Jika orang tua mengambil harta anak, maka tidak boleh bagi anak untuk menuntut orang tuanya agar mengembalikannya. Jika ternyata orang tua mengembalikannya, maka alhamdulillah. Namun jika tidak mengembalikan harta tersebut, maka itulah hak orang tua.
عن عائشة عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال ” ولد الرجل من كسبه من أطيب كسبه فكلوا من أموالهم “
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
“Anak seseorang itu termasuk jerih payah orang tersebut, bahkan termasuk jerih payahnya yang paling bernilai. Maka makanlah sebagian harta anak.” [HR. Abu Daud, no.3529 dan dinilai sahih oleh Al-Albani]
إن من أطيب ما أكل الرجل من كسبه وولده من كسبه
Nabi ﷺ bersabda: “Seenak-enak makanan yang dimakan oleh seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri, dan anak seseorang adalah termasuk jerih payahnya.” [HR. Abu Daud, no. 3528 dan dinilai sahih oleh Al-Albani]
عن جابر بن عبد الله أن رجلا قال يا رسول الله إن لي مالا وولدا. وإن أبي يريد أن يجتاح مالي. فقال: ( أنت ومالك لأبيك )
Dari Jabir bin Abdillah, ada seorang berkata kepada Rasulullah ﷺ: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak namun ayahku ingin mengambil habis hartaku.” Rasulullah ﷺ bersabda: “Engkau dan semua hartamu adal,ah milik ayahmu.” [HR. Ibnu Majah, no. 2291, dinilai sahih oleh Al-Albani]
Hadis ini menunjukkan, bahwa sang anak dalam hal ini sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki anak. Meski demikian, Nabi ﷺ tetap mengatakan “Semua hartamu adalah milik ayahmu.”
عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال إن أبي اجتاح مالي. فقال:( أنت ومالك لأبيك ) وقال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( إن أولادكم من أطيب كسبكم . فكلوا من أموالهم )
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakek ayahnya yaitu Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash, ada seorang yang menemui Nabi ﷺ lalu mengatakan: “Sesungguhnya ayahku itu mengambil semua hartaku.” Nabi ﷺ bersabda: “Engkau dan semua hartamu adalah milik ayahmu.” Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk jerih payah kalian yang paling berharga. Makanlah sebagian harta mereka.” [HR. Ibnu Majah, no. 2292, dinilai sahih oleh Al-Albani]
Perlu diketahui, bahwa kebolehan orang tua untuk mengambil harta milik anak, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak itu memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Tidak memberikan mudharat bagi sang anak, dan tidak mengambil harta yang berkaitan dengan kebutuhan sang anak.
2. Tidak mengambil harta anaknya, kemudian diberikan kepada anaknya yang lain.
3. Orang tua tidak menghambur-hamburkan harta tersebut, dan tidak berbuat mubadzir (mubadzir adalah membelanjakan harta dalam hal yang tidak jelas manfaatnya dari sisi dunia atau pun dari sisi agama).
4. Orang tua membutuhkan atau berhajat dengan harta anaknya yang dia ambil.
عن عائشة-رضي الله عنها- قالت :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
إنّ أولادكم هبة الله لكم “يهب لمن يشاء إناثا ويهب لمن يشاء الذكور”فهم وأموالهم لكم إذا احتجتم إليها
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya anak-anak kalian adalah pemberian Allah kepada kalian, sebagaimana firman Allah yang artinya: ‘Dia memberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki anak perempuan, dan Dia memberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki anak laki-laki.” [QS. Asy-Syura: 49]. Oleh karena itu, maka mereka dan harta mereka adalah hak kalian, jika kalian membutuhkannya.” [Shahih, Silsilah Shahihah, no.2564]
Ketika menjelaskan hadis di atas Al-Albani mengatakan: “Hadis di atas memuat hukum fikih penting yang boleh jadi tidak Anda jumpai dalam hadis yang lain. Hadis ini adalah penjelasan untuk hadis yang terkenal, ‘Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu‘ -sebuah hadis yang terdapat dalam Irwaul Ghalil, no.838- tidaklah berlaku mutlak sehingga orang tua boleh mengambil harta anaknya semaunya. Ini tidak benar. Orang tua hanya boleh mengambil harta anaknya yang memang dia butuhkan.”
Perlu juga diketahui, bahwa bahwa orang tua diperkenankan untuk meralat, alias tidak jadi memberikan apa yang dia janjikan untuk dia berikan kepada anaknya, sebagaimana dalam hadis berikut ini:
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari Thawus dari Ibnu Abbas, Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah halal bagi seseorang yang memberikan pemberian kepada orang lain untuk menarik kembali pemberiannya, kecuali pemberian orang tua kepada anaknya. Permisalan orang yang memberi pemberian kemudian menarik kembali pemberiannya adalah bagaikan seekor anjing yang makan sampai kenyang lalu muntah, kemudian menjilat kembali muntahannya.” [HR. Nasai, no. 3690 dan dinilai sahih oleh Al-Albani]
Hadis di atas menunjukkan bahwa “Pemberian yang haram untuk ditarik kembali adalah pemberian kepada selain anak.” [Bahjah an Nazhirin, karya Salim al Hilali jilid:3 Hal.123, terbitan Dar Ibnul Jauzi cet kedelapan 1425 H]
Jika pemberian yang sudah diserahkan orang tua kepada anaknya boleh diralat alias ditarik kembali, maka terlebih lagi jika pemberian tersebut baru sekadar janji. Tentu lebih boleh lagi untuk diralat.