DERAJAT HADIS DOA SEBELUM MAKAN: “ALLAHUMMA BARIKLANA…”
Dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Ad Du’a (888):
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبِي زُرْعَةَ الدِّمَشْقِيُّ، قَالَا: ثنا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ سُمَيْعٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي الزُّعَيْزِعَةِ، حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ فِي الطَّعَامِ إِذَا قُرِّبَ إِلَيْهِ: «اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، بِسْمِ اللَّهِ»
“Al Husain bin Ishaq At Tustari dan Muhammad bin Abi Zur’ah Ad Dimasyqi, mereka berdua berkata, Hisyam bin ‘Ammar mengatakan kepadaku, Muhammad bin Isa bin Sumay’i mengatakan kepadaku, Muhammad bin Abi Az Zu’aizi’ah mengatakan, ‘Amr bin Syu’aib mengatakan kepadaku, dari ayahnya (Syu’aib bin Muhammad As Sahmi), dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
Bahwa ketika beliau hendak makan dan hidangan didekatkan kepada beliau, beliau berdoa:
/Alloohumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa waqinaa ‘adzaabannaar/
Artinya:
Ya Allah berkahilah makanan yang telah engkau karuniakan kepada kami, dan jauhkanlah kami dari api neraka. Bismillah“.
Juga dikeluarkan oleh Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (457) dengan sanad yang sama.
Derajat Hadis
Riwayat ini MUNKAR karena terdapat Muhammad bin Abi Az Zu’aizi’ah yang statusnya Munkarul Hadis.
Imam Al Bukhari mengatakan, “Ia sangat Munkarul Hadis” (At Tarikh Al Kabir, 244).
Abu Hatim mengatakan, “Ia sangat Munkarul Hadis“. Beliau juga mengatakan: “Jangan menyibukkan diri dengannya” (dinukil dari Lisanul Mizan, 7/137).
Al Jurjani mengatakan, “Ia sangat Munkarul Hadis. Tidak ditulis hadisnya” (Al Kamil fid Dhu’afa, 7/426).
Ibnu Hibban bahkan mengatakan: “Ia termasuk di antara para Dajjal. Ia meriwayatkan hadis-hadis palsu hingga akhir hayatnya” (dinukil dari Lisanul Mizan, 7/137).
Terdapat jalan lain untuk lafal doa di atas. Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha (3447), Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (24512), Al Baihaqi dalam Al Asma’ wash Shifat (370):
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّهُ كَانَ لاَ يُؤْتَى أَبَداً بِطَعَامٍ أَوْ شَرَابٍ، حَتَّى الدَّوَاءُ، فَيَطْعَمَهُ أَوْ يَشْرَبَهُ حَتَّى يَقُولَ: الْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانَا. وَأَطْعَمَنَا وَسَقَانَا. وَنَعَّمَنَا. اللهُ أَكْبَرُ. اللَّهُمَّ أَلْفَتْنَا نِعْمَتُكَ بِكُلِّ شَرٍّ. فَأَصْبَحْنَا مِنْهَا وَأَمْسَيْنَا بِكُلِّ خَيْرٍ. نَسْأَلُكَ تَمَامَهَا وَشُكْرَهَا. لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ. وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ. إِلَهَ الصَّالِحِينَ. وَرَبَّ الْعَالَمِينَ. الْحَمْدُ للهِ. وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. مَا شَاءَ اللهُ، وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا. وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dari Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya (‘Urwah bin Zubair bin Al ‘Awwam) bahwasanya tidaklah ia dihidangkan makanan atau minuman, kecuali pasti ia berdoa dengan beberapa doa. Ia makan dan minum sesudah berdoa:
/Alhamdulillaahilladzii hadaanaa wa ath’amnaa wa saqoona wa na’amnaa, Alloohu akbar. Alloohumma alfatnaa ni’matuka bikulli syarrin. fa ash-bahnaa minhaa wa amsaynaa bikulli syarrin. nas-aluka tamaamaha wa syukrohaa. laa khoyro illaa khoyruka. walaa ilaaha ghoyruka. ilaahas shoolihiin. wa robbal ‘alamiin. alhamdulillaah wa laa ilaaha illallah. waa syaa-allahu walaa quwwata illaa billaah. Alloohumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa waqinaa ‘adzaabannaar/
Artinya:
Ssegala puji bagi Allah yang telah memberi kita hidayah dan telah memberi kita makan dan telah memberi kita minum dan telah memberi kita nikmat. Allah Maha Besar. Ya Allah jauhkanlah nikmat-Mu ini dari segala keburukan. Dan jadikanlah kami di pagi dan sore hari senantiasa dalam kebaikan. Kami memohon nikmat-Mu yang sempurna dan kami memohon hidayah agar bisa bersyukur. Tidak ada kebaikan kecuali dari-Mu. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain diri-Mu. Engkau Tuhannya orang-orang shalih, dan Tuhannya semesta alam. Segala puji bagi Allah dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Dan segala sesuatu atas kehendak Allah, dan tidak ada daya upaya melainkan atas izin Allah. Ya Allah, berkahilah makanan yang telah engkau karuniakan kepada kami, dan jauhkanlah kami dari api neraka”.
Riwayat ini shahih namun doa yang ada dalam riwayat ini tidak disandarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, melainkan kepada ‘Urwah bin Az Zubair. Dan ‘Urwah bin Az Zubair bin Al ‘Awwam adalah seorang tabi’in thabaqah ke tiga. Sedangkan perbuatan tabi’in BUKANLAH dalil.
Pada jalan yang lain, dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (1313), Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5640), Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (24509), Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya (1/70) semuanya dari jalan Sa’id Al Jurairiy:
، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي الْوَرْدِ، عَنِ ابْنِ أَعْبُدَ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: «يَا ابْنَ أَعْبُدَ هَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ الطَّعَامِ؟» قَالَ: قُلْتُ: وَمَا حَقُّهُ يَا ابْنَ أَبِي طَالِبٍ؟ قَالَ: «تَقُولُ بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا» ، قَالَ: وَتَدْرِي مَا شُكْرُهُ إِذَا فَرَغْتَ؟ قَالَ: قُلْتُ: وَمَا شُكْرُهُ؟ قَالَ: «تَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا»
“.. Sa’id Al Jurairiy mengatakan kepadaku, dari Abul Warad, dari Ibnu A’bud, ia berkata: Ali bin Abi Thalib bertanya kepadaku: ‘Wahai Ibnu A’bud, apakah engkau tahu apakah hak makanan?’. Aku pun berkata: ‘Apa itu wahai Ibnu Abi Thalib?’. Ia menjawab: ‘Hendaknya ia berdoa: Alloohumma baariklanaa fiimaa rozaqtanaa‘. Dan apakah engkau tahu apa bentuk syukur ketika selesai makan?”. Aku berkata: ‘Apa itu?’. Beliau menjawab: ‘Engkau berdoa: Alhamdulillahilladzii ath’amnaa wa saqoonaa‘”.
Riwayat ini juga LEMAH karena Ibnu A’bud majhul.
Ibnu Hajar mengatakan: “Ali bin A’bud, terkadang ia tidak disebut namanya dalam sanad, ia Majhul” (Taqribut Tahdzib, 4689).
Ali bin Al Madini mengatakan: “Ia tidak dikenal” (dinukil dari Tahdzibul Kamal, 4025).
Dan riwayat ini juga TIDAK disandarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, melainkan sahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu. Selain itu, lafadz doa yang ada di sini hanya “Alloohumma baariklanaa fiimaa rozaqtanaa” tanpa tambahan “waqinaa ‘adzaabannaar“.
Kesimpulan:
Hadis doa sebelum makan “Alloohumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa waqinaa ‘adzaabannaar” adalah HADIS YANG MUNKAR. Ia BUKANLAH doa yang dituntunkan dan diajarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Yang tepat ia berasal dari atsar Urwah bin Zubair bin Al ‘Awwam rahimahullah.
Doa sebelum makan yang shahih dituntunkan dan diajarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah ucapan “BISMILLAH” saja, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari sahabat ‘Amr bin Abi Salamah radhiallahu ‘anhu:
كنتُ غلامًا في حجرِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فكانت يدي تطيشُ في الصَّحفةِ . فقال لي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : يا غلامُ إذا أكلتَ فقلْ : بسمِ اللهِ وكُلْ بيمينِك وكُلْ ممَّا يليك
“Dahulu ketika aku masih kecil, pernah berada di rumah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ketika itu kedua tanganku menyambangi piring-piring yang ada. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepadaku: ‘Wahai bocah, jika engkau hendak makan, ucapkanlah: Bismillah. Dan makanlah dengan tangan kanan, serta makanlah makanan yang terdekat‘”.
Wallahu a’lam.
Penulis: Yulian Purnama
https://kangaswad.wordpress.com/2016/02/15/derajat-hadits-doa-sebelum-makan-allahumma-bariklana/
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…