Salah satu di antara sebab kesalahpahaman dalam membaca adalah kurang bisa memahami istilah. Terlebih istilah yang ambigu.
Sebagian orang memahami seuatu istilah tidak sebagaimana konteksnya. Salah satu contohnya adalah ramalan. Bisa kita nyatakan, kata ini termasuk ambigu.
Bisa digunakan dalam banyak kalimat dengan konteks yang berbeda. Seperti misalnya ramalan cuaca dan ramalan paranormal, jelas konteksnya berbeda, karena masing-masing disimpulkan dari cara yang berbeda.
Terkait hukum ramalan cuaca, Imam Ibnu Utaimin memberikan beberapa catatan yang perlu digaris bawahi:
Pertama: Rincian keterangan tentang turunnya hujan termasuk ilmu gaib (informasi yang hanya diketahui oleh Allah). Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat. Dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia lakukan besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui, di bumi mana dia akan mati.” [QS. Luqman: 34]
Untuk itu, siapa yang mengklaim mengetahui hal yang gaib, termasuk mengaku mengetahui kapan hujan akan turun, berapa jumlahnya, dst, maka dia telah melakukan perbuatan kekafiran. Karena dia telah mendustakan firman Allah ﷻ:
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah, tidak ada satu pun di langit dan dibumi yang mengetahui hal gaib, kecuali Allah.” [QS. An-Naml: 65]
Kedua: Menggunakan Indikator lahiriyah, bukan termasuk menebak ilmu gaib
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:
وأما من أخبر بنزول مطر أو توقع نزول مطر في المستقبل بناءً على ما تقتضيه الآلات الدقيقة التي تقاس بها أحوال الجو فيعلم الخبيرون بذلك أن الجو مهيأ لسقوط الأمطار فإن هذا ليس من علم الغيب بل هو مستند إلى أمر محسوس والشيء المستند إلى أمر محسوس لا يقال إنه من علم الغيب
“Menyampaikan informasi tentang turunnya hujan, atau perkiraan turunnya hujan pada beberapa waktu berikutnya, berdasarkan hasil penelitian dengan alat canggih, untuk memprediksi kondisi cuaca, sehingga ahli meteorologi bisa menyimpulkan, bahwa cuaca mengarah pada turunnya hujan, maka informasi semacam ini tidak termasuk ilmu gaib. Namun dia mengacu pada indikator lahiriyah.
Dan semua kesimpulan yang mengacu pada Indikator Lahiriyah tidak bisa disebut, bahwa itu ilmu Gaib.”
Beliau rahimahullah melanjutkan:
والتنبؤات التي تقال في الإذاعات من هذا الباب وليست من باب علم الغيب ولذلك هم يستنتجونها بواسطة الآلات الدقيقة التي تضبط حالات الجو وليسوا مثلاً يخبرونك بأنه سينزل مطر بعد كذا سنة وبمقدار معين لأن هذه الوسائل الآلات لم تصل بعد إلى حدٍ تدرك به ماذا يكون من حوادث الجو بل هي محصورة في ساعات معينة ثم قد تخطئ أحياناً وقد تصيب أما علم الغيب فهو الذي يستند إلى مجرد العلم فقط بدون وسيلة محسوسة وهذا لا يعلمه إلا الله عز وجل
“Informasi yang disampaikan di radio tentang perkiraan cuaca bukan termasuk mengetahui ilmu gaib. Karena itulah mereka hanya bisa mendapatkan info tentang prediksi cuaca, dengan alat canggih yang bisa mengukur kondisi cuaca.
Mereka juga tidak mampu, misalnya, memberitahukan akan turun hujan setelah sekian tahun dengan curah tertentu. Karena alat yang mereka gunakan tidak mampu menjangkau keadaan yang bisa mengetahui semua kondisi cuaca.
Alat ini hanya terbatas untuk waktu tertentu. Itu pun kadang meleset, meskipun kadang juga benar.
Adapun ilmu gaib adalah mengetahui sesuatu yang gaib, yang bersandar pada pengetahuan yang dimiliki, TANPA menggunakan indikator lahiriyah. Dan semacam ini tidak ada yang tahu, kecuali Allah.” [http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_1716.shtml]