“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni Neraka jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” [QS. At-Taubah: 113 – 114]
Sabab Nuzul
Ayat ini diturunkan terkait peristiwa Nabi ﷺ mendakwahkan Islam kepada pamannya Abu Thalib di detik kematiannya. Namun dia enggan untuk menerima Islam, karena merasa malu dengan masyarakatnya. Dia pun mati dalam kondisi musyrik. Rasa sedih pun menyelimuti Rasulullah ﷺ, sampai beliau ﷺ bersabda:
لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Sungguh aku akan memintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang.” Kemudian Allah menurunkan ayat di atas dan Surat Al-Qashas ayat 56. [HR. Bukhari 3884]
Keterangan as-Sa’di:
Maksud ayat, tidak selayaknya seorang nabi atau semua orang yang beriman kepada beliau, memohonkan ampunan untuk orang musyrik, meskipun mereka adalah kerabat dekatnya. Sementara permohonan ampun untuk orang musyrik yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada bapaknya, itu karena suatu janji yang pernah beliau ikrarkan, seperti yang Allah ceritakan di surat Maryam. Dan itu sebelum dia mengetahui akhir kehidupan bapaknya. Namun, setelah Ibrahim menyadari bahwa ayahnya adalah musuh Allah, dan akan mati dalam kekufuran, serta berbagai nasihat tidak lagi bermanfaat baginya, Ibrahim pun berlepas diri dari ayahnya, menyesuaikan diri dengan aturan Allah. [Tafsir as-Sa’di, hlm. 353]
Dalil yang lain adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Saya minta izin Rabku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, namun Dia tidak mengizinkanku. Lalu aku minta izin untuk menziarahi kuburnya, dan Dia mengizinkanku.” [HR. Muslim 976]
Mengapa Dilarang?
Sesungguhnya Nabi ﷺ dan orang yang beriman dituntut untuk mengimani segala sesuatu yang telah Allah tetapkan, mencintai apa yang Allah cintai dan membenci apa yang Allah benci, memberikan loyalitas kepada orang yang Allah beri loyalitas, dan memusuhi semua orang yang Allah musuhi. Sementara memohonkan ampun untuk ORANG YANG MATI KAFIR, bertentangan dengan prinsip ini. [Demikian keterangan as-Sa’di dalam Tafsirnya, hlm. 353]
Barangkali informasi yang Anda dengar, bahwa kita tidak boleh mendoakan orang kafir agar dapat hidayah, maksudnya adalah mendoakan orang kafir agar mendapatkan ampunan.
Kedua: Memohonkan Hidayah
Memohonkan ampun untuk orang musyrik, tentu berbeda dengan memohon hidayah untuk mereka. Kita DIBOLEHKAN memohonkan hidayah untuk mereka. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan:
Thufail bin Amir pernah mendatangi Nabi ﷺ mengadukan pembangkangan yang dilakukan kaumnya. Thufail mengatakan:
Dulu orang-orang Yahudi bersin di dekat Nabi ﷺ, dengan harapan mereka mendapatkan doa Nabi ﷺ untuk orang bersin: “Semoga Allah merahmati kalian.” Namun doa yang diucapkan Nabi ﷺ: “Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian.” [HR. Turmudzi 2739 dan dishahihkan al-Albani]
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)