Bagaimana Cara Menghadapi Orang Tua yang Gemar Marah?
Pertanyaan:
Rumah tangga orang tua saya, khususnya kedua orang tua saya, sering kali cekcok. Padahal, usia mereka sudah sangat udzur (keduanya berusia di atas 60 tahun). Ayah saya mudah sekali marah. Sekecil apa pun penyebabnya, bisa menyebabkan dia marah. Parahnya, kalau dia sudah marah, dia sering sekali bertindak kasar kepada ibu saya.
Bapak saya sekarang ini sudah agak pikun. Menurut cerita, dulu, bapak saya pernah memelajari ilmu yang bertentangan dengan agama. Saya kurang tahu ilmu apa yang dipelajari oleh bapak saya dulu. Sekarang, dia tidak bisa melepaskan diri dari ilmu itu. Entah benar atau tidak, saya sendiri tidak paham. Kata ibu saya, pengaruh ilmu itulah yang membuat bapak saya gampang sekali marah dan suka bertindak kasar.
Ibu saya sudah sholat dan puasa, walaupun buta huruf. Tetapi bapak saya tidak sholat dan puasa, karena kondisinya sakit-sakitan. Bapak saya juga buta huruf. Bagaimana menyelesaikan masalah ini.
Jawaban:
Biasanya, ketika usia sudah senja, kondisi emosi seseorang relatif labil. Oleh karena itu, Allah perintahkan untuk bersikap dan berkata-kata baik kepada seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya sudah berusia senja, seperti firman Allah ta’ala:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘Ah’, janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. Al-Isra’:23)
Namun, kondisi bapak saudara, perlu dilihat lagi, sebab itu mungkin muncul karena kondisi emosinya yang labil atau merasa frustasi dan tidak berhasil dalam hidupnya, tidak mesti karena pengaruh ilmu tenaga dalam yang pernah dimilikinya. Walaupun, bisa jadi, ilmu-ilmu tersebut memiliki pengaruh terhadap kondisi emosionalnya.
Oleh karena itu, diperlukan kesabaran dari saudara dan keluarga saudara dalam menghadapi kondisi bapak tersebut, apalagi kalau (beliau, ed.) sudah pikun.
Kemudian, melihat kondisi bapak, berdasarkan cerita saudara, kami merasa ikut sedih, lantaran (beliau, ed.) meninggalkan sholat dan puasa hingga menjelang usia lanjut. Ini merupakan satu musibah besar dan dikhawatirkan menjadi tanda su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek). Karenanya, saudara punya kewajiban mendoakan agar Allah memberikan hidayah kepadanya, sebelum ia meninggal dan mendakwahinya sekuat tenaga, agar paling tidak, bapak bisa mengenal akidah Islam yang benar dan bertauhid dengan bena, serta menjalankan ibadah sholat sebelum meninggalnya. Lakukanlah pendekatan dan berusahalah menjelaskan kepadanya hakikat Islam dan akidahnya, sehingga bisa terlepas dari kesyirikan.
Seandainya benar ia pernah memiliki ilmu kanuragan yang bertentangan dengan syariat, maka hendaklah ia segera menghilangkannya dan meninggalkannya. Dan kalau dirasa perlu, bisa dibantu mengusir jin-jin yang pernah menjadi khadamnya (pembantunya) dalam menerapkan ilmu kanuragan tersebut dengan ruqyah yang sesuai dengan syariat.
Kemudian, ajari dan tuntun ia tentang Islam dengan lemah lembut, sabar, dan baik, serta jangan lupa perbanyaklah berdoa untuknya.
Demikianlah jawaban kami. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepadanya dan kita semua dan semoga Allah memberikan anda dan kita semua bekal kesabaran dalam berdakwah kepada agama Allah yang hanif ini.
Dijawab oleh Ustadz Kholid Syamhudi.
Sumber: Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M. Disertai penyuntingan bahasa oleh redaksi www.KonsultasiSyariah.com.
Leave A Comment