Lelaki yang ihram boleh menutup wajah dan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Ini merupakan pendapat Mayoritas Ulama, di antaranya Syafiyah dan Hambali.
Alasan pendapat ini adalah hadis Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ: ‘Ya Rasulullah, pakaian apa yang harus dikenakan orang yang ihram?’ Jawab Nabi ﷺ:
Tidak boleh memakai baju, atau imamah (penutup kepala), atau celana, atau burnus (baju yang ada penutup kepala), atau sepatu. Kecuali orang yang tidak memiliki sandal, dia boleh memakai sepatu, dan hendaknya dia potong hingga di bawah mata kaki (terbuka mata kakinya). Dan tidak boleh memakai kain yang diberi minyak wangi atau pewarna (wantex). [HR. Bukhari 1468 dan Muslim 2848]
Dalam riwayat lain di Shahih Bukhari, terdapat tambahan:
Wanita ihram tidak boleh memakai cadar dan tidak boleh memakai kaus tangan. [HR. Bukhari 1838, Nasai 2693 dan yang lainnya]
Dalam hadis tersebut di atas Nabi ﷺ menyebut dengan rinci pakaian yang dilarang dalam ihram. Namun dalam daftar yang beliau ﷺ sebutkan, tidak ada penutup wajah. Sementara tradisi menutup wajah biasa dilakukan masyarakat kawasan padang pasir.
Sementara larangan menutup wajah bagi jenazah yang ihram, itu karena menutup wajah jenazah, mengharusnya menutup kepalanya. Disamping itu, terdapat bebebrapa riwayat dari sahabat bahwa mereka memakai tutup muka ketika ihram.
An-Nawawi mengatakan:
مذهبنا انه يجوز للرجل المحرم ستر وجهه ولا فدية عليه وبه قال جمهور العلماء … واحتج أصحابنا برواية الشافعي عن سفيان بن عيينة عن عبد الرحمن بن القاسم عن ابيه (أن عثمان بن عفان وزيد ابن ثابت ومروان بن الحكم كانوا يخمرون وجوههم وهم حرم) وهذا اسناد صحيح
Madzhab kami (Syafiiyah), bahwa dibolehkan bagi laki-laki ihram untuk menutup wajahnya dan tidak ada kewajiban fidyah. Dan ini pendpat Mayoritas Ulama. Ulama madzhab kami berdalil dengan riwayat dari Sufyan bin Uyainah dari Abdurrahman bin Qasim dari ayahnya, bahwa Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, dan Marwan bin Hakam, mereka menutup wajahnya ketika mereka sedang ihram. Dan riwayat ini sanadnya shahih. [Al-Majmu’, 7/268]
Apabila laki-laki yang sedang ihram menutup wajahnya, hukumnya boleh. Diriwayatkan dari Utsman, Zaid bi Tsabit, Ibnu Abbas, dan Ibnu Zubair, serta ulama lainnya. Karena wajah tidak ada kaitannya dengan sunah memangkas rambut pada lelaki, sehingga tidak ada kaitannya dengan larangan untuk ditutupi, sebagaimana umumnya anggota badan. [Kassyaf al-Qana’, 6/452]
Dalam Tharhu atTasrib dinyatakan, – setelah menjelaskan hadis Ibnu Umar di atas:
ظاهر قوله ولا تنتقب المرأة اختصاصها بذلك وأن الرجل ليس كذلك، وهو مقتضي ما ذكره أول الحديث في ما يتركه المحرم فإنه لم يذكر منه ساتر الوجه
Makna teks dari sabda beliau ﷺ: ‘Janganlah wanita memakai cadar’ itu khusus bagi wanita, sementara laki-laki tidak seperti itu. Dan ini sesuai degan makna bagian awal hadis, tentang hal-hal yang harus ditinggalkan oleh orang yang ihram. Di sana Nabi ﷺ tidak menyebutkan penutup wajah. [Tharhu at-Tatsrib, 5/299]
Jika kita mengambil madzhab Jumhur, maka tidak masalah bagi laki-laki yang sedang ihram untuk memakai masker.
Bagaimana dengan Wanita?
Kesimpulan di atas tentang bolehnya memakai masker ketika ihram, berlaku untuk jamaah laki-laki, mengingat pendapat Jumhur Ulama membolehkan hal itu.
Sementara untuk kasus masker bagi wanita, sebagian ulama mendekati kajian masalah ini kembali pada batasan penutup wajah.
Wanita dilarang memakai cadar, burkah atau semacamnya, yang itu dianggap penutup wajah. [Al-Mughni, 6/477]
Sementara masker tidak termasuk benda penutup wajah. Karena itu, jika wanita tidak berjilbab yang memakai masker, masyarakat tidak menganggapnya menutup wajahnya.