بسم الله الرحمن الرحيم
#DakwahTauhid
#StopBid’ah
BID’AH YANG MENJURUS SYIRIK DALAM “METODE RUQYAH NARUTO”
Ucapan praktisinya:
“Untuk mengalahkan para Jinchuriki ini manusia membutuhkan para peruqyah yang menjadi RIKUDO SENNIN yang dapat menjinakkan para Bijuu Siluman Jin dan mengeluarkannya dari tubuh para Jinchuriki. Peruqyah Rikudo Sennin kadang memang harus bersusah payah bertarung dengan para Jinchuriki yang dalam keadaan kerasukan dan dalam kontrol Bijuu Siluman Jin.”
Juga ucapannya:
“Di alam nyata manusia, seorang peruqyah bertugas menyegel semua Bijuu Siluman Jin jahat yang ada di tubuh Jinchuriki dengan kekuatan energi Ruqyah yang dimilikinya semua, agar dapat menghambat rencana Dajjal menguasai manusia, untuk tunduk dalam perintahnya, sembari menunggu kedatangan Nabi Isa yang akan mengalahkan Juubi Dajjal.”
Tanggapan:
Ini adalah kalimat yang seharusnya dijauhi dalam pendidikan tauhid. Karena pada hakikatnya manusia sama sekali tidak membutuhkan para peruqyah dan tidak pula kepada siapa pun. Mereka hanya butuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyebutkan dalam Kitab At-Tauhid sebuah hadis:
أنه كان في زمن النبي – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- منافقٌ يؤذي المؤمنين. فقال بعضهم: قوموا بنا نستغيث برسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- من هذا المنافق. فقال النبي – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: إنه لا يستغاث بي، وإنما يستغاث بالله
“Bahwa pada zaman Nabi ﷺ ada seorang munafik yang menyakiti kaum Mukminin. Maka sebagian mereka berkata: Ayolah kita beristighatsah kepada Rasulullah ﷺ dari orang munafik ini. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Tidak boleh beristighatsah kepadaku. Hanyalah boleh beristighatsah kepada Allah.” [HR. Ath-Thobrani dari Ubadah bin Ash-Shomit radhiyallahu’anhu, lihat Al-Mulakhkhos fi Syarhi Kitab At-Tauhid, hal. 121]
Istighatsah artinya meminta tolong dari kesusahan. Dan menolong kaum Muslimin dari kezaliman kaum munafikin masih dalam batas kemampuan Rasulullah ﷺ. Akan tetapi demi menanamkan tauhid kepada mereka dan memuliakan Allah ‘azza wa jalla, maka beliau ﷺ melarang untuk menggunakan kalimat istighatsah dalam meminta pertolongan, kecuali hanya kepada Allah. Padahal ini terkait pertolongan yang masih dalam batas kemampuan manusia. Apalagi menghadapi setan, makhluk yang tak terlihat oleh manusia, dan tidak ada yang dapat melindungi kita darinya selain Allah ‘azza wa jalla.
Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah berkata:
والظاهر أن مراده صلى الله عليه وسلم إرشادهم إلى التأدب مع الله في الألفاظ، لأن استغاثتهم به صلى الله عليه وسلم من المنافق من الأمور التي يقدر عليها، إما بزجره أو تعزيره ونحو ذلك، فظهر أن المراد بذلك الإرشاد إلى حسن اللفظ والحماية منه صلى الله عليه وسلم لجناب التوحيد، وتعظيم الله تبارك وتعالى. فإذا كان هذا كلامه صلى الله عليه وسلم في الاستغاثة به فيما يقدر عليه، فكيف بالاستغاثة به أو بغيره في الأمور المهمة التي لا يقدر عليها أحد إلا الله كما هو جار على ألسنة كثير من الشعراء وغيرهم؟!
“Yang nampak jelas, bahwa maksud beliau ﷺ adalah membimbing mereka untuk beradab kepada Allah dalam memilih lafaz-lafaz yang diucapkan, karena istighatsah kepada Nabi ﷺ dari orang munafik masih dalam batas kemampuan beliau ﷺ, yaitu beliau ﷺ mampu melarangnya atau menghukumnya dan yang semisalnya. Namun beliau ﷺ tetap melarang ucapan tersebut. Maka jelaslah yang dimaksud adalah bimbingan untuk menggunakan lafaz yang baik, dan beliau ﷺ juga bermaksud melindungi tauhid dan mengagungkan Allah tabaraka wa ta’ala. Maka apabila beliau ﷺ melarang beristighatsah kepada beliau ﷺ dalam perkara yang beliau ﷺ masih mampu melakukannya, bagaimana lagi dengan istighatsah kepada beliau ﷺ atau selain beliau ﷺ dalam perkara-perkara genting, yang tidak mampu ditolong kecuali hanya oleh Allah, sebagaimana kalimat-kalimat yang sering diucapkan oleh para penyair dan selain mereka…?!” [Taisirul Azizil Hamid, hal. 199]
Inilah pendidikan tauhid Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ senantiasa membimbing umat untuk tawakkal kepada Allah ta’ala dan menjauhi kalimat-kalimat yang mengandung ketergantungan kepada makhluk dan mengandung syirik atau mengantarkan kepada syirik.
Keterangan:
Ini adalah tambahan keterangan, agar kita tidak salah paham, bahwa hal ini sama sekali tidak menafikan usaha peruqyah untuk menjadi sebab kesembuhan atau keluarnya jin dengan ruqyahnya. Sama sekali tidak menafikan usaha. Melainkan peringatan untuk tidak menggambarkan kepada manusia, bahwa peruqyah itulah yang punya kekuatan untuk menyembuhkan dan mengeluarkan jin, sehingga hati mereka bergantung kepadanya.
Sungguh jauh kalau dipahami, bahwa maksud poin pertama ini adalah menafikan usaha. Kalau demikian konsekuensinya, maka tatkala Rasulullah ﷺ melarang para sahabat beristighatsah kepada beliau ﷺ dan memerintahkan mereka beristighatsah hanya kepada Allah, berarti beliau ﷺ menafikan usaha. Padahal tidak demikian.
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memerkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan, apabila ia berdoa kepada-Nya? Dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi! Apakah ada Sesembahan yang lain bersama Allah? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” [An-Naml: 62]
Allah ta’ala berfirman tentang ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku.” [Asy-Syu’ara: 80]
Oleh karena itu Rasulullah ﷺ membaca ketika meruqyah:
أَذْهِبِ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ بِيَدِكَ الشِّفَاءُ لاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ أَنْتَ
Adzhibil ba’sa Robban Naasi, bi yadikasy syifaau, laa kaasyifa lahu illaa Anta.
Artinya:
Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb manusia. Di tangan-Mu kesembuhan. Tidak ada yang dapat menyembuhkannya kecuali Engkau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]
Adapun menggambarkan kepada orang lain, bahwa peruqyah memiliki keistimewaan khusus untuk melawan jin, maka itu sama dengan modus para dukun dan tukang sihir, agar manusia terfitnah dengan mereka. Yaitu mengultuskan mereka dan menghormati mereka secara berlebihan, hingga menyekutukan mereka dengan Allah ta’ala tanpa sadar.
Maka sadarlah, ketika kita meruqyah dan jinnya bertaubat, dan keluar dari tubuh pasien, bukan karena kita sudah punya kemampuan untuk menjinakkan jin atau mengalahkannya. Melainkan semata-mata pertolongan Allah jalla wa ‘ala, yang hanya Allah berikan, kapan Dia kehendaki.
Mengapa ‘Selalu menang’ merupakan indikasi kuat terjerumusnya peruqyah dalam sihir?
Karena Allah jalla wa ‘ala menolong hamba-Nya kapan Dia menghendaki. Jika seseorang meruqyah dan selalu berhasil, seakan-akan kehendak Allah selalu mengikuti kehendaknya, dan tentunya itu tidak mungkin.
Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:
قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ، قَالَ: جَعَلْتَ لِلَّهِ نِدًّا، مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ
“Seseorang berkata kepada Nabi ﷺ: Sesuai kehendak Allah dan kehendakmu. Maka beliau ﷺ bersabda: Engkau telah menjadikan aku sekutu bagi Allah, (ucapkanlah) sesuai kehendak Allah yang satu saja.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod, Ash-Shahihah: 138]
Inilah beberapa penyimpangan metode ruqyah yang termasuk kategori mengada-ada dan bid’ah yang menjurus kepada syirik:
– Penentuan amalan atau bacaan teknik membuka penyamaran jin.
– Penentuan amalan atau bacaan teknik menarik jin secara paksa.
– Penentuan amalan atau bacaan mengunci pergerakan jin.
– Penentuan amalan atau bacaan membakar jin.
– Penentuan amalan atau bacaan menyerang balik para penyihir.
– Penentuan amalan atau bacaan memanggil jin.
– Penentuan amalan atau bacaan menyembelih jin, dan tidak jarang sang “peruqyah” bergaya sok tahu seakan-akan jinnya sedang terbakar, sedang disembelih, sedang terkunci dan seterusnya, yang sangat mirip dengan gaya dukun.
– Menjual air atau herbal ruqyah.
– Teknik membantu pasien melihat wujud asli jin yang sebenarnya. Ini jelas batil, bertentangan dengan firman Allah ta’ala:
يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari Surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memerlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya, melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” [Al-A’raf: 27]
Tidak lain semua itu akibat tipuan setan terhadap orang yang sibuk meruqyah dan lupa mendalami ilmu yang shahih. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وَبِأَنَّ الشَّيْطَانَ مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يَكْذِبَ وَأَنَّهُ قَدْ يَتَصَوَّرُ بِبَعْضِ الصُّوَرِ فَتُمْكِنُ رُؤْيَتُهُ وَأَنَّ قَوْلَهُ تَعَالَى إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا ترونهم مَخْصُوصٌ بِمَا إِذَا كَانَ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِي خُلِقَ عَلَيْهَا
“Dan bahwa setan adalah makhluk yang termasuk sifat utamanya adalah berdusta, dan bahwa ia mungkin menyamar dalam berbagai rupa, sehingga mungkin melihatnya ketika itu. Adapun maksud firman Allah ta’ala: “Sesungguhnya ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka”, dikhususkan dalam bentuk aslinya.” [Fathul Baari, 4/489]
– Seorang peruqyah bertugas menyegel jin.
– Memiliki kekuatan ‘energi’ ruqyah.
– Bertugas menghambat rencana Dajjal menguasai manusia sembari menunggu kedatangan Nabi Isa ‘alaihissalam.
Ini semua mengada-ada dalam agama dan khayalan kosong belaka. Mungkin akibat menonton film Naruto. Tugas orang yang meruqyah hanyalah meruqyah dengan cara yang sesuai ketentuan syariat, dan hasil kesembuhannya serahkan kepada Allah ‘azza wa jalla.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada padanya, maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Dalam riwayat Muslim:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Ammaa ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (ﷺ) dan seburuk-buruk urusan adalah perkara baru (dalam agama) dan semua perkara baru (dalam agama) itu sesat.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]
Meruqyah adalah amal saleh, bukan acara hiburan, bukan bisnis atau profesi. Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata:
لَدَغَتْ رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ وَنَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرْقِى قَالَ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Seseorang dari kami pernah disengat oleh kalajengking, dan ketika itu kami sedang bermajelis bersama Rasulullah ﷺ. Maka berkatalah seseorang: Wahai Rasulullah, bolehkah aku meruqyah. Beliau ﷺ bersabda: Barang siapa diantara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia lakukan.” [HR. Muslim]
Tapi hendaklah dilakukan sesuai bimbingan para ulama. Jangan mengada-ada dan membuka pintu-pintu fitnah (bencana) kesyirikan. Menolak kemudaratan didahulukan daripada meraih kemanfaatan. Dan jangan sampai melalaikan dari menuntut ilmu, karena orang yang bodoh terhadap ilmu agama sangat mudah ditipu setan.
Penulis: Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah
Berikut beberapa link terkait ruqyah semoga dapat menjadi nasihat bagi kaum Muslimin:
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…