“Pada hari Jumat terdapat dua belas jam (pada siang hari). Di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba Muslim pun memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah waktu itu di penghujung hari setelah Asar.” [Sahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1048), an-Nasa-i di dalam kitab al-Jumu’ah (no. 1389). Dinilai Sahih oleh al-Hakim, adz-Dzahabi, an-Nawawi, dan al-Albani rahimahumullah]
Hadis ini secara jelas menyebutkan, bahwa waktu itu adalah saat terakhir setelah Ashar dan sebelum Maghrib. Oleh karena itu hendaklah seorang Muslim bersegera sesaat sebelum Maghrib berwudhu dan pergi ke masjid lalu mengerjakan Salat Tahiyyatul Masjid, lalu duduk di masjid sambil memohon kepada Rabb-nya seraya menundukkan diri kepada-Nya, sambil menunggu datangnya waktu salat Maghrib. Diperbolehkan mengerjakan Salat Tahiyyatul Masjid meski pada waktu yang dimakruhkan mengerjakan salat, karena ia termasuk salat yang memiliki sebab. Dan inilah yang menjadi Madzhab asy-Syafi’i rahimahullah.
Karena barang siapa duduk di masjid untuk menunggu salat, maka dia berada dalam salat dan berdoa kepada Rabb-nya sesuai dengan keinginannya berupa kebaikan dunia dan Akhirat, yang ia berada pada waktu yang sangat agung lagi berharga, saat di mana Allah akan mengabulkan doa. Yaitu saat di mana Allah melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya. Orang yang diharamkan adalah yang diharamkan dari kebaikannya, dan yang berbahagia adalah yang memanfaatkannya dan menyibukkan diri di dalamnya, serta menyiapkan diri menyambutnya. Sehingga Allah tidak melihat kita pada waktu itu dalam keadaan lengah dan lalai.