بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
HUKUM MENGANGKAT JARI/TANGAN KETIKA BERDOA SETELAH BERWUDHU
Aku mendengar bahwa Syekh Abdullah bin Jibrin berkata:
‘Dibolehkan mengankat jari setelah berwudhu dan membaca Laa ilaaha illallah, dan aku saksikan banyak orang yang melakukannya. Aku mohon pandangan yang menjelaskan masalah ini dengan tuntas.
Jawaban:
Alhamdulillah.
Tidak terdapat riwayat dari Sunnah Nabi ﷺ, sepengetahuan kami, yang menyatakan disunnahkannya mengangkat jari telunjuk ketika berdoa setelah wudhu secara khusus. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip dasar dalam ibadah adalah tawqifi (ditetapkan berdasarkan wahyu, tidak dengan akal) dan tidak boleh ada penambahan dari apa yang dinyatakan dalam sunnah.
Yang disyariatkan bagi seorang Muslim setelah berwudhu adalah membaca:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Asyhadu Allaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuuluh’ [HR. Muslim, no. 234]
Artinya:
Aku bersaksi, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilaah (Sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain ALLAH yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Dan tidak cukup hanya membaca ‘Laa ilaaha illallah’ saja.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Apa hukum mengangkat jari dalam doa setelah berwudhu, dan hal itu dilakukan secara terus menerus?
Beliau menjawab:
‘Saya tidak mengetahui adanya landasan dalam masalah itu. Akan tetapi yang disyariatkan bagi orang yang selesai berwudhu adalah membaca:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Asyhadu Allaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh, Allahummaj’alni minattawwaabin waj’alni minal mutathahhirin.
Artinya:
Aku bersaksi, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilaah (Sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar selain ALLAH yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya ALLAH, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang selalu menyucikan diri”.
Dan itu sudah cukup. [Nurun Alad-Darbi, Fatawa Thaharah, Furudhul Wudhu wa Sifatuh]
Adapun yang disebutkan penanya, bahwa Syekh Ibnu Jibrin rahimahullah menyatakan, bahwa hal itu (mengangkat jari ketika membaca doa wudhu) adalah sunnah, tidak dapatkan ucapannya yang menyatakan sunnahnya perbuatan tersebut.
Memang ada beberapa hadis shahih yang mengajarkan untuk memberi isyarat dengan telunjuk saat membaca tasyahhud dalam shalat, dan saat seorang khatib berdoa di atas mimbarnya pada hari Jumat. Adapun ketetapan hal tersebut setelah berwudhu, tidak ada.
Peringatan
Allah memberi sifat bagi kalam (perkataan)-Nya, dengan sifat ‘Qaulun Fashl’ (Memisahkan antara yang hak dan yang batil), sebagaimana firman-Nya:
إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ . وَمَا هُوَ بِالْهَزْل (سورة الطارق: 13-14)
Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil. Dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau. [QS. Ath-Thariq: 13-14]
Karena itu, tidak layak ijtihad para ulama dalam memahami teks dalam Alquran dan Sunnah dikatakan sebagai Qaulun Fashl, atau dengan redaksi lain: ‘Apakah kalimat yang tuntas dalam masalah ini?’ Kecuali jika pendapat tersebut dalilnya telah dinyatakan secara qath’i (jelas) dalam Alquran dan Sunnah, seperti haramnya zina, haramnya minuman keras, dll.
Adapun perkara ijtihad, maka tidak dikatakan padanya, ‘pendapat tuntas’, akan tetapi yang layak diucapkan adalah, ‘Yang lebih tampak..’ atau ‘yang lebih kuat, atau lebih benar’ dan redaksi yang semacamnya.
Wallahua’lam.
Sumber: https://islamqa.info/id/129501
Leave A Comment