Apakah salat “Nisfu Syakban” itu ada dan sesuai dengan Sunah? Saya sering mendengar adanya pelaksanaan salat tersebut secara berjemaah. Biasanya dalam rangka menyambut Ramadan
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
“Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran di malam yang berkah. Dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” [QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4]
Diriwayatkan dari Ikrimah rahimahullah, bahwa yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam Nisfu Syakban. Ikrimah mengatakan:
أن هذه الليلة هي ليلة النصف من شعبان ، يبرم فيها أمر السنة
“Sesungguhnya malam tersebut adalah malam Nisfu Syakban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun.” [Tafsir Al-Qurtubi, 16/126]
Sementara itu Mayoritas Ulama berpendapat, bahwa malam yang disebutkan pada ayat di atas adalah Lailatul Qadar dan bukan Nisfu Syakban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, setelah menyebutkan ayat di atas beliau mengatakan:
يقول تعالى مخبراً عن القرآن العظيم أنه أنزله في ليلة مباركة ، وهي ليلة القدر كما قال عز وجل :{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر} وكان ذلك في شهر رمضان، كما قال: تعالى: { شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ }
“Allah berfirman menceritakan tentang Alquran, bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu Lailatul Qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran di Lailatul Qadar.” Dan itu terjadi di bulan Ramadan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan Ramadan, yang mana di bulan ini diturunkan Alquran.” [Tafsir Ibn Katsir, 7/245]
Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:
ومن قال : إنها ليلة النصف من شعبان -كما روي عن عكرمة-فقد أبعد النَّجْعَة فإن نص القرآن أنها في رمضان
“Karena itu siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam Nisfu Syakban, sebagaimana riwayat dari Ikrimah, maka itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Alquran menyatakan dengan tegas, bahwa malam itu terjadi di bulan Ramadan.” [Tafsir Ibn Katsir, 7/246]
Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah yang disebutkan pada Surat Ad-Dukhan di atas adalah Lailatul Qadar di bulan Ramadan, dan bukan malam Nisfu Syakban. Karena itu ayat dalam Surat Ad-Dukhan di atas tidak bisa dijadikan dalil untuk menunjukkan keutamaan malam Nisfu Syakban.
Hadis Seputar Nisfu Syakban
Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan keutamaan Nisfu Syakban. Ada yang Sahih, ada yang Dhaif, bahkan ada yang Palsu.
Berikut beberapa hadis tentang Nisfu Syakban yang tenar di masyarakat:
“Jika datang malam pertengahan bulan Syakban, maka lakukanlah Qiyamul Lail, dan berpuasalah di siang harinya. Karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman: ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” [HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378]
Keterangan:
Hadis di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi ﷺ).
Hadis dengan redaksi di atas adalah Hadis Maudhu (Palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah: “Dia adalah perawi yang memalsukan hadis.” [Lihat Silsilah Dhaifah, no. 2132]
Kedua:
Riwayat dari A’isyah, bahwa beliau menuturkan:
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi ﷺ. Kemudian aku keluar. Ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya: “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi ﷺ tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka Anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam Nisfu Syakban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba Bani Kalb.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi, Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut Imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” [Asna Al-Mathalib, 1/84]
Ibnul Jauzi mengutip perkataan Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur, dan sanadnya goncang, tidak kuat.” [Al-Ilal Al-Mutanahiyah, 3/556]
Akan tetapi hadis ini disahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi sahih dan diterima. [Lihat Silsilah Ahadis Dhaifah, 3/138]
Ketiga:
Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Syakban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat di antaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis disahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah AHadis Sahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai Hadis Sahih karena memiliki banyak jalur, dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan Nisfu Syakban sebagai Hadis Dhaif.
Sikap Ulama Terkait Nisfu Syakban
Berangkat dari perselisihan mereka dalam menilai status kesahihan hadis, para ulama berselisish pendapat tentang keutamaan malam Nisfu Syakban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat Pertama: Tidak ada keutamaan khusus untuk malam Nisfu Syakban
Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Syakban adalah hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh Abul Khithab bin Dihyah dalam kitabnya tentang bulan Syakban mengatakan: ‘Para ulama Ahli Hadis dan kritik perawi mengatakan: ‘Tidak terdapat satu pun Hadis Sahih yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Syakban.”” [Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33]
Dalam nukilan yang lain Ibnu Dihyah mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب في زي المجوسية
“Tidak ada satu pun riwayat yang Sahih tentang malam Nisfu Syakban. Dan para perawi yang jujur tidak menyampaikan adanya salat khusus di malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka memermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan orang Majusi (baca: Syiah). [Asna Al-Mathalib, 1/84]
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengingkari adanya keutamaan malam Nisfu Syakban. Beliau mengatakan:
“Terdapat beberapa Hadis Dhaif tentang keutamaan malam Nisfu Syakban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan salat di malam Nisfu Syakban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” [At-Tahdzir min Al-Bida’, hlm. 11]
Pendapat Kedua: Ada keutamaan khusus untuk malam Nisfu Syakban
Para ulama yang menilai Sahih beberapa dalil tentang keutamaan Nisfu Syakban, mereka mengimaninya dan menegaskan adanya keutamaan malam tersebut. Di antara hadis pokok yang mereka jadikan landasan adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari:
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Syakban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” [HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani]
Di antara jajaran ulama Ahlus Sunah yang memegang pendapat ini adalah Ahli Hadis abad ini, Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang menolak semua hadis tentang malam Nisfu Syakban termasuk tindakan yang gegabah. Setelah menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam Nisfu Syakban, Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله تعالى في ” إصلاح المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة النصف من شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على هذا النحو الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
“Keterangan yang dinukil oleh Syekh Al-Qosimi rahimahullah dalam buku beliau ‘Ishlah Al-Masajid’ dari beberapa ulama Ahli Hadis, bahwa tidak ada satu pun Hadis Sahih tentang keutamaan malam Nisfu Syakban, termasuk keterangan yang tidak layak untuk dijadikan sandaran. Sementara sikap sebagian ulama yang menegaskan tidak ada keutamaan malam Nisfu Syakban secara mutlak, sesungguhnya dilakukan karena terlalu terburu-buru, dan tidak berusaha mencurahkan kemampuan untuk meneliti semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang ada di hadapan Anda. Dan hanyalah Allah yang memberi taufik.” [Silsilah AHadis Sahihah, 3/139]]
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syekhul Islam mengatakan:
“… Pendapat yang dipegang Mayoritas Ulama dan kebanyakan ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan malam Nisfu Syakban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in ….” [Majmu’ Fatawa, 23/123]
Ibnu Rajab mengatakan:
“Terkait malam Nisfu Syakban, dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya memuliakannya, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” [Lathaiful Ma’arif, hlm. 247]
Kesimpulan:
Dari keterangan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama: Malam Nisfu Syakban termasuk malam yang memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis sebagaimana yang telah disebutkan. Meskipun sebagian ulama menyebut hadis ini hadis yang Dhaif, namun insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh Al-Albani, yaitu bahwa hadis tersebut berstatus sahih.
Kedua: Belum ditemukan satu pun riwayat Sahih yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu ketika Nisfu Syakban, baik berupa puasa atau salat. Hadis Sahih tentang malam Nisfu Syakban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam Nisfu Syakban, tanpa dikaitkan dengan amal tertentu. Karena itu praktik sebagian kaum Muslimin yang melakukan salat khusus di malam itu, dan dianggap sebagai salat malam Nisfu Syakban adalah anggapan yang tidak benar.
Ketiga: Ulama berselisih pendapat tentang apakah dianjurkan menghidupkan malam Nisfu Syakban dengan banyak beribadah? Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap beberapa ulama tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain menganggap bahwa mengkhususkan malam Nisfu Syakban untuk beribadah adalah bidah.
Keempat: Ulama yang memerbolehkan memerbanyak amal di malam Nisfu Syakban menegaskan, bahwa tidak boleh mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri, di malam Nisfu Syakban, karena tidak ada amalan sunah khusus di malam Nisfu Syakban. Untuk itu, menurut pendapat ini, seseorang diperbolehkan memerbanyak ibadah secara mutlak, apa pun bentuk ibadah tersebut.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)