بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BERKEINGINAN ATAU BERNIAT BATAL PUASA
Ada pekerja berat atau orang dalam perjalanan, karena beratnya pekerjaan atau beratnya perjalanan, maka dia berkeinginan atau berniat membatalkan puasanya, maka batallah puasanya, dan dia mesti mengqadha puasanya.
Disebutkan dalam Al Fiqh Al-Muyassar tentang pembatal-pembatal puasa, salah satunya adalah niat batal.
“فمن نوى الفطر قبل وقت الإفطار وهو صائم، بطل صومه، وإن لم يتناول مفطراً، فإن النية أحد ركني الصيام، فإذا نقضها قاصداً الفطر، ومتعمداً له، انتقض صيامه.”
“Barang siapa berniat berbuka sebelum waktu berbuka, sedangkan dia dalam keadaan puasa, batalah puasanya, walaupun dia belum memakan sesuatu yang membatalkannya. Karena sesungguhnya niat itu salah satu Rukun Puasa. Maka jika dia membatalkan niat dengan bermaksud untuk berbuka dan dilakukan dengan sengaja, maka puasanya menjadi batal.” [Al Fiqh Al-Muyassar]
Tetapi jika dia mengatakan: “Apabila saya mendapatkan air saya akan meminumnya, dan jika tidak ada air maka saya akan tetap berpuasa”, ternyata ia tidak mendapatkan air, maka puasanya tetap sah.
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
“سئل الشيخ ابن عثيمين رحمه الله : رجل مسافر وصائم في رمضان ، نوى الفطر ثم لم يجد ما يفطر به ، ثم عدل عن نيته وأكمل الصوم إلى المغرب فما صحة صومه ؟
“Ada seseorang yang melakukan safar dalam kondisi berpuasa pada bulan Ramadan. Ia telah berniat untuk membatalkan puasa, lalu ia tidak mendapatkan makanan untuk dimakan. Kemudian ia mengubah lagi niatnya, dan melanjutkan puasanya sampai Magrib, maka bagaimanakah status puasanya?”
فأجاب : ” صومه غير صحيح ، ويجب عليه القضاء ؛ لأنه عندما نوى الفطر أفطر ، أما لو قال : إن وجدت ماءً شربت وإلا فأنا على صومي ، ولم يجد الماء ، فهذا صومه صحيح ؛ لأنه لم يقطع النية ولكنه علّق الفطر على وجود الشيء ، ولم يوجد الشيء فبقي على نيته الأولى.
فقال السائل : كيف نرد على من يقول : إنه لم يقل أحد من العلماء : إن النية من المفطرات ؟ فأجاب : نقول للذي قال هذا : إنه لا يَعْرف عن كتب أهل العلم شيئاً – كتب أهل العلم في الفقه والمختصرات – ففي “زاد المستقنع” يقول : ومن نوى الإفطار أفطر. وأنا يا إخواني أحذركم من غير العلماء الراسخين المعروفين بالتقدم في العلم ، وأحذركم منهم إذا قالوا ، لا أعلم قائلاً بذلك ، أو لم يقل أحد بذلك ؛ لأنهم قد يكونون صادقين ؛ لأنهم لا يعرفون كتب أهل العلم ولم يطالعوها ، ولا يعرفون عنها شيئاً ، ثم لو فرضنا أنه لم يوجد في كتب أهل العلم أليس النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (إنما الأعمال بالنيات)؟ بلى ، قال ذلك ، فإذا كان يقول : (إنما الأعمال بالنيات) وهذا الرجل نوى الإفطار هل يفطر ؟ نعم ، يفطر ” انتهى من “لقاء الباب المفتوح” (29/20).
Beliau rahimahullah menjawab:
“Puasanya tidak sah dan wajib mengqadhanya, karena saat ia telah berniat untuk membatalkan, maka puasanya menjadi batal. Adapun jika ia mengatakan: “Jika saya mendapatkan air saya akan meminumnya, dan jika tidak ada air maka saya akan tetap berpuasa, ternyata ia tidak mendapatkan air, maka puasanya tetap sah, karena ia tidak memutus niatnya, akan tetapi ia mengaitkan pembatalan puasanya pada keberadaan sesuatu. Dan sesuatu tersebut ternyata tidak ada, maka ia tetap pada niatnya yang pertama.”
Ada seorang penanya berkata: “Bagaimana caranya menjawab orang yang berkata: “Bahwa tidak ada seorang pun dari para ulama, bahwa niat termasuk yang membatalkan puasa?”, maka beliau menjawab:
“Kami katakan kepada orang yang berkata demikian: “Dia ini termasuk orang yang tidak mengetahui kitab-kitab para ulama, kitab-kitab para ulama yang dalam fikih dan ringkasan-ringkasan, di dalam Zaad Al Mustaqni’ disebutkan:
“Barang siapa yang berniat untuk membatalkan puasanya, maka puasanya batal.” Maka wahai saudaraku, saya peringatkan kalian dari orang yang bukan sebagai ulama yang kuat dan dikenal unggul dalam ilmu, saya peringatkan kalian dari mereka jika mereka mengatakan: “Saya tidak tahu ada orang yang berkata demikian, atau tidak seorang pun berkata demikian.” Karena bisa jadi mereka jujur karena mereka tidak tahu kitab-kitab para ulama dan tidak membacanya, dan tidak mengetahui apa-apa terkait hal tersebut. Kemudian jika kita anggap bahwa memang tidak ada di dalam kitab-kitab para ulama, tidakkah Nabi ﷺ bersabda:
“Sungguh amal itu bergantung dengan niatnya.”
Ya, beliau bersabda demikian. Dan jika beliau bersabda demikian dan orang tersebut telah berniat untuk membatalkan puasanya, apakah puasanya batal? Ya, batal puasanya.” [Liqa Al Bab Al Maftuh: 20/29]. Sumber: Al Islam Sual Wa Jawab.
Oleh: AFM (Abu Fadhel – copas dari dari berbagai sumber)
Sumber: https://www.facebook.com/photo/?fbid=2151225451883377&set=a.278327809173160
══════
Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Leave A Comment