بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
HUKUM MEMAKAI GAMIS PANJANG MENYAPU JALAN
>> Ujung pakaianku penyapu jalanan??
Apa yang spontan terpikir di benak kita ketika melihat seorang muslimah yang memakai jilbab besar dan cadar, ditambah lagi pakaian yang lebar dan panjangnya sampai menyentuh tanah.
“Mbak, mau nyapu jalan ya? Itu lho gamisnya kepanjangan, sampai ke tanah.”
“Sudah lebar, panjang pula. Apa ga kotor? Kalau kena najis di jalan gimana? Ga sah donk kalau pakaiannya dipakai salat.”
“Iiiih… Jadi muslimah kok jorok sih? Mbo’ panjangnya yang biasa aja. Ga usah berlebihan. Biar ga kotor…”
Kita sering mendengar komentar semacam ini bukan?
Namun di sisi lain, kita temukan pula para wanita yang masih meremehkan masalah menutup aurat. Kaki, bagian tubuh wanita yang seharusnya ditutup justru digembor-gemborkan agar dijadikan salah satu daya pikat kecantikan wanita. Semakin pendek pakaian, semakin menarik, begitu anggapan mereka. Bahkan rok pendek dan rok mini menjadi bagian dari fashion model baju wanita. Wal iyaudzubillah.
Lalu, sepanjang apakah seharusnya pakaian wanita menurut syariat??
Anjuran Bagi Wanita untuk Memanjangkan Kain Pakaiannya
Wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup auratnya. Dan termasuk bagian dari aurat yang harus kita tutup adalah kaki kita.
Ketika Rasulullah ﷺ menerangkan mengenai bagian bawah pakaian, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Lalu bagaimana dengan pakaian seorang wanita wahai Rasulullah?” Beliau ﷺ menjawab, “Hendaklah ia mengulurkannya satu jengkal,” Ummu Salamah berkata, ‘Jika demikian masih tersingkap ?” Satu hasta saja dan jangan lebih dari itu,” jawab beliau ﷺ. [HR. At Tirmidzi. Hadis Hasan Shahih]
Dari hadis di atas dapat ditarik dua kesimpulan, yaitu:
Pertama, bahwa seorang wanita wajib menutup kedua telapak kakinya dengan pakaiannya.
Kedua, boleh hukumnya memanjangkan pakaian bagi seorang wanita dengan ukuran sebagaimana telah dijelaskan hadis di atas.
Dari mana diukurnya satu jengkal di mana seorang wanita memanjangkan pakaiannya?
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, satu jengkal itu diukur dari mana. Akan tetapi pendapat yang kuat -insya Allah- satu jengkal adalah diukur dari mata kaki. Karena inilah Ummu Salamah berkata, “Jika demikian kedua kakinya masih tersingkap,” lalu Rasulullah ﷺ memberikan keringanan dengan satu hasta.
Para ulama telah bersepakat bolehnya seorang wanita memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki. Hal ini berbeda dengan kaum laki-laki, di mana mereka mendapat ancaman keras bila memanjangkan pakaiannya di bawah mata kaki.
Sebagaimana kaum laki-laki, kaum wanita pun dilarang isbal. Akan tetapi ukuran isbal pakaian wanita berbeda dengan kaum laki-laki. Isbalnya pakaian laki-laki adalah di bawah mata kaki. Sedangkan isbalnya pakaian wanita adalah bila melebihi satu hasta atau dua jengkal. Sebagaimana dijelaskan di dalam hadis, bahwa Rasulullah ﷺ membatasi panjang pakaian wanita hanya boleh ditambah satu hasta atau dua jengkal, tidak boleh lebih.
Saat ini banyak kita dapati model pakaian wanita ala Barat, misalnya saja pakaian pengantin. Bagian atas ketat dan membuka aurat. Tapi anehnya bagian bawahnya justru sampai bermeter-meter panjangnya!! Betapa banyak kesalahan yang terdapat dalam model pakaian semacam ini:
• Pertama: Tidak menutup aurat
• Kedua: Isbal
• Ketiga: Merupakan pemborosan dan perbuatan yang sia-sia
• Keempat: Menyerupai (tasyabuh) orang kafir.
Cara Membersihkan Ujung Pakaian Wanita
Jika kini pada dirimu timbul pertanyaan, “Lalu bagaimana membersihkan ujung pakaian wanita? Bukankah dengan ukurannya yang panjang menjadikan pakaian tersebut besar kemungkinannya terkena najis di jalan?”
Islam agama yang kamil (sempurna) dan syamil (lengkap) yang menjelaskan setiap urusan secara detil, sehingga kita akan mengetahui berbagai solusi dari permasalahan yang kita hadapi dan belum kita ketahui. Ini sebagai bentuk kemudahan Islam.
Berkaitan mengenai cara membersihkan ujung pakaian wanita, maka simaklah Hadis Nabawiyah berikut ini:
Dari seorang ibu putra Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf, bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah istri Nabi ﷺ, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaianku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat kotor.’ Maka jawab Ummu Salamah, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.” [HR. Ibnu Majah, Imam Malik dan Tirmidzi. Hadis Shahih]
Namun ada hal yang harus kita perhatikan dan pahami. Bahwa ketentuan yang disebutkan hadis di atas hanya berlaku untuk najis yang kering. Ketentuan ini tidak berlaku jika najisnya adalah najis yang basah atau cair.
Imam Malik berkata:
“Sesungguhnya sebagian tanah membersihkan sebagian yang lain. Hal ini berlaku apabila kita menginjak tanah yang kotor, kemudian setelah itu menginjak tanah bersih dan kering. Maka tanah yang bersih dan kering inilah yang akan menjadi pembersihnya. Adapun najis seperti air kencing dan semisalnya yang mengenai pakaian/ jasad, maka harus dibersihkan dengan air.”
Al Khathabi berkata:
“Dan ummat sepakat dalam hal ini.”
Lebih jauh Imam Syafi’i menjelaskan, bahwa ketentuan berlaku apabila najis yang diinjak adalah najis yang kering, sehingga tidak ada najis yang melekat padanya. Maksudnya, najis tidak terlihat jelas secara fisik melekat pada pakaian (tanah telah menyucikannya). Apabila najis yang diinjak adalah najis yang basah, maka harus tetap dibersihkan dengan air hingga bersih.
Lalu bagian mana yang harus dibersihkan. Apakah hanya pada bagian yang terkena najis saja ataukah seluruh pakaian?
Pada asalnya yang wajib dibersihkan adalah hanya pada bagian yang terkena najis. Tidak harus dicuci semua.
Sebagian orang beranggapan, bahwa bila suatu bagian pakaian terkena najis, maka seluruh pakaian harus dibersihkan. Ini adalah anggapan yang TIDAK BENAR. Cukup bagian yang terkena najis saja. Jika sudah secara maksimal dibersihkan tetapi masih tetap tersisa, maka insya Allah tidak mengapa.
Semoga dengan penjelasan di atas kini para muslimah dapat mengetahui dan mengamalkan beberapa hukum berkaitan pakaian wanita. Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan pada kita mengenai najis, barang yang terkena najis dan bagaimana cara membersihkannya. Oleh karena itu, hendaklah para muslimah benar-benar mengilmui masalah ini. Tidak hanya sebatas masalah pakaian, tetapi jagalah juga diri dan lingkungan sekitar dari barang najis maupun barang-barang kotor yang bukan najis.
Jangan sampai muncul anggapan bahwa wanita muslimah adalah sosok yang tidak mengerti dan tidak peduli masalah kebersihan. Bukankah wanita juga yang mengurus sandang-papan bagi suami dan anak-anaknya. Jika kita sendiri tak mengerti, lalu bagaimana keadaan keluarga dan rumah kita nantinya?
Mari kita niatkan setiap amal kita untuk mencari wajah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya ﷺ. Bukan sekadar karena berprinsip “Saya suka kebersihan.” Tapi mari cintai dan wujudkan keindahan dan kebersihan karena mengharap rida Allah ﷻ.
Maraji’:
• Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz (Terj.), Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi (pustaka As Sunnah)
• Ensiklopedi Fiqih Wanita, jilid 2, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim (Pustaka Ibnu Katsir)
• Kajian Al Wajiz oleh ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, November 2008
• Kajian Al Wajiz oleh ustadz Muslam, tahun 2004
• Qutufun minasy Syamailil Muhammadiyah wal Akhlaqun Nabawiyah wal Adabil Islamiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Penulis: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc dan Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#sapujalanan #penyapujalanan #menyapujalanan #isbalperempuan #isbalwanita #batasujungpakaianwanita #batasujungbajuperempuan #panjanggamis #satuhasta #satujengkal #pakaianmuslimah #panjangpakaianwanita
Leave A Comment