Allaahumma innii as-alukal hudaa wat tuqo wal ‘afaafa wal ghinaa.
Artinya:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, keterjagaan, dan kekayaan.” [HR. Muslim no. 2721, At Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3105, Ibnu Hibban no. 900 dan yang lainnya]
Jika diringkas, empat hal yang diminta dalam doa ini adalah:
1. Al Hudaa, yaitu petunjuk yang sempurna dari Allah untuk menjalani jalan yang lurus.
2. At Tuqaa, yaitu ketakwaan yang menyeluruh dalam semua hal, dalam menjalankan perintah agama, dan menjauhi yang dilarang dalam agama.
3. Al ‘Afaaf, yaitu keterjagaan dari melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, dan hal-hal yang tidak halal, sehingga hati dan jiwa kita menjadi saleh.
4. Al Ghina, yaitu kekayaan hati, sehingga tidak merasa bergantung dan terlalu mengharapkan apa yang ada di tangan manusia, melainkan bergantung dan berharap pada apa yang ada di tangan Allah.
Mengapa al huda dan at tuqaa lebih didahulukan untuk diminta? Ketahuilah, bahwa ternyata urutan dari empat hal yang diminta tadi pun ada rahasianya. Mari kita simak penjelasan Ibnu ‘Allan berikut ini:
“Al Huda (petunjuk) didahulukan, karena dialah landasan, dan ketakwaan dibangun di atasnya. Sedangkan digandengkannya al ‘afaaf kepada al huda, ini merupakan penggandengan sesuatu yang khusus kepada sesuatu yang umum, dalam rangka menegaskan hal yang khusus tersebut. Karena nafsu memiliki kecenderungan untuk mengajak kepada lawan dari al ‘afaaf (yaitu maksiat dan keburukan). Maka seorang hamba hendaknya meminta pertolongan Allah untuk meninggalkannya. Setelah sempurna permintaan-permintaan yang terkait dengan agama, maka selanjutnya permintaan ditujukan untuk sebagian perkara dunia, yaitu al ghinaa, merasa cukup, atau tidak ada perasaan merasa butuh kepada makhluk.” [Dalilul Falihin, 7/275]
At Thibbiy juga menjelaskan rahasia lainnya:
“Dimintanya al huda dan at tuqaa secara mutlak untuk meraih petunjuk yang semestinya diterapkan dalam mendapatkan penghidupan, perbekalan, dan akhlak-akhlak mulia. Dan juga petunjuk untuk menghindari apa-apa yang semestinya dijauhi dalam melakukannya, baik berupa syirik, maksiat, dan akhlak-akhlak tercela. Adapun meminta al ‘afaaf dan al ghina adalah penyebutan yang lebih khusus, setelah disebutkan yang lebih umum.” [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 9/324]
Subhaanallah, ternyata doa yang singkat ini adalah doa yang mengumpulkan hal-hal yang bisa meraih banyak kebaikan agama dan kebaikan dunia bagi seseorang. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di juga menjabarkan bagaimana dahsyatnya doa ini, beliau berkata:
“Doa ini merupakan di antara doa yang paling padat dan paling bermanfaat. Karena di dalamnya terkandung permintaan kebaikan agama dan kebaikan dunia. Sebab yang dimaksud al hudaa adalah ilmu yang bermanfaat, at tuqaa adalah amal halih dan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan dua hal ini terwujudlah kebaikan agama. Karena hakikat agama adalah ilmu yang bermanfaat dan pemahaman yang benar, dan inilah al hudaa. Serta menegakkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan inilah at tuqaa.
Sedangkan permintaan al ‘afaaf dan al ghina mengandung ketercukupan diri dari makhluk, dan tidak bergantungnya hati kepada mereka. Lalu merasa cukup dengan Allah dan rezeki dari Allah, serta qanaah dengan apa yang diberikan Allah, dan meminta segala kecukupan yang bisa membuat hati seorang hamba tenang. Dengan semua ini sempurnalah kebahagiaan dunia dan kelapangan hati. Inilah kehidupan yang thayyibah. Barang siapa yang diberi rezeki oleh Allah berupa al hudaa, at tuqaa, al ‘afaaf dan al ghinaa, ia telah mendapatkan dua kebahagian, dan ia mendapatkan semua yang hal diinginkan, serta terhindar dari semua hal yang tidak disukai. Wallahu a’lam.” [Bahjah Qulub Al Abrar, 205]