Adab Sunnah Saat Berbuka Puasa
✅ Pertama: Menyegerakan Berbuka Puasa
Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad As-Saa’idi radhiyallahu’anhu]
➡ Sepakat ulama, bahwa yang dimaksud menyegerakan berbuka, apabila telah terbenam matahari, [Lihat Fathul Baari, 4/199]. Hendaklah segera berbuka, jangan ditunda-tunda.
➡ Kebaikan yang dimaksud dalam hadis ini adalah peneladanan terhadap sunnah Rasulullahﷺ [Lihat Taysirul ‘Allaam, hal. 335].
➡ Hadis yang mulia ini juga sebagai bantahan terhadap golongan sesat Syi’ah dan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), yang menunda-nunda waktu berbuka, sampai munculnya bintang-bintang [Lihat Fathul Baari, 4/199].
✅ Kedua: Cara Memastikan Terbenamnya Matahari
Cara memastikan terbenamnya matahari bisa dengan tiga cara: [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/30, no. 19793]
1) Melihat langsung.
2) Mendengar berita yang terpercaya.
3) Mendengar adan Maghrib.
✅ Ketiga: Hukum Orang yang Berbuka Sebelum Matahari Terbenam Karena Mengira Sudah Terbenam
Kondisinya ada dua:
1) Kondisi ragu, yaitu apabila ia berbuka dalam keadaan ragu, apakah matahari telah terbenam atau belum, kemudian akhirnya menjadi jelas bahwa ternyata matahari belum terbenam, maka puasanya batal dan wajib baginya untuk meng-qodho’, karena pada asalnya adalah tetapnya siang, tidak boleh dihukumi malam, kecuali dengan keyakinan [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/291].
2) Kondisi yakin, yaitu apabila ia berbuka dalam keadaan yakin bahwa matahari telah terbenam, kemudian ternyata menjadi jelas, bahwa matahari belum terbenam, maka pendapat yang kuat insya Allah puasanya tidak batal. Hendaklah ia melanjutkan puasanya sampai terbenam matahari, dan tidak perlu meng-qodho’. Berdasarkan hadis Asma’binti Abu Bakr radhiyallahu’anhuma, beliau berkata:
أَفْطَرْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ غَيْمٍ، ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ
قِيلَ لِهِشَامٍ: فَأُمِرُوا بِالقَضَاءِ؟ قَالَ: لاَ بُدَّ مِنْ قَضَاءٍ
وَقَالَ مَعْمَرٌ: سَمِعْتُ هِشَامًا لاَ أَدْرِي أَقَضَوْا أَمْ لاَ
“Kami berbuka di masa Nabi ﷺ pada hari mendung, kemudian matahari muncul.”
Dikatakan kepada Hisyam (rawi hadis): Apakah mereka diperintahkan untuk meng-qodho’? Beliau berkata: Harus di-qodho’.
Dan berkata Ma’mar, Aku mendengar Hisyam berkata: Aku tidak tahu mereka meng-qodho’ atau tidak.” [HR. Al-Bukhari]
Pendapat harus meng-qodho’ dalam riwayat di atas hanyalah ijtihad Hisyam bin Urwah rahimahumallah, bukan dari hadis Nabi ﷺ.
Pendapat yang lebih kuat insya Allah adalah, puasa mereka tetap sah dan tidak wajib qodho’, karena tidak ada riwayat, bahwa mereka diperintahkan untuk meng-qodho’. Bahkan telah dinukil riwayat oleh Hisyam rahimahullah sendiri dari bapaknya, Urwah rahimahullah, yang memastikan bahwa mereka tidak diperintahkan untuk meng-qodho’. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
وَقَدْ نَقَلَ هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عُرْوَةَ أَنَّهُمْ لَمْ يُؤْمَرُوا بِالْقَضَاءِ وَعُرْوَةُ أَعْلَمُ مِنْ ابْنِهِ
“Dan Hisyam telah menukil dari bapaknya Urwah: ‘Bahwa mereka tidak diperintahkan untuk meng-qodho’.’ Dan Urwah lebih berilmu dari anaknya.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/232]
✅ Keempat: Makanan yang Disunnahkan untuk Berbuka
Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallaahu’anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Dahulu Rasulullah ﷺ berbuka puasa dengan kurma muda sebelum sholat Maghrib. Jika tidak ada kurma muda, maka dengan kurma matang. Jika tidak ada, maka beliau meminum beberapa teguk air.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 2650]
➡ Tidak disunnahkan memakan kurma dalam jumlah ganjil, karena tidak ada dalil shahih yang menujukkannya. Yang ada dalil shahih hanyalah ketika memakan kurma sebelum keluar untuk sholat Idul Fitri, maka disunnahkan dalam jumlah ganjil, dan minimal tiga butir kurma.
➡ Hadis yang mulia ini juga menunjukkan bahwa jika tidak ada kurma, hendaklah air sebagai gantinya, bukan kue yang manis-manis atau buah-buahan lainnya.
➡ Hadis yang mulia ini juga menunjukkan, bahwa waktu berbuka sebelum sholat Maghrib, namun tidak boleh dengan alasan berbuka kemudian melalaikan sholat Maghrib berjamaah di awal waktu. Maka yang lebih baik adalah menunda makan malam sampai setelah sholat Maghrib agar tidak terlambat [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/33, no. 18372]
✅ Kelima: Kapankah Waktu Berbuka Puasa di Negeri yang Siangnya Panjang?
Kondisinya ada dua keadaan:
1) Apabila waktu siang dan malam masih terbedakan dengan terbitnya fajar dan terbenamnya matahari, walau waktu siangnya jauh lebih panjang daripada waktu malam maka WAJIB untuk sholat dan puasa, sesuai waktu yang ditetapkan syariat. Sehingga waktu mulai berpuasa tetap setelah terbit fajar, dan waktu berbuka setelah terbenamnya matahari.
➡ Namun bagi siapa yang tidak mampu menyempurnakan puasa, atau khawatir akan membinasakannya, atau menyebabkan sakit parah, maka boleh baginya untuk membatalkan puasanya dan wajib baginya untuk qodho’, [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/296]. Hukumnya sama dengan orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya.
2) Apabila waktu siang dan malam tidak terbedakan, yaitu tidak terlihat matahari terbit dan tidak pula tenggelam, maka hendaklah diperkirakan waktu sholat lima waktu dalam 24 jam. Dan hendaklah berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan malam.
➡ Demikian pula waktu puasa, hendaklah diperkirakan waktu Subuh dan waktu Maghrib dalam 24 jam, dan hendaklah berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan malam [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/297-299].
✅ Keenam: Kapan Berbuka Puasa Orang yang Naik Pesawat?
➡ Hukum asalnya adalah mengikuti waktu di tempat di mana ia berada. Jika di darat, mengikuti waktu darat. Dan jika di udara, mengikuti waktu di udara. Misalkan seseorang berada di pesawat di langit Jakarta, maka orang-orang yang berada di daratan Jakarta akan lebih dulu melihat matahari tenggelam, dan disyariatkan bagi mereka untuk berbuka. Adapun yang ada di udara, apabila ia masih menyaksikan matahari, maka tidak boleh baginya untuk berbuka atau sholat Maghrib, sampai menyaksikannya atau memastikannya tenggelam.
➡ Demikian pula ketika masuk waktu Maghrib, saat seseorang berada di bandara, maka hendaklah ia berbuka dan sholat Maghrib. Apabila ia naik pesawat dan tiba di tempat tujuan, waktu Maghrib belum masuk maka ia tidak perlu meneruskan puasa dan tidak perlu sholat Maghrib lagi, karena waktu berbuka dan sholatnya di tempat di mana ia berada sebelumnya saat masuk waktu tersebut [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/296-297, no. 2254].
✅ Ketujuh: Hukum Berpuasa Wishol
Tidak boleh berpuasa Wishol, yaitu menyambung puasa tanpa berbuka dan tanpa sahur. Hanya saja bagi yang ingin melakukannya diberikan keringanan sampai sahur saja, namun meninggalkannya lebih baik [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/24 no. 18601]. Berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
لاَ تُوَاصِلُوا، فَأَيُّكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ يَسْقِينِ
“Janganlah kalian menyambung puasa. Siapa di antara kalian yang ingin menyambung, maka sambunglah sampai waktu sahur. Para sahabat berkata: Sesungguhnya engkau menyambung puasa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Sungguh aku tidak seperti keadaan kalian. Aku bermalam dalam keadaan ada yang memberiku makan dan minum.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]
✅ Kedelapan: Anjuran Memberi Makan Berbuka Puasa dan Sahur
Jangan lupakan amalan agung di bulan ini: Memberi makanan berbuka puasa dan sahur untuk orang yang berpuasa. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi makan orang yang berbuka puasa, maka ia mendapat pahala yang sama dengannya, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” [HR. At-Tirmidzi dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 6415]
✅ Kesembilan: Hukum Ifthor Jama’i (Buka Puasa Bersama)
Ifthor jama’i; atau buka puasa bersama bukanlah ibadah secara khusus, namun boleh dikerjakan selama perkumpulan tersebut tidak diniatkan sebagai ibadah secara khusus. Dan apabila dikhawatirkan muncul riya’ atau sum’ah ketika buka puasa sunnah bersama, maka sebaiknya ditinggalkan [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/35 no. 15616].
✅ Kesepuluh: Beberapa Permasalahan Terkait Doa Ketika Puasa dan Berbuka
1) Hendaklah memperbanyak doa ketika berpuasa, sejak mulai berpuasa sampai berbuka puasa. Rasulullah ﷺ bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua (untuk anaknya), doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” [HR. Al-Baihaqi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1797]
2) Juga dianjurkan banyak berdoa di bulan Ramadan di waktu siang dan malamnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، وَلِكُلِّ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ
“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari Neraka di setiap siang dan malam Ramadan. Dan bagi setiap Muslim di setiap malam dan siangnya ada doa yang pasti dikabulkan.” [HR. Ath-Thobrani dalam Al-Mu’jam Al-Aushat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1002]
3) Adakah doa khusus ketika berbuka puasa? Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi shahih tidaknya hadis-hadis tersebut, dan yang paling dianggap shahih adalah doa dengan lafadz:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabaz Zhoma’ wab-tallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah”
“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan telah tetap pahalanya insya Allah.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]
Sebagian ulama seperti Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadis ini [Lihat Shahih Sunan Abi Daud no. 2041] dan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mendha’ifkannya [Lihat Nashaaih wa Fadhooih, hal. 74]. Dan dalam salah satu Fatwa Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, beliau tidak memastikan keshahihannya. Beliau menyebutkan padanya ada kelemahan dan beliau mengatakan bahwa sebagian ulama menghasankannya [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 19/363].
Maka dalam perkara ini ada keluasan bagi penuntut ilmu untuk meneliti pendapat mana yang lebih kuat, dan tidak ada celaan bagi orang yang mengikuti salah satu pendapat ulama tersebut sesuai dengan ilmu yang ia miliki atau hasil penelitiannya. Dan kami sendiri cenderung kepada pendapat yang melemahkannya.
Akan tetapi tetap dianjurkan untuk banyak berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka puasa, berdasarkan dalil-dalil yang umum tentang anjuran banyak berdoa di bulan Ramadan dan ketika berpuasa, yang telah disebutkan sebelumnya.
4) Jangan lupa tetap membaca doa sebelum dan sesudah makan ketika berbuka, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila seorang dari kalian mau makan maka ucapkanlah nama Allah ta’ala (Bismillaah), jika ia lupa mengucapkan nama Allah ta’ala sebelum makan, hendaklah ia mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu” Dengan nama Allah pada awalnya dan akhirnya.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Aisyah radhiyallahu’anha, Shahihul Jami’: 380]
Adapun doa setelah makan disebutkan dalam hadis Rasulullah ﷺ:
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa makan makanan lalu membaca:
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ
“Alhamdulillaahillaadzi ath’amaniy hadza wa rozaqoniyhi min ghairi haulin minni walaa quwwatin.”
Artinya:
‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku makan dan menganugerahkan rezeki itu kepadaku, tanpa ada upaya dan kekuatan dariku’, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ini lafaz At-Tirmidzi, dari Mu’adz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 2042]
5) Jangan lupa pula mendoakan kebaikan untuk orang yang telah memberi makan berbuka kepada kita, di antaranya dengan doa Nabi ﷺ:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الْأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلَائِكَةُ
“Afthoro ‘indakumus Shooimuuna, wa akala tho’amakumul abrooru, wa shollat ‘alaykumul malaaikah”
Artinya:
“Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempat kalian. Orang-orang baik telah memakan makanan kalian dan semoga para malaikat bersholawat atas kalian.” [HR. Abu Daud dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 1137]
Dan doa umum untuk setiap orang yang memberi makan atau minum:
اللهُمَّ، أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي، وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِي
“Allaahumma ath’im man ath’amani wa asqi man asqooni”
Artinya:
“Ya Allah beri makanlah orang yang memberi makan kepadaku. Dan beri minumlah orang yang memberi minum kepadaku.” [HR. Muslim dari Al-Miqdad radhiyallahu’anhu]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
——————————
? Sumber: http://sofyanruray.info/adab-sunnah-saat-berbuka-puasa/
══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam ⤵
? Join Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
? Gabung Group WA: 08111377787
? FB: www.fb.com/taawundakwah
? Web: www.taawundakwah.com
? Android: http://bit.ly/1FDlcQo
? YouTube: Ta’awun Dakwah
Leave A Comment