“Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita. ” [HR. Abu Daud no. 75, Tirmidzi no. 92, An Nasai no. 68, dan Ibnu Majah no. 367. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih]
Hadis ini menunjukkan bahwa kucing adalah hewan yang suci, karena disebutkan dalam hadis bahwa hewan tersebut tidaklah najis. Termasuk hikmah yang diajarkan Nabi ﷺ ketika beliau menyebutkan suatu hukum, beliau menyebutkan pula ‘illah atau sebabnya. Sebab kucing tidaklah najis karena ia sering mondar-mandir di sekitar manusia.
Namun tetap saja kucing haram dimakan. Hal ini berdasarkan hadis dari Abi Tsa’labah, beliau berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Rasulullah ﷺ melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” [HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932]
Yang dimaksud “dzi naabin minas sibaa’ ” adalah setiap hewan yang memiliki taring dan taringnya digunakan untuk menerkam mangsanya. Kucing termasuk di dalamnya. Jadi kucing itu keluar dari kaidah para ulama:
“Setiap hewan yang haram dimakan, dihukumi najis.”
Kucing dikecualikan karena adanya dalil yang mengecualikan. Namun sebenarnya kaidah tersebut tidak berlaku secara mutlak.
Sekarang apakah seluruh tubuh kucing itu suci termasuk juga kotorannya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:
“Kucing tidaklah najis. Namun apakah berlaku secara umum? Jawabnya TIDAK. Yang tidak najis adalah air liur, sesuatu yang keluar dari hidungnya, keringat, jilatan, atau bekas makan dan minumnya. Adapun untuk kencing dan kotoran kucing tetaplah NAJIS. Begitu pula darah kucing juga najis. Karena setiap hewan yang haram dimakan, maka kencing dan kotorannya dihukumi najis. Kaidahnya, segala sesuatu yang keluar dari dalam tubuh hewan yang haram dimakan, dihukumi haram. Contohnya adalah kencing, kotoran, dan muntahan.” [Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 110]
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarh Bulughil Marom, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1425 H.