“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari, yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip, dan hati mereka kosong.” [QS. Ibrahim/14: 42-43]
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini.” [Sahih: Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2068)]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Nabi ﷺ bersabda:
“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Dan tidaklah beriman seorang peminum khamr ketika ia meminum khamr. Dan tidaklah beriman ketika seorang pencuri mencuri. Dan tidaklah beriman seseorang yang merampas/merampok harta orang kaya yang dihormati oleh manusia.” [Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7707)]
Haram Memanfaatkan Barang Yang Dirampas
Haram bagi orang yang merampas (ghoshib) memanfaatkan barang rampasannya (maghshub), dan ia wajib untuk mengembalikannya. Dari ‘Abdullah bin as-Sa-ib bin Zaid, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu anhum, bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan. Barang siapa mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya.” [Hasan: Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7578)], Sunan Abi Dawud (XIII/346, no. 4982) dan ini adalah lafalnya Sunan at-Tirmidzi (III/313, no. 2249) dan lafalnya:
لاَ يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيْهِ.
“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya.”]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa berbuat zalim kepada saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia), sebelum (datang hari) yang tidak ada Dinar, tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan saleh, maka akan diambil darinya sekadar kezalimannya. Dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi, kemudian ditimpakan kepadanya.’” [Sahih: Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6511), Shahiih al-Bukhari (V/101, no. 2449), Sunan at-Tirmidzi (IV/36, no. 2534), dengan maknanya]
Orang Yang Terbunuh Karena Memertahankan Hartanya Adalah Syahid
Seseorang dibolehkan untuk membela dirinya dan hartanya jika ada orang yang ingin membunuh atau mengambil hartanya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata: “Seseorang datang kepada Nabi ﷺ seraya berkata:
“Barang siapa mengambil sedikit tanah dengan cara yang zalim, maka (Allah) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi.’” [Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2452), Shahiih Muslim (III/ 1230, no. 1610)]
Dari Salim dari ayahnya radhiyallahu anhuma ia berkata, “Nabi ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang mengambil tanah sedikit saja dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi.’” [Sahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6385)], Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2454)]
Barang siapa Merampas Tanah Lalu Ia Menanaminya Atau Membangun Di Atasnya, Maka Ia Diharuskan Mencabut Tanamannya Dan Menghancurkan Bangunannya
Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
َلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ.
“Tidak ada hak bagi keringat orang yang zalim.” [Sahih: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 1113)], Sunan at-Tirmidzi (II/419, no. 1394), al-Baihaqi (VI/142)]
Apabila ia mengolahnya, maka ia mengambil nafkahnya, dan tanamannya bagi orang yang memiliki (tanah)
“Barang siapa menanam di atas tanah suatu kaum tanpa seizin mereka, maka ia tidak memiliki apa pun dari tanaman itu, namun ia mendapatkan nafkahnya.” [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6272)], Sunan at-Tirmidzi (II/410, no. 1378), Sunan Ibni Majah (II/824, no. 2466]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]