ANGGAPAN SIAL KARENA SUATU PERTANDA ADALAH KESYIRIKAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
ANGGAPAN SIAL KARENA SUATU PERTANDA ADALAH KESYIRIKAN
Definisi Tathayur
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، وما منا إلا ، ولكنَّ اللهَ يُذهِبُه بالتَّوَكُّلِ
“Thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan. Dan setiap kita pasti pernah mengalaminya. Namun Allah hilangkan itu dengan memberikan tawakal (dalam hati).” [HR. Abu Daud no. 3910, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abu Daud]
Ath thiyarah disebut juga at tathayur. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
التطـيُّر: هو التشاؤم من الشيء المرئي أو المسموع
“At tathayur artinya merasa sial karena suatu pertanda yang dilihat atau didengar.” [Miftah Daris Sa’adah, 3/311]
Sebagian ulama membedakan ath thiyarah dengan at tathayur. Al Qarafi rahimahullah mengatakan:
فالتطير: هو الظن السيّئُ الكائن في القلب، والطِّـيَرة: هو الفعل المرتَّب على هذا الظن من فرار أو غيره
“At tathayur artinya sangkaan dalam hati, bahwa akan terjadi kesialan. Sedangkan at thiyarah adalah perbuatan yang dihasilkan dari tathayur, yaitu berupa lari atau perbuatan lainnya.” [Al Furuq, 4/1367]
Contoh Tathayur
Contohnya: Jika seseorang ketika hendak pergi keluar rumah, lalu tiba-tiba ia kejatuhan cicak. Kemudian timbul dalam hatinya perasaan, bahwa ia akan sial karena pertanda berupa kejatuhan cicak tersebut, maka ini adalah tathayur. Jika ia mengurungkan niatnya untuk pergi, inilah thiyarah. Ini semua adalah kesyirikan, sebagaimana Nabi ﷺ katakan dalam hadis di atas.
Semua bentuk merasa sial yang muncul dalam sangkaan, sekadar melihat pertanda yang buruk juga, yang TIDAK ADA hubungan sebab-akibat secara syari atau qadari (ilmiah), maka itu thiyarah. An Nawawi rahimahullah mengatakan:
والتطير: التشاؤم، وأصلُهُ الشيءُ المكروه من قول، أو فعل، أو مرئي
“At tathayur artinya merasa sial. Dan landasannya pada perkara-perkara yang buruk, baik berupa perkataan, perbuatan, atau sesuatu yang dilihat.” [Syarah Sahih Muslim, 4/2261]
Contoh lainnya:
• Merasa akan ada yang mati karena ada burung gagak.
• Merasa akan ada yang mati karena mata berkedut.
• Merasa sedang digosipi oleh orang karena telinga berkedut.
• Merasa akan sial karena gelas pecah.
• Dan lain-lain
Tathayur adalah Kesyirikan
Selain merupakan kesyirikan sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas, orang yang melakukan tathayur juga dikatakan oleh Nabi ﷺ bahwa ia BUKAN golongan Nabi ﷺ. Dari Imran bin Hushain radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
ليس منا من تطيَّر أو تُطُيِّرَ له
“BUKAN bagian dari kami orang yang melakukan tathayur, atau orang yang meminta dilakukan tathayur untuknya.” [HR. Al Bazzar no. 3578, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Sahihah 6/311]
Inilah bahaya dari tathayur. Lalu di mana sisi syirik dari tathayur?
Orang yang melakukan tathayur menyandarkan kebaikan dan keburukan, untung dan sial, selamat dan bencana, kepada SELAIN Allah. Padahal itu semua terjadi atas ketetapan Allah. Allah ﷻ berfirman:
“Jika datang kebaikan pada mereka, mereka berkata: ‘Ini karena kami’. Jika datang keburukan pada mereka, mereka berthiyarah dengan Musa dan kaumnya. Ketahuilah, sesungguhnya yang menetapkan ini semua adalah Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Al A’raf: 131]
Yakinlah tathayur TIDAK memberikan mudharat sama sekali
Adanya pertanda-pertanda tersebut (mata berkedut, burung gagak, dll) sama sekali TIDAK memberikan mudharat. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ
“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), dan tidak ada pengaruh dari thiyarah.” [HR. Al Bukhari 3/156, Muslim no. 2220]
Maka tidak perlu takut atau khawatir ketika melihat pertanda-pertanda tersebut, karena TIDAK ADA PENGARUHNYA SAMA SEKALI. Dan bertawakal hanya kepada Allah. Inilah solusi dari tathayur yang muncul dalam hati. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik. Dan tidaklah seorang pun di antara kita kecuali pernah merasakannya, namun Allah akan menghilangkannya dengan tawakal.” [HR. Abu Daud no. 3850, At Tirmidzi no. 1614, disahihkan Al Albani dalam Sahih Abu Daud]
Gantungkan hati kepada-Nya. Karena Allah-lah yang menetapkan kebaikan atau keburukan. Allah ﷻ berfirman:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” [QS. An Nahl: 53]