ATSAR SAHABAT DAN KAUM SALAF TENTANG KEUTAMAAN SALAT TAHAJUD DAN ANJURANNYA
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
ATSAR SAHABAT DAN KAUM SALAF TENTANG KEUTAMAAN SALAT TAHAJUD DAN ANJURANNYA
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Sesungguhnya di dalam Taurat tertulis, ‘Sungguh Allah telah memberikan kepada orang-orang yang lambungnya jauh dari tempat tidur:
• Apa yang tidak pernah terlihat oleh mata,
• Tidak pernah terdengar oleh telinga, dan
• Tidak pernah terlintas dalam hati manusia,
• Yakni apa yang tidak diketahui oleh malaikat yang dekat kepada Allah dan Nabi yang diutus-Nya.’” [HR. Al-Marwazi. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 36) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, (II/414). Al-Hakim menilai hadis ini Shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi]
Dari Ya’la bin ‘Atha’ ia meriwayatkan dari bibinya Salma, bahwa ia berkata: “‘Amr bin al-‘Ash berkata: ‘Wahai Salma, salat satu rakaat di waktu malam sama dengan salat sepuluh rakaat di waktu siang.” [Lihat ash-Shalaah wat Tahajud oleh Ibnu al-Khirath, (298)]
‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata:
“Seandainya tidak ada tiga perkara:
• Seandainya aku tidak pergi berjihad di jalan Allah,
• Seandainya aku tidak mengotori dahiku dengan debu karena bersujud kepada Allah, dan
• Seandainya aku tidak duduk bersama orang-orang yang mengambil kata-kata yang baik seperti mereka mengambil kurma-kurma yang baik,
Maka aku merasa senang berjumpa dengan Allah.” [Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 62)]
Saat menjelang wafatnya Ibnu ‘Umar, ia berkata:
“Tidak ada sesuatu yang sangat aku sedihkan di dunia ini selain rasa dahaga di siang hari, dan kelelahan di malam hari.”
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata:
“Kemulian seseorang terletak pada salatnya di malam hari, dan sikapnya menjauhi apa yang ada pada tangan orang lain.” [ Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 63)]
Thalhah bin Mashraf berkata:
“Aku mendengar bila seorang laki-laki bangun di waktu malam untuk melakukan salat malam, Malaikat memanggilnya, ‘Berbahagialah engkau, karena engkau telah menempuh jalan para ahli ibadah sebelummu.’” Thalhah mengatakan lagi, “Malam itu pun berwasiat kepada malam setelahnya agar membangunkannya pada waktu di mana ia bangun.” Thalhah mengatakan lagi, “Kebaikan turun dari atas langit ke pembelahan rambutnya, dan ada penyeru yang berseru, ‘Seandainya seorang yang bermunajat tahu siapa yang ia seru, maka ia tidak akan berpaling (dari munajatnya).’” [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Aajuri dalam Fadhlu Qiyaamil Laili wat Tahajud (hal. 58)]
Dari al-Hasan al-Bashri berkata:
“Kami tidak mengetahui amal ibadah yang lebih berat daripada lelahnya melakukan salat malam dan menafkahkan harta ini.” [Lihat ash-Shalaatu wat Tahajud (hal. 298)]
Al-Hasan juga pernah ditanya, “Mengapa orang yang selalu melakukan salat Tahajud wajahnya lebih indah?” Ia menjawab, “Sebab mereka menyendiri bersama ar-Rahman (Allah), sehingga Allah memberikan kepadanya cahaya-Nya.” [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Marwazi. Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail (hal. 58)]
Syuraik berkata:
“Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka wajahnya akan tampak indah di siang hari.”
[Lihat al-Kaamil karya Ibnu ‘Adi, (II/526). Komentar saya (penulis): Sebagian ulama ada yang menisbatkan ini kepada sabda Nabi ﷺ dan penisbatan ini tidak benar. Ibnul Jauzi menyebutkan atsar ini dalam al-Maudhuu’aat, (II/109) dan Ibnu Thahir dalam Tadzkiratul Maudhuu’aat, (hal. 351). Kisah atsar ini selengkapnya adalah seperti berikut: Tsabit bin Musa, seorang Zahid, datang kepada Syuraik al-Qadhi, sedang al-Mustamli ada di depannya. Syuraik mengatakan al-A’masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan dari Jabir, ia menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda -tanpa menyebut matan hadisnya-, lalu ketika ia memandang Tsabit ia berkata: “Barang siapa yang selalu melakukan salat di malam hari, maka wajahnya akan tampak indah di siang hari.” Yang dimaksudkan dengan ucapannya itu adalah Tsabit bin Musa karena kezuhudannya, lalu Tsabit mengira bahwa ia meriwayatkan hadis ini bersumber dari Nabi ﷺ (hadis marfu’) dengan sanad ini. Lihat perkataan as-Sakhawi dalam Fat-hul Mughiits (I/311)]
Yazid ar-Riqasyi berkata:
“Salat malam akan menjadi cahaya bagi seorang mukmin pada Hari Kiamat kelak, dan cahaya itu akan berjalan dari depan dan belakangnya. Sedangkan puasa seorang hamba akan menjauhkannya dari panasnya Neraka Sa’ir.” [Lihat as-Shalaatu wat Tahajud (hal. 298)]
Wahab bin Munabih berkata:
“Salat di waktu malam akan menjadikan orang yang rendah kedudukannya, mulia, dan orang yang hina, berwibawa. Sedangkan puasa di siang hari akan mengekang seseorang dari dorongan syahwatnya. Tidak ada istirahat bagi seorang mukmin tanpa masuk Surga.” [Lihat as-Shalaatu wat Tahajud (hal. 299)]
Al-Awza’i berkata:
“Aku mendengar, barang siapa yang lama melakukan salat malam, maka Allah akan meringankan siksanya pada Hari Kiamat kelak.” [Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 66)]
Ishaq bin Suwaid berkata:
“Orang-orang Salaf memandang bahwa berekreasi adalah dengan cara puasa di siang hari, dan salat di malam hari.” [Lihat Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 67)]
Saya katakan, “Dari pemaparan terdahulu jelaslah, bahwa salat malam memiliki keutamaan yang besar, dan hanya orang yang merugi yang meninggalkannya.”
Kita berlindung kepada Allah dari kerugian dan hanya Dia-lah tempat memohon pertolongan.
[Disalin dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Salat Tahajud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]