بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#DakwahTauhid
APAKAH MACAM-MACAM SYAFAAT PADA HARI KIAMAT?
Setelah dibangkitkan dari kubur, kemudian Allah menggiring dan mengumpulkan manusia di Padang Mahsyar untuk menunggu keputusan Allah. Seluruh manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun, sebagaimana dijelaskan Rasulullah ﷺ dalam sabdanya:
يَجْمَعُ اللهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ سَنَةً شَاخِصَةً أََبْصَارُهُمْ [إِلَى السَمَاءِ] يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ رواه ابن أبي الدنيا والطبراني
“Allah mengumpulkan semua manusia, dari yang pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah. [HR Ibnu Abi ad Dunya dan ath Thabrani, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3591].
Syafaat itu ada dua macam:
[1]. Macam Pertama: Syafaat Tsabitah Shahihah (Syafaat yang tetap dan benar)
[2]. Macam Kedua: Syafa’ah Bathilah (Syafaat yang batil)
Syafaat jenis pertama ini, Syafaat Tsabitah Shahihah (Syafaat yang tetap dan benar), terbagi lagi menjadi dua:
[a]. Pertama: Syafa’ah Khasshah (Syafaat yang bersifat khusus), yaitu syafaat yang khusus untuk Nabi ﷺ, terdiri dari:
[b]. Kedua: Syafaat ‘Ammah (Syafaat yang bersifat umum), yaitu syafaat umum, untuk diri Nabi ﷺ, dan lainnya juga dari para nabi dan orang saleh [Majmu’ Fatawa 1/313]. Jadi arti umum di sini, bahwa Allah ta’ala mengizinkan siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya yang saleh untuk memberikan syafaat kepada orang lain, yang juga diizinkan oleh Allah, untuk memeroleh syafaat. Syafaat semacam ini bisa didapatkan dari Nabi Muhammad ﷺ dan selain beliau ﷺ dari para Nabi yang lain, shidiqqin, syuhada’ dan shalihin.
Syafaat umum, untuk Nabi ﷺ dan juga lainnya dari kalangan para nabi dan orang saleh, adalah sebagai berikut:
Penjelasannya rinci berikut dalil-dalilnya adalah sebagaimana tersebut di bawah ini:
[1]. Syafaat Macam Pertama: Syafaat Tsabitah Shahihah (Syafaat yang tetap dan benar)
Syafaat Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar), yaitu syafaat yang ditetapkan oleh Allah ta’ala dalam Kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya ﷺ. Syafaat ini hanya bagi Ahlut Tauhid wal Ikhlas, karena Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi ﷺ: “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaat baginda?”. Beliau ﷺ menjawab:
“Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya”.
Syafaat ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat:
Syarat-syarat ini secara mujmal (secara garis besar/ global –pent) terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
“Artinya: Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya)”. [An-Najm: 26]
Kemudian diperinci oleh firman-Nya:
“Artinya: Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” [Al-Baqarah: 255]
“Artinya: Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataan-Nya”. [Thaha: 109]
“Artinya: Mereka tidak bisa memberi syafaat, kecuali kepada orang yang diridai oleh Allah”. [Al-Anbiya: 28]
KETIGA SYARAT INI HARUS ADA untuk bisa memeroleh suatu syafaat.
Selanjutnya para ulama rahimahullah membagi Syafaat Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar) ini menjadi dua:
[a]. Pertama: Syafa’ah Khasshah (Syafaat yang bersifat khusus)
[b]. Kedua: Syafaat ‘Ammah (Syafaat yang bersifat umum)
Periniciannya adalah sebagai berikut:
[a]. Pertama: Syafa’ah Khasshah (Syafaat yang bersifat khusus)
Yaitu syafaat Nabi ﷺ yang khusus untuk dirinya pribadi. Syafaat ini khusus dimiliki oleh Nabi Muhammad ﷺ dan merupakan syafaat yang paling agung. Syafaat yang paling agung ini adalah syafaat pada Hari Kiamat, ketika manusia tertimpa kesedihan dan kesukaran yang tidak mampu mereka pikul, kemudian mereka meminta orang yang bisa memohonkan syafaat, kepada Allah Azza wa Jalla, untuk menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian itu.
Mereka datang kepada Adam, kemudian kepada Nuh, kemudian Ibrahim, Musa dan Isa -‘alaihimus salam-, namun mereka semua tidak bisa memberi syafaat, sehingga akhirnya meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ. Lalu beliau ﷺ pun bangkit untuk memohonkan syafaat di sisi Allah Azza wa Jalla, untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari keadaan seperti ini. Allah mengabulkan doa beliau ﷺ dan menerima syafaatnya. Ini merupakan termasuk Al-Maqam Al-Mahmud (tempat yang terpuji) yang telah dijanjikan oleh Allah dan firman-Nya.
“Artinya: Dan pada sebagian malam hari, shalat tahajudlah kamu, sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. [Al-Isra: 79]
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, syafaat yang khusus untuk Nabi ﷺ adalah sebagai berikut:
Yang berikut adalah perincian Syafaat yang khusus untuk Nabi ﷺ:
Setelah selama empat puluh tahun manusia berdiri menunggu keputuskan urusan mereka, lantas Nabi Muhammad ﷺ memberikan syafaat di sisi Rabbnya dan memohon kepada-Nya, untuk memutuskan urusan mereka. Syafaat ini hanya dimiliki oleh pemimpin kita Muhammad ﷺ, dan merupakan kedudukan terpuji yang dijanjikan untuk beliau ﷺ.
Inilah syafaat beliau ﷺ kepada manusia, dari dahsyatnya hari itu, agar DISEGERAKAN HISAB dan PENGADILAN Allah. Di mana manusia telah meminta kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa, namun mereka semua udzur. Lalu mereka meminta kepada Nabi Muhammad ﷺ, kemudian beliau ﷺ memohon syafaat kepada Allah dan dikabulkan [Lihat Shahihul Bukhari 5/225].
Syafaat ini adalah syafaat yang paling utama dan mencakup umum untuk semua makhluk, APA PUN AGAMANYA. Syafaat jenis ini disepakati ulama tentang kebenarannya. Di antara dalilnya adalah firman Allah:
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةًۭ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًۭا مَّحْمُودًۭا ﴿٧٩
Dan pada sebagian malam hari, bersembahyang tahajudlah kamu, sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS al-Isra‘ [17]: 79)
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari Rahimahullah mengatakan: “Mayoritas ahli ilmu menjelaskan, bahwa maksud maqam (kedudukan) terpuji dalam ayat ini adalah kedudukan beliau ﷺ pada Hari Kiamat, untuk memberikan syafaat, saat manusia merasakan dahsyatnya hari itu.” [Jami’ul Bayan 15/143–144].
Orang yang pertama kali minta dibukakan pintu Surga adalah Nabi kita Muhammad ﷺ dan umat yang pertama kali masuk Surga adalah umat beliau ﷺ. Hal ini berdasarkan hadis Anas bin Malik Rahimahullah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
آتِى بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتَفْتِحُ فَيَقُولُ الْخَازِنُ مَنْ أَنْتَ فَأَقُولُ مُحَمَّدٌ. فَيَقُولُ بِكَ أُمِرْتُ لاَ أَفْتَحُ لأَحَدٍ قَبْلَكَ
“Saya datangi pintu Surga pada Hari Kiamat, lalu aku minta dibukakan, lantas Khazin (Malaikat penjaga) berkata: ‘Siapa kamu?’ Aku menjawab: ‘Muhammad.’ Lantas dia mengatakan: ‘Untukmu aku diperintahkan agar tidak membukakan pintu kepada seorang pun sebelummu.’” (HR Muslim 1/188)
Hal ini berdasarkan hadis Abbas bin Abdul Muththalib, bahwasanya dia pernah bertanya kepada Nabi ﷺ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَفَعْتَ أَبَا طَالِبٍ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ قَالَ نَعَمْ هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ لَوْلَا أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الْأَسْفَلِ مِنْ النَّارِ
“Ya Rasulullah, apakah engkau memberikan manfaat kepada pamanmu dengan sesuatu, sebab dia telah melindungimu dan marah untuk menjagamu?” Beliau menjawab: “Ya, di muka Neraka, seandainya bukan karena saya (syafaat saya), niscaya dia berada di paling dasar Neraka.” (HR Bukhari 4/247, Muslim 1/195)
Dan juga berdasarkan hadis Abu Sa’id al-Khudri Radhialllahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah ﷺpernah disebut di sisinya Abu Thalib, paman beliau, maka beliau ﷺ bersabda:
لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ يَغْلِي مِنْهُ دِمَاغُه
“Semoga syafaatku bermanfaat baginya pada Hari Kiamat. Dia dijadikan di muka Neraka, hingga sampai kedua mata kakinya, memanas otaknya.” (HR Bukhari 7/203)
Yang berikut adalah perincian Syafaat yang bersifat umum:
Di antara dalilnya adalah hadis Ummu Salamah Radhialllahu ‘Anha, bahwasanya Nabi ﷺ mendoakan untuk Abu Salamah Radhialllahu ‘Anhu tatkala dia meninggal dunia:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِى سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِى الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ فِى الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ. وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ
“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah dan tinggikanlah derajatnya bersama orang-orang yang diberi petunjuk, dan berilah penggantinya bagi anak-anaknya. Ampunilah kami dan dia, wahai Rabb semesta alam, lapangkanlah kuburnya dan sinarilah untuknya dalam kuburnya.” (HR Muslim 2/634)
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis Abu Umamah al-Bahili Radhialllahu ‘Anhu, beliau mengatakan: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
وَعَدَنِي رَبِّي أَنْ يُدْخِلَ الجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعِينَ أَلْفًا لاَ حِسَابَ عَلَيْهِمْ وَلاَ عَذَابَ مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفًا وَثَلاَثُ حَثَيَاتٍ مِنْ حَثَيَاتِه
“Rabbku menjanjikanku untuk memasukkan ke Surga, tujuh puluh ribu umatku tanpa hisab dan tanpa azab. Bersama setiap seribu, tambahan tujuh puluh ribu dan tiga cakupan-Nya.” (HR Tirmidzi 4/626 dan dishahihkan oleh al-Albani)
Syafaat jenis ini adalah syafaat yang disepakati oleh ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan sahabat, tabi’in, seluruh imam empat, dan selainnya, namun diingkari oleh mayoritas Ahli Bid’ah dari Khawarij dan Mu’tazilah.
Jenis syafaat tersebut karena jenis itulah yang menjadi ajang pergulatan ilmiah antara Ahli Sunnah versus Ahli Bid’ah. Oleh karenanya pula, terkadang para ulama memutlakkan kata “Syafaat” pada jenis ini, dengan tujuan untuk membantah paham Khawarij dan Mu’tazilah [Lihat Syarh Akidah ath-Thahawiyyah 1/286 oleh Ibnu Abil Izzi al-Hanafi dan Syarh Lum’atil I’tiqad hlm. 129 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin].
Hadis-hadis tentang syafaat jenis ini adalah derajatnya Mutawatir [Sebagaimana ditegaskan oleh para ulama ahli hadis, seperti Imam Ibnu Abi Ashim, Ibnu Abdil Barr, al-Qadhi Iyadh, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar, dll. (Lihat nukilan ucapan mereka dalam buku saya Membela Hadis Nabi hlm. 330–332, cet. Media Tarbiyah]. Di antara dalilnya adalah:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ اْلنَّبِيَّ قَالَ: شَفَاعَتِيْ لأَهْلِ اْلكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ
Dari Anas bin Malik Radhialllahu ‘Anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Syafaatku untuk pelaku dosa besar dari umatku.”[ Shahih. Lihat takhrijnya secara lengkap dan panjang dalam buku: Membela Hadis Nabi hlm. 326–329].
Nabi ﷺ juga bersabda:
خُيِّرْت بَيْنَ أَنْ يَدْخُلَ نِصْفُ أُمَّتِي الْجَنَّةَ ؛ وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْت الشَّفَاعَةَ لِأَنَّهَا أَعَمُّ وَأَكْثَرُ ؛ أَتَرَوْنَهَا لِلْمُتَّقِينَ ؟ لَا . وَلَكِنَّهَا لِلْمُذْنِبِينَ المتلوثين الْخَطَّائِينَ
“Separuh dari umatku akan dipilih untuk masuk Surga atau akan diberi syafaat. Maka aku pun memilih agar umatku diberi syafaat, kareana itu tentu lebih umum dan lebih banyak. Apakah syafaat itu hanya untuk orang bertakwa? Tidak. Syafaat itu untuk mereka yang terjerumus dalam dosa (besar).” [HR. Tirmidzi no. 2441, Ibnu Majah no. 4317 dan Ahmad 2: 75. Hadis ini Shahih kata Syaikh Al Albani selain perkataan “قوله لأنها”].
Dalam riwayat Tirmidiz, dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’iy, Rasulullah ﷺ bersabda:
أَتَانِى آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبِّى فَخَيَّرَنِى بَيْنَ أَنْ يُدْخِلَ نِصْفَ أُمَّتِى الْجَنَّةَ وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ وَهِىَ لِمَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Ada yang mendatangiku dari sisi Rabbku. Aku disuruh memilih antara memasukkan separuh dari umatku ke dalam Surga atau memilih syafaat. Aku pun memilih syafaat, dan ini akan diperoleh oleh orang yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun” (HR. Tirmidzi no. 2441. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih).
Yang dimaksud pelaku dosa besar adalah orang yang berbuat dosa besar atau maksiat, namun masih termasuk Ahlu Tauhid. Nabi ﷺ memberikan syafaat kepada pelaku dosa besar, agar mereka keluar dari Neraka, setelah mereka mampir dulu di dalamnya. (Asy Syafa’ah ‘an Ahlis Sunnah war Rod ‘alal Mukholifina fiiha, Dr. Nashir bin ‘Abdurrahman Al Judai’, hal. 51).
Sumber:
http://abiubaidah.com/kupas-tuntas-masalah-syafaat.html/
https://rumaysho.com/2436-10-pelebur-dosa-4.html
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…