BOLEHKAH MEMBERITAHUKAN AMAL SALEH KEPADA ORANG LAIN?
Bismillah
BOLEHKAH MEMBERITAHUKAN AMAL SALEH KEPADA ORANG LAIN?
>> Fatwa Syaikh Muhammad Saleh Al-Munajjid hafizhahullah
Soal:
Saya adalah orang yang sudah menikah. Ketika saya melakukan suatu amal saleh, seperti sedekah atau membantu orang lain, saya berkeinginan memberitahukan amal itu kepada istri saya untuk mendorongnya agar dia melakukan amal semacam itu. Apakah hal ini diperbolehkan? Ataukah dengan sikap ini justru saya dikatakan merusak pahala dan termasuk melakukan riya (memperlihatkan amal agar dipuji)?
Jawaban:
Alhamdulillah. Setiap kali amal seorang hamba dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka hal itu lebih dekat kepada keikhlasan dan semakin jauh dari penyakit hati berupa riya’ (memperlihatkan amal supaya dipuji), sum’ah (memperdengarkan suara dalam beramal saleh agar dipuji), dan mencari kedudukan/jabatan dan penyakit yang semisalnya.
Imam Al-Bukhari rahimahullah di dalam kitab shahihnya berkata, “Bab: Sedekah yang Dilakukan Secara Sembunyi-Sembunyi. Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi ﷺ (bersabda):
”Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian” [QS. Al-Baqarah: 271]
Ath -Thabarani meriwayatkan dalam “Al-Kabir (1018)”, dari Bahz bin Hakim dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi ﷺ bersabda:
إن صدقة السر تطفئ غضب الرب
“Sesungguhnya sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi memadamkan murka Ar-Rabb (Allah)” [Syaikh Al-Albani menshahihkan Hadis ini dalam “Ash-Shahihah 1908”]
Imam At-Tirmidzi (2919) meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang membaca Alquran dengan suara keras seperti orang yang menampakkan sedekah, dan orang yang membaca Alquran dengan suara pelan seperti orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi.”
Hadis ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani dalam Shahih At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata:
“Makna hadis ini adalah orang yang memelankan suara dalam membaca Alquran lebih utama daripada orang yang mengeraskan suara dalam membaca Alquran, karena sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi lebih utama dari sedekah yang dilakukan secara terang-terangan. Demikian kesimpulan ulama.”
Ulama menjelaskan maksud hal itu adalah agar seseorang yang melakukan amal saleh aman dari penyakit ujub (membanggakan amal), karena orang yang menyembunyikan amal tidak terlalu khawatir terhadap serangan ujub, beda jika ia menampakannya, ketika itu penyakit tersebut lebih dikhawatirkan menyerangnya. Namun, selama ada maslahat syari dalam menampakkan amal saleh, seperti agar dicontoh oleh orang lain dan mendorong mereka untuk melakukan kebaikan, serta bersih dari riya dan mencari popularitas, maka tidak mengapa dikeraskan/dinampakkan (amal saleh tersebut).
”Jika kalian menampakkan sedekah(kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian” [QS. Al-Baqarah: 271]
Di dalam ayat ini terdapat petunjuk, bahwa menyembunyikan sedekah lebih utama daripada menampakkannya, karena lebih jauh dari riya. Kecuali jika ada maslahat yang kuat, yaitu orang-orang mengikutinya, maka menampakannya lebih utama, jika ditinjau dari sudut pandang ini. Dan hukum asalnya adalah menyembunyikan lebih utama, berdasarkan ayat ini [Tafsir Ibnu Katsir 1/701]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Al-Fath 11/337:
“Terkadang disunnahkan menampakkannya, yaitu amal saleh, bagi orang yang menjadi panutan, jika tujuannya untuk ditiru, dan hal itu diukur sesuai dengan kebutuhan. Ibnu ‘Abdis Salam berkata: ‘Dikecualikan dari hukum sunnahnya menyembunyikan amal adalah bagi orang yang menampakkannya dengan niat agar dicontoh, atau agar bisa diambil manfaatnya, seperti penulisan masalah ilmiyyah. Ath-Thabari, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud dan sekelompok Salafush Saleh berkata: ‘Salat malam di masjid-masjid mereka, dan menampakkan amal saleh mereka dengan niat agar dicontoh.’ Beliau berkata: ‘Barang siapa menjadi imam (pemimpin) yang perbuatannya menjadi tauladan, ia pun mengetahui hak Allah atas dirinya dan mampu menaklukkan setannya, maka bagi dia sama kedudukannya antara amal yang ditampakkan dengan yang disembunyikan karena kebaikan niatnya. Adapun bagi orang yang bertipe kebalikannya, maka menyembunyikan amal lebih utama baginya. Atas prinsip inilah Salafush Saleh melakukan amal saleh”.
Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah berkata: “Di dalam MENYEMBUNYIKAN amal saleh ada faidah keikhlasan dan selamat dari riya. Dan di dalam MENAMPAKKANNYA ada faidah menjadi suri tauladan dan penyemangat manusia untuk berbuat baik, akan tetapi TERANCAM serangan riya. Dan Allah memuji kedua sikap ini. Allah ﷻ berfirman:
”Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian.” [QS. Al-Baqarah: 271]
Namun Dia memuji sikap menyembunyikan amal karena bisa selamat dari perusak amal yang besar tersebut, sedangkan sedikit orang yang bisa selamat darinya. Terkadang sikap menampakkan amal adalah sesuatu yang terpuji, ketika memang tidak bisa disembunyikan, seperti jihad, haji, salat Jumat, dan salat jamaah. Maka bentuk menampakkan amal-amal tersebut adalah dengan bersegera melakukannya, dan menampakkan keinginan melakukannya dengan tujuan menyemangati (orang lain), dengan syarat tidak terkotori kotoran riya.
Kesimpulan, selama suatu amal saleh itu bersih dari kotoran-kotoran tersebut dan menampakkanya tidak sampai mengganggu orang lain, serta memang mendorong manusia untuk mencontoh dan mengikuti perbuatan yang baik tersebut hingga mereka pun bersegera melakukannya, dan hal ini disebabkan karena kedudukan pelakunya adalah sebagai ulama atau orang-orang yang saleh yang mampu menggerakkan mereka untuk mencontohnya, maka sikap menampakkan amal ketika itu adalah sesuatu yang lebih utama, karena hal itu merupakan kedudukan para Nabi ﷺ dan ulama pewaris mereka. Sedangkan tidaklah mereka dikhususkan kecuali dengan sesuatu yang sempurna, dan karena juga manfaatnya meluas untuk orang lain, serta berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
“Barang siapa yang memulai mengamalkan suatu amal saleh dan manusia mencontohnya, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai Hari Kiamat. Jika tidak terpenuhi syarat tersebut di atas,,maka sikap menyembunyikan amal itu lebih utama.” [Az-Zawajir: 1/118]
Berkata Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah:
“Termasuk kesempurnaan ikhlas adalah seseorang bersemangat agar tidak ada orang yang melihat ibadahnya, dan agar ibadahnya kepada Rabbnya tidak diketahui manusia. Kecuali jika menampakkannya ada kemaslahatan bagi kaum muslimin atau bagi Islam, seperti jika seseorang itu statusnya sebagai pemimpin yang diikuti, dan ia ingin menunjukkan ibadahnya kepada manusia agar mereka mengambilnya sebagai contoh bagaimana melakukan ibadah tersebut, atau ia menampakkan ibadah dengan tujuan ingin dicontoh oleh teman, pengiring, dan sahabat-sahabatnya, maka dalam hal ini ada kebaikan. Maslahat-maslahat yang memang layak untuk dipilih tersebut terkadang lebih utama dan lebih tinggi dari maslahat menyembunyikan amal. Oleh karena itulah Allah ﷻ memuji orang-orang yang berinfak dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan juga.
Jika memang sembunyi-sembunyi itu lebih maslahat, lebih bermanfaat bagi hati, dan lebih khusyu, serta lebih bisa kembali kepada Allah, maka mereka menyembunyikannya. Sedangkan jika menampakkan amal ada maslahatnya bagi Islam dalam bentuk nampak semarak syariat-Nya (diterapkan), dan bagi kaum muslimin bisa mencontohnya, maka mereka akan menampakkannya. Seorang mukmin hendaklah melihat apa yang paling bermanfaat (baginya). Kapan saja sesuatu itu lebih bermaslahat dan lebih bermanfaat pengaruhnya dalam peribadatan, maka hal itu lebih sempurna dan lebih utama.” [Majmu’ Fatawa dan Risalah Ibnul ‘Utsaimin: 3/165]
Dan berdasarkan hal inilah maka tidak mengapa Anda memberitahu istri Anda tentang sebagian amal saleh Anda, hingga Anda bisa mendorongnya untuk mencontoh Anda dan bersungguh-sungguhlah dalam mengikhlaskan amal untuk Allah Taala saja dan membersihkannya dari riya.