بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BAGIMULAH PAHALA YANG SERUPA
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:
‘Barang siapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]
Kandungan Hadis
Hadis ini berisi kandungan yang agung, dan termasuk jawami’ al-kalim. Jawami’ al-kalim sendiri adalah istilah untuk ungkapan yang disampaikan dengan bahasa yang singkat, namun bermakna luas, padat, dan berisi.
Hadis ini menjelaskan, bahwa orang yang menunjukkan kepada orang lain suatu kebaikan atau suatu jalan hidayah, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.
Pengertian ini ada juga pada hadis Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barang siapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya, tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya, dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka.” [HR. Muslim, no. 1017]
Ini juga mencakup dakwah dengan perkataan, seperti mengajar, memberikan wejangan, berfatwa dan mencakup pula dakwah dengan perbuatan, seperti dengan memberikan tauladan yang baik. Sebab orang yang menjadi panutan dan tauladan, bila mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, akan diikuti orang banyak. Seolah-olah dengan perbuatannya ini, ia telah menyeru dan mendakwahi manusia untuk mengerjakan atau meninggalkan perbuatan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah ﷻ:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar.” [QS. Ali Imran/3:110]
Para Ulama Salaf mengambil kesimpulan dari ayat ini, bahwa predikat terbaik bisa diraih oleh umat ini, karena mereka adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Ini terwujud dengan menunjukkan manusia pada perbuatan baik, dan memeringatkan mereka dari perbuatan buruk. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2/77]
Faidah Hadis
Di antara faidah penting yang didapatkan dari hadis ini adalah:
1. Orang yang membimbing kepada kebaikan akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang dibimbingnya.
2. Membimbing orang menuju kebaikan adalah bentuk realisasi dari amar makruf dan nahi munkar. Tentunya ini adalah sebuah bentuk partisipasi besar dalam memerbaiki masyarakat.
3. Anjuran kerja sama dalam kebaikan dan takwa, menyebarluaskan adab atau etika serta hukum Islam di antara individu masyarakat. Ini akan merealisasikan kehidupan yang bahagia dan penuh petunjuk ilahi bagi masyarakat.
4. Berdasarkan hadis ini dan dalil lainnya, para ulama Ahli Tahqiq ketika membicarakan masalah mengukur dan menimbang amalan yang paling utama mereka menetapkan, bahwa amalan-amalan yang manfaatnya bisa dirasakan orang lain (a’mal muta’addiyah) lebih utama daripada amalan yang manfaatnya hanya untuk pelaku (a’mal qashirah) saja.
Amalan muta’addi (a’mal muta’addiyah) adalah amalan yang manfaatnya untuk orang lain, baik manfaat ukhrawi (seperti mengajarkan ilmu dan dakwah ilallah), bisa juga manfaat duniawi (seperti menunaikan hajat orang lain, menolong orang yang dizalimi).
Amalan qaashir (a’mal qashirah) adalah amalan yang manfaatnya hanya untuk pelakunya saja, seperti puasa dan iktikaf.
Contoh:
Memberi pelayanan kepada kaum fakir, mengajarkan ilmu, menyibukkan diri dengan menyusun sebuah karya yang bermanfaat, memerhatikan kepentingan dan kemaslahatan serta memenuhi kebutuhan mereka. Juga membantu mereka, baik dengan harta, dengan kedudukan, ataupun dengan memberikan mediasi untuk kebaikan mereka.
Semua ini lebih utama karena amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain akan mewujudkan manfaat yang merata, dan memberikan pahala secara terus-menerus. Orang yang memberikan suatu kemanfaatan tidak akan terputus amal perbuatannya, selama kemanfaatan tersebut dinisbatkan kepadanya. Ini adalah tugas dari para nabi dan rasul, serta dai yang menyerukan agama ini dengan ikhlas yang meneladani mereka. [Madarij as-Salikin, 1/87]
5. Sudah sepantasnya bagi setiap Muslim, terutama para penuntut ilmu, untuk giat dan bersemangat dalam menunjukkan kebaikan, dan menyeru manusia kepada perkara yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan Akhirat.
6. Hendaknya seorang Muslim tidak meremehkan apa yang ada pada dirinya, atau merasa pesimis untuk bisa mewujudkan kebaikan dan keistiqamahan pada audien (obyek dakwah)nya. Hendaknya ia memberi bimbingan kepada mereka sesuai kadar ilmu yang dimiliki. Sedangkan hidayah taufik, itu ada di tangan-Nya ﷻ, sehingga dengan itu ia bisa meraih pahala besar. Tugas ini menjadi semakin ditekankan pada diri seorang guru, imam masjid dan yang semacamnya, yang mengemban amanah untuk menyampaikan risalah Allah ﷻ kepada umat secara umum, terutama para pemuda dan remaja. Rasulullah ﷺ sendiri telah bersabda:
فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
Demi Allah, bila Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu daripada engkau mempunyai unta merah. [HR. al-Bukhari, no. 3009, dan Muslim, no. 2406 dari hadis Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu anhu]
7. Perlu diperhatikan, bahwa ketika menekankan pentingnya amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain, tidak berarti melupakan atau menyepelekan amalan yang sifatnya individualis, yang manfaatnya kembali pada diri sendiri. Pemahaman seperti ini akan berakibat pada ketimpangan pemahaman dan amalan bagi sebagian pentuntut ilmu. Sehingga ia menyepelekan amalan ibadah yang sifatnya khusus, atau tidak memerhatikan hal-hal terkait istri dan anak-anaknya, dengan dalih ia sibuk berdakwah dan mengajarkan ilmu pada orang lain.
Sikap terbaik adalah pertengahan. Itulah jalan yang benar, dan inilah jalan yang lurus. Perhatikanlah firman Allah ﷻ tentang Ahli Surga berikut:
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.” [QS. Adz-Dzariyat/ 51: 16]
Ini bersifatnya umum dan menyeluruh. Sehingga mereka berbuat baik kepada dirinya dengan beribadah kepada Rabb mereka, dan berbuat baik kepada sesama hamba Allah. Ini bisa diperhatikan dari lanjutan ayat tersebut:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ ﴿١٧﴾ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ ﴿١٨﴾ وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (orang miskin yang tidak meminta-minta).” [QS. Adz-Dzaiyat/ 51: 17-19]
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menamakan ibadah dengan sebutan ihsan (berbuat baik), karena dimulai dengan ihsan (berbuat baik) terhadap diri sendiri, yang Allah ﷻ sebutkan dalam bentuk pujian dalam dua ayat (yaitu ayat 17 dan 18). Kemudian menyebutkan ihsan kepada orang lain dalam satu ayat.
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu:
كل من أعان شخصا في طاعة الله فله مثل أجره، فإذا أعنتَ طالب علم في شراء الكتب له، أو تأمين السكن، أو النفقة، أو ما أشبه ذلك، فإن لك مثل أجره، من غير أن ينقص من أجره شيئا، وهكذا لو أعنتَ مصلّيا على تسهيل مهمته في صلاته في مكانه وثيابه، أو في وضوئه، أو في أي شيء فإنه يكتب لك في ذلك أجر.
“Setiap orang yang membantu orang lain dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah, maka baginya pahala yang serupa.
Apabila engkau membantu seorang penuntut ilmu untuk membeli kitab, keperluan tempat tinggalnya, nafkahnya atau yang semisalnya, maka bagimu pahala yang semisalnya, tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.
Demikian juga kalau engkau membantu orang yang salat, untuk memudahkan baginya perkara yang menjadi kewajiban dalam salatnya, baik tempat, pakaian, wudhunya atau apapun, akan dicatat bagimu pahala pada yang demikian.” [Syarh Riyadhush Shalihin, no hadis 177]
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Sumbre: https://almanhaj.or.id/9758-keutamaan-menunjukkan-kebaikan.html
Dan sumber lainnya
══════
Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Leave A Comment