Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya: Ketika seseorang masuk, sementara kami sedang duduk di suatu majelis, para hadirin berdiri untuknya, tapi saya tidak ikut berdiri. Haruskah saya ikut berdiri? Dan apakah orang-orang itu berdosa?
Jawaban:
Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang. Hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya. Lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian itu termasuk kesempurnaan etika. Nabi ﷺ pernah berdiri untuk menyambut Fathimah. Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau ﷺ. [Hadis Riwayat Abu Daud dalam Al-Adab 5217, At-Tirmidzi dalam Al-Manaqib 3871]
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga berdiri untuk menyambut Sa’ad bin Mu’adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa’ad tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah. Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi ﷺ ketika Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu datang setelah Allah menerima tobatnya. Hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali [Hadis Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Maghazi 4418, Muslim dalam At-Taubah 2769]. (Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi ﷺ dan beliau tidak mengingkarinya). Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible.
Adapun yang mungkar adalah BEDIRI UNTUK PENGAGUNGAN. Namun bila sekadar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya, atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyariatkan. Sedangkan berdirinya orang-orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekadar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal itu TIDAK layak dilakukan. Yang buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya, tapi dalam rangka mengagungkannya.
Berdiri Untuk Seseorang Ada Tiga Macam:
Pertama: Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk. Yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi ﷺ, bahwa hal ini TIDAK BOLEH dilakukan, karena itu Nabi ﷺ menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau salat sambil duduk. Beliau ﷺ menyuruh mereka supaya duduk, dan salat bersama beliau sambil duduk [Silakan lihat, di antaranya pada riwayat Al-Bukhari dalam Al-Adzan 689, Muslim dalam Ash-Shalah 411 dari hadis Anas].
Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Persia dan Romawi. Mereka (biasa) berdiri untuk para raja mereka, sementara para raja itu duduk.” [Hadis Riwayat Muslim dalam Ash-Shalah 413 dari hadis Jabir]
Kedua: Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar, tanpa maksud menyambut/mengantarnya, atau menyalaminya, tapi sekadar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh. Para sahabat radhiyallahu ‘anhu TIDAK PERNAH berdiri untuk Nabi ﷺ apabila beliau datang kepada mereka. Demikian ini karena mereka tahu, bahwa beliau ﷺ tidak menyukai hal itu.
Ketiga: Berdiri untuk menyambut yang datang, atau menuntunnya ke tempat, atau mendudukannya di tempat duduknya, dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa. Bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka. [Majmu’ Fatawa Ibn Baz, Juz 4, hal.396]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]