Akidah & Tauhid

APAKAH MENGIKUTI HAWA NAFSU ITU SYIRIK AKBAR?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

APAKAH MENGIKUTI HAWA NAFSU ITU SYIRIK AKBAR?

Hukum Mengikuti Hawa Nafsu

Mengikuti hawa nafsu berbeda-beda hukumnya, sesuai dengan tingkatan dosanya. Ada kalanya dosa kecil, dosa besar, bidah, ada pula yang syirik kecil. Bahkan ada yang sampai kufur atau syirik akbar.

Berikut penjelasannya:

• Dihukumi Dosa Kecil: Ketika seseorang mengikuti hawa nafsunya hingga mendorongnya melakukan dosa kecil. Dan ia dikatakan ‘aashin (pelaku maksiat), namun tidak dikatakan fasiq (pelaku dosa besar).

• Dihukumi Dosa Besar: Ketika seseorang mengikuti hawa nafsunya hingga mendorongnya melakukan dosa besar seperti zina, meminum khamr (minuman yang memabukkan) dan yang semisalnya tanpa menghalalkannya, dan dia fasiq (pelaku dosa besar).

• Dihukumi Bidah: Ketika seseorang mengikuti hawa nafsunya hingga mendorongnya melakukan dosa bidah ghairu mukaffirah (tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam), dan ia disebut mubtadi’ (pelaku bidah).

• Dihukumi Syirik Kecil: Ketika seseorang mengikuti hawa nafsunya hingga mendorongnya melakukan syirik kecil seperti bersumpah dengan nama selain Allah, atau melakukan riya’ (memamerkan ibadahnya). Dan ia dikatakan pelaku kesyirikan dengan jenis syirik kecil.

• Dihukumi Kufur atau Syirik Besar: Ketika seseorang mengikuti hawa nafsunya hingga mendorongnya melakukan dosa yang kategori syirik besar, seperti berdoa kepada kuburan, bersikap berlebih-lebihan sampai mengangkat wali ke derajat Tuhan, atau kategori kufur besar seperti mendustakan kerasulan Rasulullah ﷺ, menghina beliau, menghalalkan zina, atau meninggalkan salat secara totalitas.

Catatan:

Dan ulama di dalam mengelompokkan sebuah perbuatan itu ke dalam kufur/syirik besar atau kecil, mengembalikan pada kaidah-kaidah syari dan dalil-dalilnya yang terperinci.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa mengikuti hawa nafsu bisa menghantarkan kepada dosa-dosa yang beranekaragam, dan tidak bisa disama-ratakan hukumnya. Oleh karena itu, tidaklah boleh kita katakan, bahwa setiap orang yang mengikuti hawa nafsu, pastilah kafir, tanpa kecuali.

Yang benar adalah, hukum bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya, bisa dikatakan pelakunya sebagai pelaku dosa kecil, dosa besar, bidah, syirik kecil, dan syirik besar.

Menjawab Syubhat

Bagaimana memahami dalil yang menyebutkan penuhanan kepada hawa nafsu? Apakah ini tidak menunjukkan, bahwa mengikuti hawa nafsu merupakan syirik akbar? Di dalam Surat Al-Furqan, Allah mencela orang yang ittiba’ul hawa (mengikuti hawa nafsu), dan menyebutnya sebagai orang yang menuhankannya:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” [QS. Al-Furqaan: 43]

Apakah makna “Penuhanan (menjadikan sesuatu sebagai Tuhan)” atau “Penghambaan (menghamba kepada sesuatu yang dianggap sebagai Tuhan)” pada ayat di atas?

Syaikh Muhammad Saleh Al-Munajjid hafizhahullah berkata:

“Dan lafal {من اتخذ إلهه هواه} berlaku atas orang yang menyekutukan Allah, baik dengan jenis syirik akbar (besar), maupun syirik ashgar (kecil). Maka setiap orang yang bergantung hatinya kepada selain Allah, sehingga pada dirinya terdapat ‘ubudiyyah (penghambaan) kepada selain Allah tersebut, bentuk ‘ubudiyyah ini bisa termasuk kekufuran (syirik) akbar atau ashghar ”.

Oleh karena itu sebagian ulama ada yang menyatakan, bahwa semua kemaksiatan masuk kategori syirik, jika ditinjau dari pengertian syirik secara umum. Karena setiap orang yang bermaksiat kepada Allah ﷻ, pastilah mengikuti hawa nafsunya dan menghamba kepadanya, sebagaimana ditunjukkan oleh sabda Rasulullah ﷺ:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

‘Binasalah (semoga binasa) hamba Dinar, hamba Dirham, hamba qathifah (pakaian bermotif serabut ujungnya) dan hamba khamishah (pakaian indah dari bulu domba). Jika diberi maka ia rida, jika tak diberi maka ia tak rida.” [HR. Al-Bukhari: 2887]

Jadi jelaslah, bahwa yang dimaksud dengan “Menuhankan” atau “Penghambaan ” dalam ayat di atas ada dua kemungkinan:

a) Penghambaan kepada selain Allah yang tidak totalitas, sehingga tidak sampai dikatakan menyembah selain Allah dan menuhankannya sebagaimana orang kafir dan musyrik yang non-Muslim dalam menuhankan selain Allah.

b) Penghambaan kepada selain Allah yang totalitas, dan menuhankan serta menyembahnya, sama persis sebagaimana menuhankan Allah dan menyembah-Nya, sehingga pelakunya dikatakan telah memalingkan hak uluhiyyah kepada selain Allah.

(Diolah dari: Islamqa.info/ar/145466).

Fatwa Ulama tentang Hukum Mengikuti Hawa Nafsu dan Penjelasan Dalilnya

Tafsir Surat Al-Furqaan: 43

Allah ﷻ berfirman:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” [QS. Al-Furqaan: 43]

Berikut ini beberapa nukilan ucapan ulama Ahli Tafsir tentang tafsirnya:

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:

كان الرجل في الجاهلية يعبد الحجر الأبيض زمانا ، فإذا رأى غيره أحسن منه عبد الثاني وترك الأول

“Dahulu seseorang di masa Jahiliyyah menyembah batu putih untuk beberapa waktu lamanya. Maka jika ia melihat ada Sesembahan (selain Allah) yang lain yang lebih baik darinya, maka ia sembah Sesembahan yang kedua, ia tinggalkan Sesembahan yang pertama tadi.” [Adwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi rahimahullah, hal. 1322]

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:

ذلك الكافر اتخذ دينه بغير هدى من الله ولا برهان

“Itu adalah seorang yang kafir, yang mengambil agamanya tanpa petunjuk dari Allah, dan tanpa dalil.” [Adwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi rahimahullah, hal.1322]

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:

لا يهوى شيئا إلا تبعه

“Tidaklah ia menginginkan sesuatu kecuali ia turutinya.” [Adwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi rahimahullah, hal. 1322]

Qotadah rahimahullah berkata:

كلما هوى شيئا ركبه ، وكلما اشتهى شيئا أتاه ، لا يحجزه عن ذلك ورع ولا تقوى

“Setiapkali menginginkan sesuatu, ia turutinya. Dan setiapkali menginginkan sesuatu, senantiasa ia penuhinya. (Sedangkan) waro’ dan ketakwaan tidak mampu menghalanginya.” [Adwaa’ul Bayaan,Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi rahimahullah, hal.1322]

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah ditanya:

أفي أهل القبلة شرك ؟ قال: نعم ، المنافق مشرك ، إن المشرك يسجد للشمس والقمر من دون الله ، وإن المنافق عبد هواه ، ثم تلا هذه الآية: { أرأيت من اتخذ إلهه هواه أفأنت تكون عليه وكيلا}

“Apakah di tengah-tengah Ahlul Qiblat (kaum Muslimin) bisa terjadi kesyirikan? Beliau menjawab, ‘Ya, seorang munafik itu hakikatnya musyrik. Sesungguhnya orang musyrik sujud kepada matahari dan bulan, Sesembahan selain Allah, dan orang munafik menyembah hawanya. Kemudian ia membaca ayat ini:

{أرأيت من اتخذ إلهه هواه أفأنت تكون عليه وكيلا}

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” [QS. Al-Furqaan: 43) [Adwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi rahimahullah, hal. 1322]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan:

أي: مهما استحسن من شيء ورآه حسنا في هوى نفسه ، كان دينه ومذهبه

“Yaitu bagaimanapun orang tersebut menganggap baik suatu perkara dan memandangnya baik menurut hawa nafsunya, maka (menurutnya) itu adalah agamanya dan madzhabnya.” [Tafsir Ibnu Katsir: 4/77]

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid rahimahullah setelah menukilkan beberapa tafsir di atas berkata:

فأنت ترى فيما ذكره ابن عباس وأبي رجاء العطاردي والحسن وقتادة أن هذا المتخذ إلهه هواه ، عبد الحجر ، أو نافق ، أو ما هوى شيئا إلا ركبه وأتاه ،

وهذا الأخير يتضمن فعل الشرك والكفر ، فمن كانت جميع أفعاله راجعة للهوى ، فلابد أن يكون فاعلا للشرك والكفر تاركا لجميع الأعمال من صلاة وغيرها ، فلا إشكال في كون هذا مشركا شركا أكبر ، ويكون تأليهه للهوى تأليها يخرجه عن الملة ، بخلاف من لم يصل به هواه إلى عبادة الحجر ، أو نحوه من صور الشرك الأكبر أو الكفر الأكبر

“Anda bisa memerhatikan tafsir yang disampaikan Ibnu Abbas, Abu Raja` Al-‘Aththaaridi, Al-Hasan Al-Bashri dan Qatadah, bahwa orang yang disebut sebagai pengambil hawa nafsunya sebagai Tuhannya, (bisa) dalam bentuk menyembah batu, atau munafik, atau tidaklah menginginkan sesuatu, kecuali ia turuti dan lakukan. Dan tafsiran yang terakhir ini mengandung kesyirikan dan kekufuran. Maka barang siapa seluruh perbuatannya kembali kepada (memerturutkan) hawa nafsunya, pastilah melakukan syirik dan kekafiran. Ia meninggalkan seluruh amal (baik) berupa salat dan selainnya. Maka tidak ada keraguan sama sekali, orang ini dikatakan musyrik syirik besar. Sehingga perbuatannya menuhankan hawa nafsunya adalah jenis penuhanan yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Hal ini berbeda dengan orang yang hawa nafsunya tidak sampai membawanya kepada menyembah batu atau yang semisalnya berupa syirik besar atau kekufuran besar.” [Islamqa.info/ar/145466).

Tafsir Surat Al-Jaatsiyah: 23

Allah ﷻ berfirman:

{ أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ }

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (menyesatkannya)?”

Berikut tafsirnya:

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata:

فقال بعضهم: معنى ذلك: أفرأيت من اتخذ دينه بهواه, فلا يهوى شيئا إلا ركبه, لأنه لا يؤمن بالله, ولا يحرِّم ما حَرَّمَ, ولا يحلل ما حَللَ, إنما دينه ما هويته نفسه يعمل به

“Sebagian Ahli Tafsir mengatakan: “Maknanya, maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan agamanya hawa nafsunya? Tidaklah ia menginginkan sesuatu, kecuali ia menurutinya, karena ia tidak beriman kepada Allah. Dan tidak mengharamkan sesuatu yang Dia haramkan, serta tidak pula menghalalkan sesuatu yang Dia halalkan. Agamanya semata-mata hanyalah apa yang disukai jiwanya, ia lakukan.” [Quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura45-aya23.html#tabary]

Syaikh Muhammad Saleh Al-‘Utsaimin rahimahullah ketika berdalil dengan Surat Al-Jaatsiyah: 23 dalam menetapkan bahwa kemaksiatan semuanya adalah bentuk kesyirikan mengatakan:

أما بالنسبة لجعل المعاصي كلها شركاً: فهذا نعم ، بالمعنى العام ؛ لأن المعاصي إنما تصدر عن هوى ، وقد سمى الله تعالى من اتبع هواه متخذاً له إلهاً ، فقال: { أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ } [الجاثية:23].”

“Adapun tentang mengelompokkan kemaksiatan semuanya kedalam kesyirikan, maka ini benar, jika ditinjau dari makna umum, karena maksiat hanyalah berasal dari menuruti hawa nafsu. Dan Allah ﷻ telah menamai orang yang mengikuti hawa nafsunya sebagai orang yang mengambilnya sebagai Tuhan baginya. Allah ﷻ berfirman:

{ أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ }

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya? Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, serta meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (menyesatkannya)?” [Liqo`ul babil maftuh: 13/192, dinukil dari Islamqa.info/ar/145466]

Kesimpulan:
Dari tafsiran para ulama di atas dapat disimpulkan, bahwa bentuk menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan adalah dengan mengikuti dan tunduk kepadanya. Hal ini bisa menyeret pelakunya untuk melakukan syirik besar, syirik kecil, bidah, dosa besar ataupun dosa kecil. [Diolah dari: Islamqa.info/ar/145466]

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber:

https://muslim.or.id/24471-apakah-mengikuti-hawa-nafsu-itu-syirik-akbar-1.html
https://muslim.or.id/24480-apakah-mengikuti-hawa-nafsu-itu-syirik-akbar-2.html

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: nasihatsahabatcom@gmail.com
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu