Allah ﷻ dengan kasih sayang, kesempurnaan, dan keadilan-Nya mengaruniakan kepada setiap manusia fu’ad (hati/akal), yang dengannya kita dapat berfikir, menganalisis, merenungkan, menerima hal baik, menolak yang buruk, bersimpati, berempati, dan yang lainnya, sehingga manusia menjadi mahluk yang mulia dan berakal. Kita wajib bersyukur akan hal ini.
“Dan (ingatlah), hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Alquran, ketika Alquran itu telah datang kepadaku.” Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” [QS. Al-Furqan: 27-29]
2. Tutup dari Masa Lalu yang Kelam
Masa yang lalu biarlah ia berlalu.
Tak ada gunanya terpuruk dengan kesedihan berkepanjangan.
Demikian pula dengan kenangan pahit,
Sudahlah… Saatnya TUTUP pintu itu rapat-rapat.
Jangan merasa gagal atas menggunungnya kesalahan yang sudah kita lakukan. Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi teruslah berharap agar Allah terus memberikan kita waktu untuk berusaha mengubah apa yang ada di hadapan kita, untuk menjadi lebih baik.
Hadis di bawah ini sangat memotivasi kita untuk bersemangat berbuat yang makruf, dan memerbaiki kesalahan di masa lalu:
“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia menuliskan di sisinya di atas Arsy-Nya: Sesungguhnya kasih sayang-Ku mendahului kemurkaan-Ku.” [HR. Al-Bukhari no. 7015) dan Muslim no. 2751 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke Neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara Timur dan Barat.” [HR. Muslim]
4. Tutup dari Perkara Syubhat dan Keharaman
Jangan ragu untuk MENUTUP PINTU yang satu ini. Kita tidak boleh sekehendak hati memilih mana perkara yang kita sukai saja, padahal kenyataannya hukumnya samar, bahkan haram. BERHATI-HATILAH!
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan:
“Jika perkaranya syubhat (samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran, karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.” [Fathul Bari (4: 291)]
Semoga faidah yang sederhana ini membawa banyak manfaat.