BOLEHKAH SALING MENDOAKAN DAN MEMBERI SELAMAT TAHUN BARU MASEHI?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BOLEHKAH SALING MENDOAKAN DAN MEMBERI SELAMAT TAHUN BARU MASEHI?
Berikut ini adalah pernyataan yang kurang tepat:
“Daripada kumpul-kumpul malam Tahun Baru untuk bakar kembang api dan niup terompet seperti orang Yahudi, mendingan malam Tahun Baru kita berkumpul buat pengajian dan saling mendoakan.”
“Saya ikut Tahun Baru sekadar formalitas aja kok. Gak enak ama temen. Gak niat merayakannya juga. Saya sudah tahu hukumnya”
Yang benar adalah, jalanilah malam Tahun Baru sebagaimana malam-malam biasanya. Tidak ada yang spesial di malam Tahun Baru. Tidak perlu membuat “saingan” berupa kegiatan Islami dalam rangka menyambut Tahun Baru. Intinya, tidak perlu membuat acara khusus dalam rangka menyambut Tahun Baru Masehi. Tidak perlu membuat majelis zikir atau pengajian dalam rangka Tahun Baru. Karena jelas Tahun Baru Masehi BUKAN perayaan kaum Muslimin, dan jelas itu adalah perayaan non-Muslim, serta memiliki sejarah yang terkait dengan agama kuno Romawi.
Sebagaimana disebutkan dalam buku “The World Book Encyclopedia” vol.14 hal. 237 dijelaskan: “Semenjak abad ke 46 SM, raja Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun. Orang Romawi memersembahkan hari 1 Januari kepada Janus, dewa segala gerbang pintu-pintu dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menghadap ke (masa) depan, dan satu wajah lagi menghadap ke (masa) lalu”.
Jelas Tahun Baru Masehi bukanlah bagian dalam Islam, dan jangan sampai kita ikut-ikutan menyerupai mereka. Karena jika kita ikut-ikutan menyerupai mereka, maka kita bisa dihukumi bagian dari mereka. Tidak perlu menjadikan momen Tahun Baru untuk ajang saling mendoakan tau membuat majelis “pengajian” khusus untuk menyambutnya. Atau sekadar basa-basi, walapun tidak berniat merayakannya.
Berikut pertanyaan yang diajukan kepada syaikh Muhammad Al-Munajjid hafidzahullah: “Bolehkah bagi kaum Muslimin saling memberikan ucapan selamat dan mendoakan pada saat momen Tahun Baru Masehi? Tentunya mereka tidak berniat/bermaksud untuk merayakannya.“
Beliau menjawab:
“Tidak boleh bagi kaum Muslimin saling memberikan ucapan selamat Tahun Baru Masehi, tidak boleh juga mereka merayakannya. Karena kedua perbuatan tersebut termasuk bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, sedangkan kita dilarang melakukan hal itu. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” [HR. Abu Daud no. 4031, disahihkan oleh Al Albani]
Memberikan ucapan selamat yang terkait dengan suatu hari yang berulang tiap tahunnya termasuk dalam makna merayakannya, dan menjadikan hari tersebut sebagai hari raya, dan ini juga terlarang. Wallahu a’lam. [Sumber: http://islamqa.info/ar/177460]
Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair hafizhahullah ditanya mengenai berdoa dan ucapan selamat Tahun Baru, beliau menjelaskan, bahwa doa itu boleh kapan saja (doa mutlak), tetapi sebaiknya tidak dikaitkan dengan perayaan-perayaan hari raya tertentu seperti Tahun Baru. Beliau berkata:
“Doa untuk saudara Muslim bisa dengan doa mutlak. Seorang Muslim tidak menjadikannya ibadah (khusus) terkait dengan hari raya tertentu.” [Sumber: http://www.saaid.net/mktarat/nihat/13.htm]
Sebagai seorang Muslim hendaknya kita TIDAK ikut-ikutan setelah tahu sejarah dan hakikat perayaan Tahun Baru. Janganlah kita mengikuti perayaan dan hal-hal yang jelek dari Yahudi dan Nasrani, karena ini sudah diperingatkan oleh Nabi ﷺ, bahwa akan banyak kaum Muslimin yang mengikuti mereka, walapun sampai ke perkara yang buruk dan bisa merusak agama kaum Muslimin.
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah ﷺ: “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau ﷺ menjawab: “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ [HR. Bukhari no. 7319]
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta, sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau ﷺ menjawab: “Lantas siapa lagi?” [HR. Muslim no. 2669]