EMPAT TINGKATAN ZUHUD

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

EMPAT TINGKATAN ZUHUD

Menurut Ibnu Al Qoyyim serta ulama lain, Zuhud itu ada empat tingkatan[Lihat Thariq al Hijratain wa Bab as Sa’adatain, karya Imam Ibnu Al Qoyyim, Dar al Kutub al Ilmiyah, Cet. I, 1402 H/1982 M, hlm. 251 dst]:

Pertama: Zuhud wajib bagi setiap muslim. Yaitu zuhud terhadap perkara haram, yakni dengan cara meninggalkannya.

Kedua: Zuhud yang bersifat Sunnah (Mustahabbah). Yaitu zuhud terhadap perkara-perkara makruh dan perkara-perkara mubah yang berlebihan. Maksudnya, perkara mubah yang melebihi kebutuhan, baik makan, minum, pakaian dan semisalnya.

Ketiga: Zuhud orang-orang yang berpacu ketika berjalan menuju Allah. Zuhud ini ada dua macam.

  1. Zuhud terhadap dunia secara umum. Maksudnya bukan mengosongkan tangan menjadi hampa dari dunia, dan bukan pula membuang dunia. Tetapi maksudnya, menjadikan hati kosong secara total dari hal-hal yang serba bersifat duniawi, sehingga hati tidak tergoda oleh dunia. Dunia tidak dibiarkan menempati hatinya, meskipun kekayaan dunia berada di tangannya. Hal ini seperti keadaan para Khulafa’ur Rasyidun dan Umar bin Abdul Aziz. Orang-orang yang zuhudnya menjadi panutan, meskipun kekayaan harta benda ada di tangannya. Begitu pula keadaan manusia terbaik, yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Ketika dunia ditaklukkan oleh Allah untuk beliau ﷺ, malah menjadikan beliau ﷺ semakin zuhud terhadap dunia.
  2. Zuhud terhadap diri sendiri. Ini merupakan zuhud yang terberat.

Keempat: Zuhud terhadap perkara syubhat. Yaitu dengan cara meninggalkan perkara yang belum jelas bagi seseorang, apakah halal atau haram. Inilah zuhudnya orang-orang yang wara’ (menjaga kehormatan) [Lihat pula Muqadimah at Tuhfah al Iraqiyah fi al A’mal al Qolbiyah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang ditahqiq serta dita’liq oleh Dr. Yahya bin Muhammad bin Abdullah Al Hunaidi, hlm. 1].

Berkaitan dengan zuhud terhadap persoalan duniawi, maka perlu diterangkan secara lebih rinci. Sebab orang-orang sufi dapat memaksudkan zuhud tersebut dengan melupakan makhluk, tidak mau memandang makhluk atau mengingkari keberadaan makhluk. Semua ini adalah salah.

Jadi zuhud terhadap dunia, seperti dikatakan oleh Imam Ibnu Al Qoyim di atas, tidak berarti mengosongkan tangan menjadi hampa dari harta. Tetapi zuhud itu terletak di dalam hati. Yakni, agar hati tidak tergantung pada cinta dunia. Namun ketergantungannya hanya kepada Allah saja dengan cara taat kepada-Nya, baik ia memiliki kesenangan duniawi ataupun tidak. Kadang, zuhud itu bisa terjadi bersama dengan kekayaan atau bersama dengan kemiskinan.

 

Sumber: https://almanhaj.or.id/2781-zuhud-yang-banyak-disalah-pahami.html

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

TENTANG MUSIK DAN NASYID

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ TENTANG MUSIK DAN NASYID Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah berkata: إن الأغاني معصية والمصر عليها…

22 mins lalu

KISAH RAJA NAJASYI (ASHHAMAH BIN JABAR) DARI ETIOPIA

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KISAH RAJA NAJASYI (ASHHAMAH BIN JABAR) DARI ETIOPIA   Najasyi bisa dikatakan tabi’in,…

2 hours lalu

PENGKHIANATAN KONSTITUSI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   PENGKHIANATAN KONSTITUSI An Najasy adalah putra tunggal Raja Habasyah (Etiopia). Para punggawa kerajaan…

14 hours lalu

APAKAH ALLAH BERBICARA DENGAN HURUF DAN SUARA?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   APAKAH ALLAH BERBICARA DENGAN HURUF DAN SUARA? Pertanyaan: Bagaimana cara menjelaskan kepada orang…

15 hours lalu

SIFAT MURKA BAGI ALLAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SIFAT MURKA BAGI ALLAH   Ahlussunnah meyakini Allah ﷻ memiliki sifat al ghadhab…

20 hours lalu

MENGIMANI SIFAT MURKA ALLAH

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   MENGIMANI SIFAT MURKA ALLAH   Kemuliaan suatu disiplin ilmu sangat erat kaitannya dengan…

20 hours lalu