بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
APAKAH MASJID HARUS DI TANAH WAKAF?
Pertanyaan:
Apakah masjid harus di tanah wakaf? Bolehkah shalat di masjid yang bukan wakaf? Kalau jual beli di masjid yang bukan wakaf bolehkah?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada dua hal yang perlu kita bedakan:
Pertama, kapan sebuah gedung dan bangunan bisa dimanfaatkan untuk shalat jamaah?
Mayoritas ulama berpendapat bolehnya menyewakan ruangan untuk dijadikan masjid. Ini merupakan Madzhab Syafiiyah, Malikiyah, dan Hambali. Sementara Abu Hanifah berpendapat, bahwa itu tidak sah.
Ibnu Qudamah mengatakan:
ويجوز استئجار دار يتخذها مسجداً يصلي فيه وبه قال مالك والشافعي وقال أبو حنيفة لا تصح لأن فعل الصلاة لا يجوز استحقاقه بعقد إجارة بحال فلا تجوز الإجارة لذلك، ولنا أن هذه منفعة مباحة يمكن استيفاؤها من العين مع بقائها فجاز استئجار العين لها
Boleh menyewakan ruang untuk dijadikan masjid sebagai tempat shalat. Ini merupakan pendapat Imam Malik, dan as-Syafii. Sementara Abu Hanifah mengatakan, shalatnya tidak sah. Karena amalan shalat tidak bisa dimiliki melalui akad sewa, sehingga tidak boleh ada akad sewa untuk hal ini. Dan menurut pendapat kami, bahwa gedung yang manfaatnya mubah ini memungkinkan untuk dikembalikan utuh, sehingga boleh saja disewakan untuk dijadikan tempat shalat. (al-Mughni, 6/143).
Apakah masjid dari gedung sewa, berlaku semua hukum masjid?
Dalam Fatwa Syabahakh dinyatakan:
أحكام المسجد لا تكون إلا إذا كان المسجد وقفا ، فقد نص الفقهاء على أن من بنى مسجدا وصلى فيه ولم يوقفه فإنه لا يأخذ حكم المسجد حتى يوقفه
Hukum masjid tidak berlaku, kecuali jika bangunan masjid itu telah diwakafkan. Para ulama telah menegaskan, bahwa orang yang membangun masjid dan shalat di sana, sementara belum diwakafkan, maka tidak berlaku hukum masjid, sampai diwakafkan. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 3752)
Dalam Asna al-Mathalib – kitab Fiqh Madzhab Syafii – dinyatakan:
أما كونه وقفا بذلك فصريح لا يحتاج إلى نية؛ لا إن بنى بناء ولو على هيئة المسجد وقال ( أذنت في الصلاة فيه ) فلا يصير بذلك مسجدا
Jika bentuknya wakaf dengan pernyataan itu, maka jelas, sehingga tidak perlu niat. Tidak termasuk, ketika ada orang yang membangun bangunan seperti bentuk masjid, lalu dia mengatakan: ‘Aku izikan untuk shalat di sini.’ Maka tidak menjadi masjid dengan pernyataan in (karena belum dinyatakan wakaf). (Asna al-Mathalib, 12/446).
Alasan bahwa masjid harus di tanah wakaf, karena ketika masjid sudah diwakafkan, maka tidak akan berubah menjadi tempat lainnya. Sehingga tidak ada istilah, saat ini masjid, besok berubah menjadi rumah atau toko.
Bisakah gedung yang disewa untuk masjid, diwakafkan sementara?
Ini kembali kepada pembahan hukum wakaf manfaat dan terkait penjelasan ulama mengenai ada tidaknya syarat takbid (permanen) untuk wakaf.
Jumhur ulama mengatakan, wakaf harus takbid (permanen), sehingga tidak ada istilah wakaf sementara.
Sementara Malikiyah mengatakan, boleh wakaf dalam bentuk manfaat sesuatu dan tidak disyaratkan harus permanen. Dan ini juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Syaikhul Islam pernah ditanya tentang hukum wakaf sementara. Jawaban beliau:
يجوز أن يقف البناء الذي بناه في الأرض المستأجرة سواء وقفه مسجدا أو غير مسجد ولا يسقط ذلك حق أهل الأرض، فإنه متى انقضت مدة الإجارة، وانهدم البناء زال حكم الوقف، سواء كان مسجدا أو غير مسجد
Boleh wakaf bangunan yang dibangun di atas tanah sewa, baik wakaf untuk masjid maupun selain masjid. Dan hak kepemilikan tanah tidak menjadi gugur. Karena ketika masa sewa telah habis, dan bangunan sudah dirobohkan, status wakaf menjadi tidak berlaku, baik masjid maupun untuk selain masjid. (al-Fatawa al-Kubro, 4/236)
Pendapat ini juga yang menjadi pegangan mayoritas ulama kontemporer dan keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami.
Ketika masjid itu belum diwakafkan, bolehkah jual beli di dalamnya?
Latar belakang terbesar mengenai larangan jual beli di masjid adalah hal itu bisa melalaikan orang untuk berzikir, mengingat Allah, dan beribadah.
Allah berfirman:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. an-Nur: 37).
Karena itu, sekalipun bangunan itu tidak berstatus sebagai masjid, tidak selayaknya berjualan di sana.
Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya mengenai ruko yang dijadikan mushola. Beliau menegaskan:
هذا ليس له حكم المسجد ، هذا مصلى بدليل أنه مملوك للغير وأن مالكه له أن يبيعه ، فهو مصلى وليس مسجدا فلا تثبت له أحكام المسجد
Tempat ini tidak berlaku hukum masjid. Ini mushola. Dengan bukti, bangunan ini milik orang tertentu, dan pemiliknya bisa menjualnya. Sehingga dia mushola dan bukan masjid, karena itu tidak berlaku hukum masjid.
Lalu ada yang bertanya:
Bolehkah ada jualan buku-buku kecil atau promosi dagangan di tempat semacam ini?
Jawab beliau:
أرى أنه لا يليق حتى بالمصلى ، لأن هذا يلهي عن ذكر الله ، ويوجب التشويش على من يصلي فيه
Menurutku, tidak selayaknya itu dilakukan, meskipun itu hanya mushola. Karena ini melalaikan orang dari berzikir kepada Allah, dan mengganggu orang yang shalat di dalamnya. (Fatwa Islam, no. 4399)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/28950-apakah-masjid-harus-di-tanah-wakaf.html
Leave A Comment