GEMPA BUMI PERINGATAN DARI ALLAH, BUKAN KEHENDAK ALAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
GEMPA BUMI PERINGATAN DARI ALLAH, BUKAN KEHENDAK ALAM
>> Mengapa mereka yang maksiatnya lebih besar tidak mendapat musibah gempa bumi dan tsunami?
Ada sebagian orang yang mengatakan:
• Jangan kaitkan bencana dengan dosa.
• Dosa tidak bisa dijadikan alat ukur terjadi bencana. Sebab ada orang atau komunitas lain yang lebih banyak dosanya, justru tidak mendapatkannya.
• Jadi adanya gempa bumi atau tsunami, itu adalah bencana dari peristiwa alam.
• Bencana gempa bumi harus dilihat ilmu geologi. Mereka melihatnya dari sisi lempengan bumi menggerak. Di atas magma di dalam perut bumi. Ada yang ahli di bidang itu.
Saudaraku, kalau yang mengucapkan kata-kata di atas adalah seorang Ateis anti Tuhan, akan kami katakan: ‘Maklumlah’. Tapi ketika yang mengatakannya adalah seorang Muslim, apalagi kiyai, maka ucapannya membuat kita terheran-heran. Sebagai orang beragama, terutama Islam, kita mengimani bahwa Allah-lah Rabb sekalian alam. Artinya, Dialah yang menciptakan alam, memilikinya dan mengaturnya.
Aktivitas langit, bumi dan segala sesuatu di alam ini adalah sesuai dengan pengaturan Allah.
Matahari terbit dari Timur tenggelam di Barat, semua dengan perintah Allah. Oleh karenanya, kelak saat Allah perintahkan agar matahari terbit dari Barat, ia pun taat.
Api membakar dengan perintah Allah. Oleh karenanya, saat Allah perintahkan agar api tidak membakar, ia pun taat, sehingga tidak membakar Nabi Ibrahim.
Angin datang, angin pergi, menjadi manfaat atau bencana, semua dengan perintah Allah. Sehingga ketika Allah perintahkan angin untuk menghancurkan kaum Aad, maka ia pun taat.
“(Angin) yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” [QS. Al-Ahqaf, ayat 25]
Kita tidak mengingkari kaitan sebab musabab, lempengan dalam tanah, tanah yang kandungan airnya banyak, dll dari teori-teori ilmu alam. Tapi siapa yang mengatur sebab musabab tersebut? Kalau Anda seorang Muslim, tentu Anda akan menjawab: ‘Allah’. Beda dengan jawaban seorang Ateis.
Mengapa Allah mengubah aturan-Nya pada sebagian kondisi?
Ombak yang sebelumnya elok dipandang berubah menjadi dahsyat dan mengerikan.
Gunung yang sebelumnya terlihat menawan berubah menjadi menyeramkan.
Bumi yang damai dan tenang bagi penghuninya berubah menjadi menakutkan.
Tanah yang baik menjadi pijakan manusia berubah justru menelan mereka.
Dulu makmur, kini hancur.
Apa sebabnya? Allah telah memberikan jawabannya. Allah taala berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). [QS. Ar-Rum, ayat 41]
“Disebabkan karena perbuatan manusia,” maknanya dengan sebab apa yang manusia lakukan dari kemaksiatan dan kekafiran. [Tafsir Ibnu Juzai]
Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang memersekutukan (Allah).” [QS. Ar-Rum, ayat 42]
Ya, mereka diazab karena syirik. Andai manusia senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah, tentu Allah akan perintahkan alam dengan aturan yang membawa berkah. Allah taala berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [QS. Al-A’raf, ayat 96]
Memang kita tidak bisa menentukan dan memastikan, bahwa bencana ini sebabnya adalah dosa itu, dan seterusnya. Akan tetapi saat kita melihat dengan nyata bahwa syirik besar banyak terjadi:
• Penyembelihan hewan bukan karena Allah,
• Sesajen itu dilarung ke laut, atau ditanam di tanah,
• Doa dipanjatkan kepada selain Allah.
• Rasa takut kepada selain Allah menghantui masyarakat sehingga mereka mendekatkan diri -dengan berbagai ritual- kepada sesuatu yang dianggap penunggu tempat tertentu.
• Maksiat pun merebak,
• Zina dan segala yang terkait dengannya,
• LBGT, narkoba, penipuan, riba dan masih banyak lagi yang lain,
• Banyak pula orang yang melakukan dosa dalam keadaan tidak takut kepada Allah,
• Dosa diremehkan, syariat dilecehkan.
Saat itulah datang bencana. Apakah kita akan mengatakan bencana itu tidak ada kaitannya dengan dosa?! Beginikah ucapan seorang Muslim yang beriman dengan ayat-ayat Allah?! Bukankan Allah taala berfirman:
“Maka masing-masing Kami siksa disebabkan dosanya. Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil. Dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur. Dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi. Dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka. Akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” [QS. Al-Ankabut, Ayat 40]
Seorang Mukmin akan selalu berada dalam keadaan harap dan cemas. Ia berharap agar dosa yang dilakukan diampuni. Namun di saat yang sama ia cemas. Jangan-jangan dosanya telah menjadi sebab malapetaka. Maka seorang Mukmin akan segera introspesi diri dan bebenah dengan bertobat kepada Allah, meninggalkan syirik dan maksiatnya, agar tidak kembali terulang musibah tersebut.
Kalau dikatakan, “Mengapa mereka yang maksiatnya lebih besar tidak mendapat musibah tersebut? Atau bahkan mereka yang di negeri kafir, komunis, Ateis tidak terkena musibah tersebut.”!?
Perlu kita ingat, tidak selalu ketika seseorang atau suatu kaum berbuat maksiat lalu seketika itu Allah menghukumnya. Ada yang Allah tunda, ada yang Allah segerakan. Semua sesuai hikmah yang diinginkan. Bukankah Allah berfirman:
“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Alquran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh.” [QS. Al-Qalam ayat 44-45]
“Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur-ulur orang yang zalim, hingga bila Allah mengazabnya Allah tidak kan melepaskannya.” [Sahih, HR al Bukhari]
Maka kemakmuran orang kafir dan ahli maksiat tidak menunjukkan benarnya perbuatan mereka. Jangan pula dikatakan bencana yang menimpa umat Islam bukan karena dosa mereka. Sebab Allah timpakan bencana terhadap umat Islam sebagai teguran bagi mereka, agar mereka segera kembali kepada Allah dan meninggalkan maksiat. Dan musibah itu menjadi penghapus dosa-dosa mereka yang bertauhid dan beriman dengan benar, sehingga di Akhirat mereka tidak lagi diazab.
“Umatku adalah umat yang disayangi. Tidak akan manimpa umatku azab (berat) di Akhirat. Azabnya di dunia, ujian-ujian, gempa-gempa bumi dan pembunuhan.” [Sahih, HR Abu Dawud, disahihkan oleh Syaikh Al Albani]