Rebo Wekasan diambil dari bahasa Jawa. Rebo artinya hari Rabu dan Wekasan artinya terakhir.
Adapun yang dimaksud di sini adalah acara ritual yang biasa dilakukan sebagian masyarakat pada Rabu akhir bulan Safar, karena menurut persepsi mereka saat itu adalah saat petaka.
Acaranya adalah salat empat rakaat, dan di setiap rakaat membaca:
Surat al-Fatihah 1x
Surat al-Kautsar 17x
Surat al-Ikhlas 15x
Surat al-Falaq dan an-Nas 2x
Kemudian membaca doa buatan mereka yang berisi kesyirikan dan kesesatan.
Demikian juga mereka berkumpul-kumpul di masjid menunggu rajah-rajah bikinan kyai mereka, lalu menaruhnya di gelas dan meminumnya.
Tidak hanya di situ, mereka juga mengadakan perayaan makan-makan, lalu berjalan di rumput-rumput, dengan keyakinan agar sembuh dari segala penyakit.
Wallaahul musta’an.
Tidak ragu lagi, bahwa semua itu termasuk ritual jahiliyyah yang merusak, disebabkan kejahilan terhadap agama, lemahnya tauhid, suburnya ahli bidah dan penyesat umat, serta minimnya para penyeru tauhid. [Lihat Tahdzirul Muslimin ‘anil Ibtida’ fi ad-Din, Ibnu Hajar Alu Abu Thomi, hlm. 281, Ishlahul Masajid al-Qosimi hlm. 116, al-Bida’ al-Hauliyyah at-Tuwaijiri hlm. 126-132]
Bila kita cermati khurafat di atas, niscaya akan kita dapati hal yang serupa. Yakni kembali pada masalah Tathayyur, yaitu merasa sial dengan burung atau lainnya, yang hal ini termasuk kategori perkara jahiliyyah yang dibatalkan Islam.
Perlu diketahui, bahwa khurafat ini sampai sekarang masih bercokol di sebagian masyarakat. Sebagai contoh, sebagian masyarakat masih meyakini, bila ada burung gagak melintas di atas, maka itu pertanda akan ada orang mati. Bila burung hantu berbunyi, pertanda ada pencuri. Bila mau berpergian lalu di jalan dia menemui ular menyeberang, maka pertanda kesialan, sehingga perjalanan harus diurungkan, dan khurafat-khurafat yang lainnya.
Demikian pula ada yang merasa sial dengan bulan Dzulqa’dah (Selo bahasa Jawanya, ) dan Muharram (Suro bahasa Jawanya), Jumat Kliwon. Ada juga yang merasa sial dengan angka, seperti angka 13 dan sebagainya. [Lihat secara lebih luas masalah ini dalam risalah Ath-Tathoyyur oleh Syaikh Ibrahim al-Hamd]
Lantas bagaimana sikap kita??
Sebaliknya. Hendaknya kita bertawakal, yakni menyerahkan segala urusan sepenuhnya kepada Allah. Karena salah satu hikmah di balik peniadaan Nabi ﷺ terhadap khurafat-khurafat jahiliyah adalah agar seorang Muslim benar-benar bertawakal mutlak hanya kepada Allah taala, tanpa melirik kepada selain-Nya.
Kalau sekiranya dia bimbang dalam melangkah, maka hendaknya dia melakukan Salat Istikharah, berdoa kepada Allah, dan bermusyawarah kepada orang-orang yang berpengalaman. Dengan demikian, in syaa Allah, dia akan melangkah dengan penuh optimis diri.
Dinukil dari tulisan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi