بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

APA KRITERIA SEORANG DIKATAKAN HAJI MABRUR?

Pernah tidak mendengar penjelasan masyarakat, bahwa yang disebut haji mabrur itu adalah berhaji hingga 10 kali?!
Biasanya masyarakat pedesaan belum menganggap seseorang itu mendapat haji mabrur jika hanya sekali berhaji.

Apa benar demikian?
Apa yang dimaksud haji mabrur itu?!

Ibnu Kholawaih berkata:
“Haji mabrur adalah haji yang maqbul (haji yang diterima).”

Ulama yang lainnya mengatakan:
“Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri dengan dosa.”

Pendapat ini dipilih oleh An Nawawi. [Lihat Fathul Bari, 3/382]

Para pakar fikih mengatakan, bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori dengan kemaksiatan pada saat melaksanakan rangkaian manasiknya. Sedangkan Al Faro’ berpendapat, bahwa haji mabrur adalah, jika sepulang haji tidak lagi hobi bermaksiat. Dua pendapat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Arabi.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:
“Haji mabrur adalah jika sepulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan merindukan Akhirat.”

Al Qurthubi rahimahullah menyimpulkan:
“Haji mabrur adalah haji yang tidak dikotori oleh maksiat saat melaksanakan manasik, dan tidak lagi gemar bermaksiat setelah pulang haji.” [Lihat Tafsir Al Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurthubi, Mawqi’ Ya’sub, 2/408]

An Nawawi rahimahullah berkata:
“Pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata-kata birr yang bermakna ketaatan. Ada juga yang berpendapat, bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima. Di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji, dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat. Ada pula yang mengatakan, bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri unsur riya’. Ulama yang lain berpendapat, bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji tidak lagi bermaksiat. Dua pendapat yang terakhir telah tercakup dalam pendapat-pendapat sebelumnya.” [Syarh Sahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At Turots, 1392, 9/118-119]

Sudah paham ya sekarang mengenai definisi haji mabrur itu.
Lalu apa keutamaannya?!

Dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ »

“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdal. Apakah berarti kami harus berjihad?”
“Tidak. Jihad yang paling utama (afdal) adalah haji mabrur,” jawab Nabi ﷺ.” [HR. Bukhari no. 1520]

Jika telah dipahami apa yang dimaksudkan dengan haji mabrur, maka orang yang berhasil menggapai predikat tersebut akan mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi ﷺ:

وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain Surga.” [HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349]

An Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“Yang dimaksud ‘Tidak ada balasan yang pantas baginya selain Surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk Surga.” [Syarh Sahih Muslim, 9/119]

Di antara bukti dari haji mabrur adalah gemar berbuat baik terhadap sesama. Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang haji yang mabrur. Jawaban beliau ﷺ:

إطعام الطعام و طيب الكلام

“Suka bersedekah dengan bentuk memberi makan, dan memiliki tutar kata yang baik.” [HR. Hakim no. 1778. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Hasan. Lihat Sahihul Jaami’ no. 2819]

Demikianlah kriteria haji mabrur. Kriteria penting pada haji mabrur adalah haji tersebut dilakukan dengan ikhlas dan bukan atas dasar riya’, hanya ingin mencari pujian, seperti ingin disebut “Pak Haji”. Ketika melakukan haji pun menempuh jalan yang benar, bukan dengan berbuat curang atau menggunakan harta yang haram. Dan ketika melakukan manasik haji pun harus menjauhi maksiat. Ini juga termasuk kriteria mabrur. Begitu pula disebut mabrur adalah sesudah menunaikan haji tidak hobi lagi berbuat maksiat, dan berusaha menjadi yang lebih baik. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika seseorang selepas haji malah masih memelihara maksiat yang dulu sering ia lakukan, seperti seringnya bolong salat lima waktu, masih senang mengisap rokok, atau malah masih senang berkumpul untuk berjudi. Jika demikian keadaannya, maka sungguh sia-sia haji yang ia lakukan. Biaya puluhan juta, bahkan ratusan juta, dan tenaga yang terkuras selama haji jadi sia-sia belaka.

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya. Oleh karenanya, senantiasalah memohon kepada Allah agar kita yang telah berhaji dimudahkan untuk meraih predikat haji mabrur. Yang tentu saja ini butuh usaha, dengan senantiasa memohon pertolongan Allah, agar tetap taat dan menjauhi maksiat.

Semoga Allah menganugerahi kita haji yang mabrur.
Aamiin Yaa Mujibas Saailin.

 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
https://rumaysho.com/2616-menggapai-haji-mabrur305.html
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=997540978410354&set=a.751802342984220&type=3&ref=embed_page

 

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat