ini, ada yang mengatakan 10 Muharram itu jatuh pada Sabtu, ada yang mengatakan pada Ahad, saiknya puasa saja tiga hari, yaitu 9, 10, dan 11 Muharram.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan: ”Jika ragu mengenai penentuan hilal awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari sekaligus (hari ke 9, 10, dan 11 Muharram) untuk kehati-hatian.” Ibnu Rajab menyatakan: bahwa Ibnu Sirin juga berpendapat seperti itu. [Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 99]
Ketiga:
Berpuasa pada 9, 10, dan 11 Muharram masuk ke dalam puasa tiga hari setiap bulannya. Karena puasa tiga hari setiap bulan Hijriyah itu bebas memilih hari apa saja. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Apakah Rasulullah ﷺ biasa melaksanakan puasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab: “Iya”. Ia pun bertanya pada ‘Aisyah, “Pada hari apa beliau berpuasa?” ‘Aisyah menjawab: “Beliau tidak memerhatikan pada hari apa beliau berpuasa dalam sebulan.” [HR. Muslim, no. 1160]
Ada juga puasa Ayyamul Bidh, yaitu hari ke13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah yang dianjurkan puasa. Di mana anjurannya seperti hadis berikut ini. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda padanya:
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” [HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadisnya Hasan]
Dari Ibnu Milhan Al-Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata:
“Rasulullah ﷺ biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada Ayyamul Bidh, yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau ﷺ bersabda: “Puasa Ayyamul Bidh itu seperti puasa setahun.” [HR. Abu Daud, no. 2449 dan An-Nasa’i, no. 2434. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih]
Kalau tidak sempat pada tiga hari tersebut, BISA MEMILIH DI HARI LAINNYA dari bulan Hijriyah, bisa memilih 9, 10, dan 11.
Keempat:
Kalau tidak sempat berpuasa pada 9 dan 10 Muharram, bisa memilih berpuasa pada 10 dan 11 Muharram, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Umar Al-Muqbil hafizahullah.
Kelima:
Berpuasa 9, 10, dan 11 Muharram punya maksud untuk menyelisihi Yahudi.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam berkata: “Yang afdal adalah berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram karena mengingat hadis (Ibnu ‘Abbas): “Apabila aku masih diberi kehidupan tahun depan, aku akan berpuasa pada hari kesembilan.” Jika ada yang berpuasa pada hari kesepuluh dan kesebelas atau berpuasa tiga hari sekaligus (9, 10 dan 11), maka itu semua baik. Semua ini dengan maksud untuk menyelisihi Yahudi.” [Fatwa Syaikh Ibnu Baz, http://www.binbaz.org.sa/noor/4898]
Di tempat lain, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz menyatakan: “Berpuasa pada 9 dan 10 Muharram lebih utama. Adapun berpuasa 10 dan 11 Muharram, itu pun sudah mencapai maksud untuk menyelisihi Yahudi dalam berpuasa.” [Fatwa di web alifta.net]
Walau Hadisnya Bermasalah
Adapun hadis yang menganjurkan puasa tiga hari sekaligus (9, 10, dan 11 Muharram):
صُوْمُوْا يَوْمًا قَبْلَهُ وَيَوْمًا بَعْدَهُ
“Berpuasalah pada hari sebelum dan sesudah Asyura.” [HR. Al-Baihaqi, 4:287, sanad hadis ini Dha’if sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Arnauth dalam tahqiq Zaad Al-Ma’ad, 2:72]
Namun lima alasan di atas sudah menjadi jawaban akan masih dibolehkannya berpuasa pada 11 Muharram.
Wallahu a’lam. Semoga Allah beri taufik dan hidayah. Selamat berpuasa.
Referensi:
Lathaif Al-Ma’arif. Cetakan pertama, Tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al Islami.
Zaad Al-Ma’ad. Cetakan keempat, Tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Arnauth. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Referensi Web (diakses 29 September 2017):
Fatwa Syaikh Ibnu Baz di situs Al-Lajnah Ad-Daimah, 15:404. http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=159&PageNo=1&BookID=12
Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz. http://www.binbaz.org.sa/noor/4898
Status Telegram Syaikh Prof. Dr. ‘Umar Al-Muqbil. https://t.me/dr_omar_almuqbil