بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
KENAPA DILARANG UNTUK BERNAZAR SEBAGAIMANA DISEBUT DALAM HADIS-HADIS LARANGAN?
Macam Nazar
Nazar itu ada dua macam:
Pertama: Nazar Muallaq untuk memeroleh manfaat. Maksud nazar ini adalah dengan bersyarat. Yaitu jika permintaannya terkabul, barulah ia akan melakukan ketaatan. Contohnya, seseorang yang bernazar: “Jika Allah menyembuhkan saya dari penyakit ini, maka saya akan bersedekah sebesar Rp 2 juta.”
Kedua: Nazar Muthlaq. Artinya tidak menyebutkan syarat. Contohnya seseorang yang bernazar: “Aku ikhlas pada Allah mewajibkan diriku bersedekah untuk masjid sebesar Rp 2 juta.”
Kita katakan bahwa hadis-hadis yang menjelaskan larangan untuk bernazar dimaksudkan untuk nazar macam yang pertama. Karena nazar macam pertama sebenarnya dilakukan tidak ikhlas untuk Allah. Tujuannya hanyalah agar orang yang bernazar mendapatkan manfaat. Orang yang bernazar dengan macam yang pertama hanyalah mau bersedekah ketika penyakitnya sembuh. Jika tidak sembuh, ia tidak bersedekah. Itulah mengapa dalam hadis disebut orang yang pelit (bakhil).
Perlu juga diketahui, bahwa kenapa dilarang untuk bernazar sebagaimana disebut dalam hadis-hadis larangan? Jawabnya, agar jangan disangka, bahwa tujuan nazar itu pasti terwujud ketika seseorang bernazar. Atau jangan disangka, bahwa Allah pasti akan penuhi maksud nazar karena nazar taat yang dilakukan. Sebagaimana dikatakan dalam hadis, bahwa nazar sama sekali tidak menolak apa yang Allah takdirkan. Dalam hadis Ibnu ‘Umar yang lainnya disebutkan:
النَّذْرُ لاَ يُقَدِّمُ شَيْئًا وَلاَ يُؤَخِّرُهُ وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ
“Nazar sama sekali tidak memajukan atau mengakhirkan apa yang Allah takdirkan. Sungguh nazar hanyalah keluar dari orang yang pelit.” [HR. Muslim no. 1639]
Jadi larangan yang dimaksudkan dalam hadis-hadis yang melarang nazar adalah larangan irsyad (alias: makruh) untuk memberi petunjuk, bahwa ada cara yang lebih afdal, yaitu, sedekah dan amalan ketaatan bisa dilakukan tanpa mesti mewajibkan diri dengan bernazar. Atau kita bisa bernazar dengan nazar yang tanpa syarat, seperti kita katakan ketika penyakit kita sembuh: “Aku ingin bernazar dengan mewajibkan diriku untuk berpuasa.” Di sini tidak disebutkan syarat, namun dilakukan hanya dalam rangka bersyukur pada Allah.
Jika Nazar Tidak Mampu Ditunaikan
Jika nazar yang diucapkan mampu ditunaikan, maka wajib ditunaikan. Namun jika nazar yang diucapkan tidak mampu ditunaikan atau mustahil ditunaikan, maka tidak wajib ditunaikan. Seperti mungkin ada yang bernazar mewajibkan dirinya ketika pergi haji harus berjalan kaki dari negerinya ke Makkah, padahal dia sendiri tidak mampu. Jika nazar seperti ini tidak ditunaikan lantas apa gantinya?
Barang siapa yang bernazar taat lalu ia tidak mampu menunaikannya, maka nazar tersebut tidak wajib ditunaikan, dan sebagai gantinya adalah menunaikan Kafarah Sumpah. Kafarah Sumpah adalah:
a) Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau
b) Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau
c) Memerdekakan satu orang budak
Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari. [Lihat Surat Al Maidah ayat 89]
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
KENAPA DILARANG UNTUK BERNAZAR SEBAGAIMANA DISEBUT DALAM HADIS-HADIS LARANGAN?
Leave A Comment