Jika Anda diminta memilih, antara bersahabat dengan orang berilmu tapi tidak punya adab, dengan orang yang pas-pasan dalam keilmuan, tapi beradab, Anda akan lebih nyaman bersama siapa?
Kita sama, karena jiwa kita lebih nyaman berteman dengan orang baik adabnya, walaupun pas-pasan ilmunya.
Siapa yang nyaman berteman dengan orang pintar tapi pembohong, pintar tapi tidak amanah, pintar tapi egois, pintar tapi culas, atau pintar tapi jago korupsi? Semua tidak nyaman berteman dengan orang yang seperti ini.
Ilmu yang ada pada orang yang tak beradab, menjadi tertutupi oleh gelapnya adabnya. Sehingga ilmu tak lagi membuatnya bersinar, dan tak lagi mengangkatnya. Tak ada artinya ilmu tanpa adab yang baik. Bisa dikatakan, hasil dari ilmu adalah adab dan akhlak yang baik. Ilmu seseorang bisa disebut tak bermanfaat, saat tak dapat membuatnya berakhlak baik.
Benar apa yang dipesankan Makhlad bin Husain kepada Ibnul Mubarok:
نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من العلم
“Kita lebih butuh pada banyak adab daripada banyak ilmu.”
Seorang pujangga Arab membuat syair:
والمرء لا يسمو بغير الأدب
وإن يكن ذا حسب و نسب
“Seorang tak akan bisa mulia tanpa adab.
Meski dia memiliki kedudukan dan berdarah bangsawan.”
Di samping itu, ilmu yang benar-benar berkah dan manfaat itu tak akan berkenan bersemayam di dalam hati orang yang tak punya adab. Jika benar ada ilmu yang ada padanya, itu hanya sebatas wawasan, bukan ilmu yang sebenarnya. Karena ilmu yang berkah akan membentuk karakter yang mulia pada diri pembawanya.
Yusuf bin Husain pernah mengatakan:
بالأدب تفهم العلم
“Hanya dengan adab, Anda akan memahami ilmu.”
Seorang guru, sebelum dia mengajarkan ilmunya, akan melihat mana murid yang layak ia berikan ilmunya. Ukuran kelayakan itu adalah: adab.
Dan guru akan lebih ikhlas mengajarkan ilmu, kepada murid yang beradab baik kepadanya. Sehingga ini menjadi wasilah keberkahan ilmu yang didapatkan oleh sang murid.
Oleh karenanya, para Salafus Shalih dahulu sangat perhatian kepada adab, sebanding dengan besarnya perhatian mereka terhadap ilmu. Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan:
كانوا يتعلمون الهدى كما يتعلمون العلم
“Para ulama dahulu, mereka belajar adab sebagaimana mereka memelajari ilmu.”
Bahkan mereka lebih mendahulukan penanaman adab sebelum penanaman ilmu. Imam Malik rahimahullah pernah memberi nasihat kepada anak muda dari suku Quraisy:
يا ابن أخي تعلم الأدب قبل أن تعلم العلم
“Wahai saudaraku, belajarlah adab sebelum belajar ilmu.”
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Madarijus Salikin menekankan tentang pentingnya adab bagi pelajar atau penuntut ilmu:
أدب المرأ عنوان سعادته وفلاحه, وقلة أدبه عنوان شقاوته وبواره, فما استجلب خير الدنيا والآخرة بمثل الأدب, ولا استجلب حرمانهما بمثل قلة الأدب
“Adab seseorang adalah tanda kesuksesan dan kebahagiaannya. Kurang adab adalah tanda kegagalan dan kesedihan. Tak ada karunia yang paling bisa mendatangkan kebaikan dunia dan Akhirat, melebihi adab. Dan tak ada musibah yang paling bisa menghalangi seorang dari kebaikan dunia dan Akhirat, melebihi kurangnya adab.” [Madarijus Salikin]
Referensi:
Khulashoh Ta’dhimil Ilmi, cet. pertama, th. 1432 H / 2011 M. Karya Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Hamd Al-‘Ushaimi -hafidzahullah-