“Dan hendaklah mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah DIMAKLUMI tersebut.” [Al-Hajj: 28]
Dan juga firman Allah ta’ala:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Dan berzikirlah dengan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah DITENTUKAN.” [Al-Baqoroh: 203]
“Dan berkata Ibnu ‘Abbas: “Berzikirlah kepada Allah pada hari-hari yang telah DIMAKLUMI, maksudnya adalah pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Sedangkan hari-hari yang sudah DITENTUKAN adalah hari-hari Tasyriq (Penyembelihan).” [Riwayat Al-Bukhari]
“Tidaklah ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh yang lebih dicintai Allah ta’ala, daripada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Maka perbanyaklah ucapan tahlil, takbir dan tahmid.” [HR. Ahmad no. 6154 dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Syu’aib Al-Anauth]
Penjelasan di atas menunjukkan, bahwa jumlah hari yang disunnahkan untuk memerbanyak zikir adalah sebanyak 13 hari, yaitu sepuluh hari awal Dzulhijjah dan tiga hari Tasyriq.
Beberapa Ketentuan dalam Bertakbir
Terdapat dalil secara khusus untuk memerbanyak takbir dan mengeraskannya (bagi laki-laki. Adapun bagi wanita, hendaklah dipelankan suaranya), baik di masjid, di rumah maupun di tempat umum.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan dalam Shahih beliau:
“Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah dalam keadaan bertakbir, dan manusia pun ikut bertakbir, dan Muhammad bin Ali bertakbir setelah sholat sunnah.”
Takbir Muthlaq dan Muqoyyad
Ulama menjelaskan, bahwa takbir di sini ada dua bentuk:
1. Takbir Muthlaq, yaitu takbir yang dibaca KAPAN SAJA tanpa terikat waktu, dimulai sejak awal Dzulhijjah sampai akhir hari Tasyriq.
2. Takbir Muqoyyad, yaitu takbir yang TERKAIT dengan waktu sholat, dibaca setiap selesai sholat lima waktu, dimulai sejak Subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq.
Hal ini disyariatkan berdasarkan Ijma’ dan perbuatan sahabat radhiyallahu’anhum [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/312 no. 10777]
Takbir ini disyariatkan bagi selain jamaah haji. Adapun bagi jamaah haji, disunnahkan untuk memerbanyak ucapan Talbiyah sampai melempar Jamrah ‘Aqobah pada 10 Dzulhijjah. Barulah dibolehkan bertakbir, dan boleh mulai bertakbir sejak lemparan pertama pada Jamrah ‘Aqobah tersebut sampai akhir hari Tasyriq.
Dan takbir ini dibaca sendiri-sendiri. Adapun membacanya secara berjamaah dengan satu suara atau dipimpin oleh seseorang, maka termasuk perbuatan bid’ah, mengada-ada dalam agama [Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, 13/19]
Apalagi sampai mengadakan konvoi di jalanan yang dapat mengganggu ketertiban umum dan terjadi berbagai macam kemaksiatan seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan wanita), meneriakkan takbir diiringi alat-alat musik (padahal musik itu sendiri diharamkan dalam Islam) dan berbagai kemungkaran lainnya yang biasa terjadi pada malam dan siang hari raya.
Bagaimana Lafal Takbir yang Sesuai Syariat?
Adapun lafal takbir di antaranya adalah seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau membaca takbir pada hari-hari Tasyriq:
الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan segala puji hanya bagi Allah).” [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5697, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa no. 654 dan beliau mendha’ifkan hadis Jabir radhiyallahu’anhu dengan lafal yang sama]
Dan beberapa lafal lain yang diriwayatkan dari para sahabat dan tabi’in. Namun tidak ada dalil adanya lafal khusus dari Nabi ﷺ, sehingga dalam perkara ini terdapat keluasan [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, 5/169-171]