فالاحتفالُ بميلاد النبي صلى الله عليه وسلم ، فيه تشبُّه بالاحتفال بميلاد المسيح عيسى بنِ مريمَ عليه السلام ، ويقيمه المبتدعة على اعتبار أن محمدًا صلى الله عليه وسلم أجدرُ وأولى بالتكريم من عيسى -عليه السلام – ، وفيه تُنشَدُ القصائدُ في مَدْحِ النبي صلى الله عليه وسلم وإطرائه ، مع ورود نهيه بقوله: « لاَ تُطْرُونِي ، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ ، وَرَسُولُهُ » ، فجَمَعوا بين سيئتين: التشبه بالكفار والتشبه في الإطراء
“Memeringati hari kelahiran Nabi ﷺ padanya terdapat tasyabbuh (penyerupaan) dengan peringatan hari kelahirannya Al-Masih ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam.
Orang yang mengada-adakannya beralasan, bahwa Muhammad ﷺ lebih pantas dan lebih utama untuk dimuliakan daripada ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam. Padanya juga biasa dilantunkan qasidah-qasidah yang menyanjung dan memuji Nabi ﷺ dengan berlebihan. Padahal telah ada larangannya berdasarkan sabda beliau ﷺ sendiri:
‘Jangan kalian berlebihan memujiku, sebagaimana orang Nasrani memuji secara berlebihan kepada ‘Isa bin Maryam, karena aku hanyalah hamba-Nya. Maka katakanlah oleh kalian: “Hamba-Nya dan Rasul-Nya.’
Maka orang-orang yang mengada-adakan perayaan Maulid Nabi telah mengumpulkan dua kejelekan:
• Menyerupai orang-orang kafir, dan
• Menyerupai dalam hal memberikan pujian secara berlebihan.” [Bantahan yang kuat kepada Ar-Rifa’iy dan Sang Majhul dan Ibnu ‘Alawi, oleh Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri (hal: 87)]