Natal adalah hari perayaan kaum Nasrani. Apa sih yang sedang mereka rayakan? Yang sedang mereka gembirakan? Tentunya semua kaum Nasrani, dari Sabang sampai Merauke sepakat, bahwa mereka sedang merayakan hari kelahiran Tuhan dan Sesembahan mereka. Mereka tidak sedang merayakan kelahiran Yesus sebagai seorang nabi, akan tetapi merayakan kelahiran Yesus sebagai “Tuhan” atau “Anak Tuhan”.
Coba kita renungkan dengan akal sehat. Tatkala seorang Muslim mengucapkan selamat kepada mereka, apakah yang dipahami oleh mereka? Apakah mereka memahami seorang Muslim sedang menyatakan: “Selamat atas kelahiran Yesus sebagai seorang Nabi?” Tentunya sama sekali tidak !!! Karena jika mereka memahami demikian, tentunya mereka akan mengamuk dan merasa dihina oleh seorang Muslim. Karenanya, mengucapkan selamat hari Natal menimbulkan kelaziman-kelaziman yang sangat buruk.
Selamat Hari Natal = Selamat hari lahirnya “Tuhan” kalian = Selamat menyembah Salib = Selamat kalau Allah punya anak = Selamat bertrinitas = Selamat memusuhi agama tauhid (Islam) = Selamat bahagia dengan bangkitnya kaum Salibis yang senantiasa mengharapkan hancurnya Islam.
Ucapan Selamat Natal ternyata lebih parah daripada ucapan:
• Selamat berzina…,
• Selamat mabuk…,
• Selamat mencuri…,
• Selamat membunuh…,
• Selamat korupsi…,
Karena dosa terbesar adalah dosa kesyirikan.
Akan tetapi masih banyak kaum Muslimin yang belum menyadarinya!!!!
Apa yang saya simpulkan di atas ternyata telah jauh-jauh diperingatkan oleh para ulama. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah” berkata:
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح ما فعل
“Adapun memberi selamat terhadap perayaan-perayaan kufur yang khusus, maka hukumnya haram, berdasarkan kesepakatan (para ulama). Seperti seseorang (Muslim) memberi selamat kepada mereka (orang-orang kafir), atas perayaan-perayaan mereka. Maka ia berkata: “Perayaan yang diberkahi atasmu…” atau “Selamat gembira dengan perayaan ini” atau yang semisalnya. Maka perbuatan seperti ini, kalau pengucapnya selamat dari kekufuran, maka perbuatan ini merupakan keharaman, dan kedudukannya seperti jika ia memberi ucapan SELAMAT KEPADA ORANG YANG SUJUD KE SALIB. Bahkan hal ini lebih parah dosanya di sisi Allah, dan lebih di murkai daripada jika ia mengucapkan selamat kepada orang yang minum khamr (bir), atau membunuh orang lain, atau melakukan zina dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki ilmu agama yang cukup, terjerumus dalam hal ini. Dan mereka tidak tahu akan buruknya perbuatan mereka.” [Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah 1/441, tahqiq : Yusuf bin Ahmad Al-Bakry dan Syaakir bin Taufiiq, cetakan Romaady li An-Nasyr, cetakan pertama 1418 H/1997 M]
Seseorang hendaknya mencari keridaan Allah ﷻ, dengan mencintai apa yang dicintai oleh Allah, dan murka terhadap apa yang dimurkai oleh Allah. Allah sangat murka dengan pernyataan bahwa Yesus adalah anak Allah. Allah ﷻ berfirman:
“Dan mereka berkata: “Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak.” [QS Maryam : 88-91]
Allah menggambarkan rusaknya keyakinan Allah punya anak dengan menyatakan, bahwa pernyataan tersebut hampir-hampir menjadikan benda-benda mati yang megah, seperti langit, bumi, dan gunung hancur, karena betapa mungkarnya pernyataan tersebut. Lantas kemudian kaum Nasrani bergembira dengan pernyataan tersebut. Lantas sebagian kaum Muslimin ikut mengucapkan “Selamat” atas keyakinan yang batil ini, yang merupakan puncak kesyirikan !!!!
Tidak diragukan lagi bagi orang yang berakal/waras, bahwasanya jika seseorang berkata kepada orang lain: “Selamat berzina” sambil mengirimkan kartu ucapan selamat, disertai senyuman tatkala mengucapkannya, bahwasanya hal ini menunjukan ia rida dengan “zina” tersebut. Dan itulah yang dipahami oleh sang pelaku zina.
Lantas jika ada orang yang mengucapkan “Selamat hari Natal”, bukankah ini menunjukkan ia rida denga acara kesyirikan dan kekufuran tersebut?? Ucapan selamat seperti ini tidak diragukan lagi secara zahir menunjukan keridaan!!!
Dari sinilah kenapa para ulama mengharamkan ucapan “Selamat Natal”. Meskipun, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnul Qayyim, bahwasanya kebanyakan orang yang mengucapkannya tidak bermaksud demikian, dan tidak bermaksud rida dengan kekufuran dan kesyirikan.
Oleh: al-Ustadz DR. Firanda Andirja M.A hafizhahullah