Benarkah masalah bidah adalah masalah Khilafiyah? Seringkali mereka yang gemar mengada-ada mengatakan ini masalah khilafiyah. Bahkan mereka mencap orang yang berbicara masalah bidah di jaman sekarang norak.
Dan bagaimana tindakan kita terhadap orang awam, yang ketika kita ingin mendakwahkn tauhid maupun sunnah, akan tetapi mereka telah terkena syubhat masalah imam dan ulama yang tidak bisa lagi diambil perkataannya.
Jawaban Redaksi SalamDakwah
Jawaban terperinci untuk soal ini sebenarnya panjang karena membahas tiga perkara besar sekaligus:
1. Bidah
2. Khilaf atau perbedaan pendapat
3. Sikap menghadapinya
Tapi saya akan mencoba memberi jawaban pendek sesuai pertanyaan. Saya akan membagi jawaban menjadi beberapa poin:
Pertama:
– Ada perkara bidah yang bersumber dari masalah khilafiyah, seperti selalu melaksanakan Qunut Subuh,
– Ada yang mengatakan itu bidah karena dalil yang jadi sandaran amalan itu tidak bisa dijadikan hujjah,
– Ada yang mengatakan itu sunnah karena ada dalil yang menguatkan amalan itu
– Ada perkara bidah yang tidak bersumber dari masalah khilafiyah, bahkan perkara itu menyelisihi Ijma’ (Kesepakatan Ulama’), seperti sebagian orang Sufi berkeyakinan tidak boleh berdoa kepada Allah dalam masalah duniawi [Lihat: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=4059]
Kedua:
Yang saya fahami dari pertanyaan Anda, bahwa orang yang Anda ajak bicara kelihatannya berdalih dengan ikhtilaf untuk pembolehan bidah (karena ini masalah ikhtilaf jadi tidak usah diingkari). Dan pemahaman seperti ini tidak benar.
Berkata Ibnu Abdil Bar:
“Sepengetahuanku, tidak ada seorang ahli fikih pun yang berpendapat, bahwa perbedaan pendapat adalah hujjah, kecuali bagi orang yang tidak punya ilmu pengetahuan, dan perkataan orang seperti ini bukanlah dalil. [Lihat Kitab Jami’ bayanil ilmi wa fadhlihi juz 2 hal. 922]
Perlu diketahui, bahwa ketika ada perbedaan pendapat ulama-ulama yang bertolakbelakang dan tidak bisa disatukan, maka kebenaran saat itu hanya satu dari beberapa pendapat tersebut. Dan seorang Muslim wajib menjalankan apa yang diyakininya sebagai pendapat yang benar.
Untuk mengetahui dalil-dalil dari Alquran, Sunnah, Ijma’ yang menyatakan, bahwa kebenaran itu hanya satu. [Lihat kitab Raudhatunnadhir oleh Ibnu Qudamah Juz 2 hal 357]
Jadi meskipun bidah itu bersumber dari masalah khilafiyah, maka kita tetap memilih pendapat yang benar, yang dalilnya kuat.
Ketiga:
Rasulullah ﷺ bersabda:
” وإياكم والأمور المحدثات, فإن كل بدعة ضلالة.” رواه ابن ماجه رقم 42, صححه الألباني
Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru. Sesungguhnya setiap bidah itu sesat.
Karena bidah itu kesesatan, dan kesesatan adalah perkara yang mungkar, maka kita harus menghilangkan kemungkaran itu dengan cara yang bijak dan tidak mendiamkannya.
Keempat:
Adapun masalah orang awam yang tidak mau menerima pandangan Ulama Sunnah seperti syaikh Bin Baz dan Albani, maka Anda bisa cukup membawakan dalil dari Alquran atau Sunnah dalam masalah tersebut. Kalau misalnya tidak ada dalil dari kitab atau sunnah dalam masalah tersebut, maka Anda bisa menghadirkan ulama sunnah yang dianggap di hampir semua kalangan orang Islam, seperti Imam Empat Madzhab, Ibnu Abdil Bar, Shon’ani, Syaukani dll