Untuk perkara makanan, minuman, obat dan urusan dunia lainnya, hukum asalnya adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkan. Jadi dalam urusan dan perkara dunia maka hukum asalnya adalah halal. Kaidah mengatakan:
“Tidak boleh dilakukan suatu ibadah kecuali yang disyariatkan oleh Allah, dan tidak dilarang suatu adat (muamalah) kecuali yang diharamkan oleh Allah“
Misalnya ada makanan atau minuman yang belum kita ketahui, kemudian kita bertanya-tanya apakah makanan ini haram atau tidak? Maka yang perlu kita tanyakan adalah, mana dalil dan bukti bahwa makanan atau minuman ini haram? Kita tidak bertanya, mana dalil atau bukti yang menyebabkan makanan ini menjadi halal dengan berkata: “Mana dalil halalnya makanan dan obat ini?”
Begitu juga dalam hal duniawi lain, bepergian misalnya. Ketika hendak berpergian, hukum asalnya kita boleh saja pergi ke mana saja sampai ada dalil yang mengharamkan kita dilarang pergi ke sana. Bepergian yang terlarang misalnya pergi dan bertanya ke dukun dan paranormal untuk masalah gaib, masa depan dan peruntungan.
Dalil kaidah ini adalah bahwa dunia dan seisinya ini diperuntukkan untuk manusia, dan manusia boleh memanfaatkannya. Allah taala berfirman:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29).
Bila suatu produk makanan tidak ada sertifikat halalnya jangan lantas divonis bahwa makanan itu 100% pasti haram. Sebab untuk mengharamkan suatu makanan kita butuh dalil dan bukti yang kuat. Karena pada dasarnya semua makanan itu halal dan tidak bisa berubah hukumya menjadi haram, kecuali disertai dalil dan bukti.
Kalau seseorang dalam rangka wara’ atau hati-hati tidak memakan makanan jenis tertentu yang tidak berlabel halal, tidaklah masalah. Yang jelas, jangan sampai mempersulit diri sendiri.
Untuk lengkapnya, silakan klik tautan berikut ini: