بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
HUKUM MENERIMA ANGPAO DARI ATASAN NON-MUSLIM
Pertanyaan:
Atasan saya seorang keturunan Cina. Dalam waktu dekat ini dia akan berkunjung ke kantor di mana saya bekerja. Dan mungkin akan memberi angpao pada semua karyawan. Apa yang harus saya lakukan? Apa hukumnya menerima angpao tersebut?
Jawaban:
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Pertama, Islam tidak melarang kita untuk bersikap baik terhadap orang non-Muslim yang tidak mengganggu. Salah satunya adalah dengan menerima hadiah dari orang kafir. Allah ﷻ berfirman:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” [QS. Al-Mumtahanan: 8]
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari membuat judul bab:
بَابُ قَبُولِ الهَدِيَّةِ مِنَ المُشْرِكِينَ
Bab: Bolehnya Menerima Hadiah dari Orang Musyrik [Al-Jami’ As-Shahih, 3/163]
Selanjutnya Imam Bukhari menyebutkan beberapa riwayat tentang menerima hadiah dari orang kafir. Berikut di antaranya:
1. Riwayat dari Abu Huamid:
قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ: أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ، وَكَسَاهُ بُرْدًا، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
Abu Humaid mengatakan: “Raja Ailah menghadiahkan untuk Nabi ﷺ seekor bighal putih. Beliau diberi selendang dan kekuasaan daerah pesisir laut.
2. Riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Bahwa Ukaidir Dumah (raja di daerah dekat Tabuk) memberi hadiah kepada Nabi ﷺ.
3. Keterangan dari Anas bin Malik:
أَنَّ يَهُودِيَّةً أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُومَةٍ، فَأَكَلَ مِنْهَا
Bahwa ada seorang perempuan Yahudi yang datang kepada Nabi ﷺ dengan membawa daging kambing yang diberi racun. Kemudian Nabi ﷺ memakannya.
Semua riwayat di atas yang disebutkan Imam bukhari dalam Shahihnya menunjukkan bolehnya menerima hadiah dari orang kafir.
Kedua, hukum menerima hadiah pada hari raya orang kafir
Angpao dibagikan dalam rangka memeriahkan hari raya Imlek. Dengan demikian angpao merupakan hadiah hari raya orang kafir, sebagaimana hadiah Natal.
Untuk mendapatkan kesimpulan hukum tentang hadiah yang diberikan pada saat hari raya mereka, mari kita simak beberapa keterangan ulama berikut:
Syaikhul Islam mengatakan:
وأما قبول الهدية منهم يوم عيدهم فقد قدمنا عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه أنه أتي بهدية النيروز فقبلها .
“Menerima hadiah orang kafir pada hari raya mereka telah ada dalilnya dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, bahwa beliau mendapatkan hadiah pada hari raya Nairuz (perayaan tahun baru orang Majusi), dan beliau menerimanya.”
وروى ابن أبي شيبة .. أن امرأة سألت عائشة قالت إن لنا أظآرا [جمع ظئر ، وهي المرضع] من المجوس ، وإنه يكون لهم العيد فيهدون لنا فقالت : أما ما ذبح لذلك اليوم فلا تأكلوا ، ولكن كلوا من أشجارهم .
Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha, Kami memiliki seorang ibu susu beragama Majusi. Ketika hari raya mereka memberi hadiah kepada kami. Kemudian Aisyah menjelaskan, “Jika itu berupa hewan sembelihan hari raya, maka jangan dimakan, tapi makanlah buah-buahannya.”
و.. عن أبي برزة أنه كان له سكان مجوس فكانوا يهدون له في النيروز والمهرجان ، فكان يقول لأهله : ما كان من فاكهة فكلوه ، وما كان من غير ذلك فردوه .
Dari Abu barzah, bahwa beliau memiliki sebuah rumah yang dikontrak orang Majusi. Ketika hari raya Nairuz dan Mihrajan mereka memberi hadiah. Kemudian Abu Barzah berpesan kepada keluarganya, “Jika berupa buah-buahan, makanlah. Selain itu, kembalikan.”
فهذا كله يدل على أنه لا تأثير للعيد في المنع من قبول هديتهم ، بل حكمها في العيد وغيره سواء ؛ لأنه ليس في ذلك إعانة لهم على شعائر كفرهم … “.
Semua riwayat ini menunjukkan, bahwa ketika hari raya orang kafir, tidak ada larangan untuk menerima hadiah dari mereka. Hukum menerima ketika hari raya mereka dan di luar hari raya mereka, sama saja. Karena menerima hadiah tidak ada unsur membantu mereka dalam menyebar syiar agama mereka. [Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 2:5]
Kemudian Syaikhul Islam menegaskan, bahwa sembelihan Ahli Kitab, meskipun pada asalnya hukumnya halal, namun jika disembelih karena hari raya mereka, maka statusnya tidak boleh dimakan. Beliau menyatakan:
وأما ما ذبحه أهل الكتاب لأعيادهم وما يتقربون بذبحه إلى غير الله نظير ما يذبح المسلمون هداياهم وضحاياهم متقربين بها إلى الله تعالى ، وذلك مثل ما يذبحون للمسيح والزهرة ، فعن أحمد فيها روايتان أشهرهما في نصوصه أنه لا يباح أكله وإن لم يسم عليه غير الله تعالى ، ونقل النهي عن ذلك عن عائشة وعبد الله بن عمر.
Sembelihan Ahli Kitab untuk hari raya mereka, dan sembelihan yang mereka jadikan untuk mendekatkan diri kepada selain Allah, statusnya sembelihan ibadah, sebagaimana layaknya yang dilakukan kaum Muslimin ketika berkurban atau menyembelih hewan hadyu, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sembelihan dalam rangka hari raya Ahli Kitab, seperti mennyembelih untuk Al-Masih atau Az-Zahrah. Ada dua riwayat dari Imam Ahmad. Riwayat yang lebih banyak dari beliau adalah tidak boleh dimakan. Meskipun ketika menyembelih tidak menyebut nama selain Allah. Dan terdapat riwayat yang melarang memakan sembelihan ini dari A’isyah dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum. (Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 2:6).
Orang Muslim Tidak Boleh Meniru
Syaikhul Islam menegaskan, seorang Muslim tidak boleh memberikan hadiah kepada Muslim yang lain pada hari raya orang kafir. Beliau mengatakan:
ومن أهدى من المسلمين هدية في هذه الأعياد ، مخالفة للعادة في سائر الأوقات غير هذا العيد ، لم تقبل هديته ، خصوصا إن كانت الهدية مما يستعان بها على التشبه بهم ، مثل : إهداء الشمع ونحوه في الميلاد أو إهداء البيض واللبن والغنم في الخميس الصغير الذي في آخر صومهم ، وكذلك أيضا لا يهدى لأحد من المسلمين في هذه الأعياد هدية لأجل العيد ، لا سيما إذا كان مما يستعان بها على التشبه بهم كما ذكرناه
Seorang Muslim yang memberikan hadiah ketika hari raya orang kafir, padahal itu tidak pernah dia lakukan di luar hari raya tersebut, maka hadiahnya tidak boleh diterima. Terlebih jika hadiah tersebut membantu untuk ikut meniru kebiasaan orang kafir, seperti menghadiahkan lilin atau semacamnya ketika Natal, atau menghadiahkan telur, susu, dan daging kambing ketika Kamis di tanggal terakhir puasa mereka. Demikian pula tidak boleh memberi hadiah kepada orang Muslim pada hari raya non-Muslim, dalam rangka memeriahkan hari tersebut. Terlebih jika benda itu mendukung untuk meniru kebiasaan mereka, sebagaimana yang telah kami sebutkan. [Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, 1:461]
Tidak Berlaku Sebaliknya
Penjelasan di atas terkait hukum menerima hadiah dari orang kafir. Namun hukum ini tidak berlaku untuk kasus sebaliknya, memberikan hadiah kepada orang kafir ketika hari raya mereka. Ulama Hanafi menegaskan, memberi hadiah dari orang kafir dalam rangka memeriahkan hari raya mereka, hukumnya terlarang, dan bahkan mereka anggap sebagai pembatal Islam. Az-Zaila’i (ulama hanafi) mengatakan:
(والإعطاء باسم النيروز والمهرجان لا يجوز) أي الهدايا باسم هذين اليومين حرام بل كفر , وقال أبو حفص الكبير رحمه الله لو أن رجلا عبد الله خمسين سنة ثم جاء يوم النيروز , وأهدى لبعض المشركين بيضة ، يريد به تعظيم ذلك اليوم ، فقد كفر , وحبط عمله .
“(Hadiah dengan nama Nairuz dan Mihrajan, hukumnya tidak boleh). Maksudnya, hadiah dalam rangka memeriahkan dua hari ini hukumnya haram, bahkan kekafiran. Abu Hafs Al-Kabir mengatakan: ‘Jika ada orang yang beribadah kepada Allah selama 50 tahun, kemudian dia datang pada hari Nairuz dan memberikan hadiah telur kepada orang musyrik dalang rangka memeriahkan dan mengagungkan hari raya itu, maka dia telah murtad dan amalnya terhapus.” [Tabyin Al-Haqaiq, 6/228]
Kesimpulan yang bisa kita catat dari penjelasan di atas, bahwa kita dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir pada hari raya mereka, dengan syarat:
• Hadiah itu bukan termasuk sembelihan mereka
• Hadiah itu bukan termasuk benda yang memfasilitasi orang untuk meniru ciri khas mareka saat hari raya.
• Menerima hadiah itu sama sekali tidak dikesankan mendukung acara mereka.
• Menerima hadiah itu dalam rangka mengambil hati mereka, dengan harapan, mereka bisa simpati kepada Islam.
Dengan demikian, jika menerima hadiah angpao memenuhi beberapa persyaratan di atas, hukumnya dibolehkan.
Allahu a’lam.
Referensi: Fatwa Islam, no. 85108
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Leave A Comment