Sekilas Hibah, Wasiat dan Warisan
Oleh: Abu Abdillah Arief Budiman
HIBAH
Berkenaan dengan definisi hibah (هِبَةٌ), As Sayid Sabiq berkata di dalam kitabnya [Fiqh As Sunnah (3/388)]: “(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang tujuannya penyerahan seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa hidupnya [Karena jika penyerahan kepemilikan itu terjadi setelah dia meninggal, maka hal itu disebut wasiat] tanpa imbalan apapun [Karena jika dengan imbalan, maka hal itu disebut jual beli]”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang lain, baik berupa harta atau lainnya”.
Syaikh Al Fauzan berkata: “Hibah adalah pemberian (sumbangan) dari orang yang mampu melakukannya pada masa hidupnya untuk orang lain berupa harta yang diketahui (jelas)”. [Al Mulakhash Al Fiqhi (2/163)]
Demikian makna hibah secara khusus. Adapun secara umum, maka hibah mencakup hal-hal berikut ini:
- Al ibra`: ( الإِبْرَاء) yaitu hibah (berupa pembebasan) utang untuk orang yang terlilit utang (sehingga dia terbebas dari utang).
- Ash Shadaqah (الصَّدَقَة): yaitu pemberian yang dimaksudkan untuk mendapatkan pahala akhirat.
- Al Hadiyah ( الهَدِيَّة): yaitu segala sesuatu yang melazimkan (mengharuskan) si penerimanya untuk menggantinya (membalasnya dengan yang lebih baik) [Fiqh As Sunnah (3/388)].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang perbedaan antara shadaqah dan hadiyah, dan mana yang lebih utama dari keduanya, beliau rahimahullah menjawab: “Alhamdulillah, ash shadaqah adalah segala sesuatu yang diberikan untuk mengharap wajah Allah sebagai ibadah yang murni, tanpa ada maksud (dari pelakunya) untuk (memberi) orang tertentu, dan tanpa meminta imbalan (dari orang yang diberi tersebut). Akan tetapi, (pemberian tersebut) diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sedangkan hadiyah, maka pemberian ini dimaksudkan sebagai wujud penghormatan terhadap individu tertentu, baik hal itu sebagai (manifestasi dari) rasa cinta, persahabatan ataupun meminta bantuan. Oleh karena itu, Nabi ﷺ menerima hadiah, dan berterimakasih atasnya (dengan memberinya hadiah kembali), sehingga tidak ada orang yang meminta atau mengharapkan kembali darinya. Beliau ﷺ juga tidak pernah memakan kotoran-kotoran [Maksudnya adalah kotoran dalam arti maknawi, bukan hissi] (zakat atau shadaqah) orang lain yang mereka bersuci dengannya dari dosa-dosa mereka, yaitu shadaqah. Beliau ﷺ tidak memakan shadaqah karena alasan ini ataupun karena alasan-alasan lainnya [Sebagaimana hadis Al Fadhl bin Abbas radhiyalahu ‘anhu dalam Shahih Muslim (2/754 no.1072) dan lain-lainnya:
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ, وَإِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلاَ لآلِ مُحَمَّدٍ.
Sesungguhnya shadaqah-shadaqah ini adalah kotoran-kotoran manusia. Tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad]. Maka (dengan demikian) telah jelaslah perkaranya, bahwa shadaqah lebih utama. Kecuali jika hadiyah memiliki makna tersendiri, sehingga membuatnya lebih utama dari shadaqah, seperti memberi hadiah kepada Rasulullah ﷺ di masa hidupnya sebagai tanda cinta kepadanya, atau memberi hadiah kepada kerabat, yang dengannya terjalinlah hubungan lebih erat antara kerabat, atau juga memberi hadiah kepada saudara seiman, maka hal-hal seperti ini bisa membuat hadiyah lebih utama (dari shadaqah)” [Majmu’ Al Fatawa (16/151)].
Ibnu Qudamah Al Maqdisi berkata: “Kesimpulannya, hibah, shadaqah, hadiyah, dan ‘athiyah memiliki makna yang saling berdekatan. Makna ketiga istilah ini adalah penyerahan kepemilikan (seseorang kepada orang lain) pada waktu hidupnya tanpa imbalan balik apapun. Dan penyebutan ‘Athiyah (pemberian) mencakup seluruhnya, demikian pula hibah. Sedangkan shadaqah dan hadiyah berbeda, karena Nabi ﷺ pernah memakan hadiyah dan tidak pernah memakan shadaqah. Beliau ﷺ berkata ketika Barirah diberi daging shadaqah:
هُوَ لَهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ.
“Daging itu baginya adalah shadaqah dan bagi kami hadiyah” [HR Bukhari (2/543), Muslim (2/755), dan lain-lain]
Maka dzhahirnya, orang yang memberi sesuatu kepada orang yang membutuhkan dengan berniat taqarrub kepada Allah adalah shadaqah. Sedangkan orang yang memberi sesuatu dengan tujuan untuk (melakukan) pendekatan kepadanya, dan dalam rangka mencintainya, maka itu adalah hadiyah. Dan seluruh (amalan-amalan) ini hukumnya sunnah dan sangat dianjurkan (untuk dilakukan), karena Nabi ﷺ bersabda:
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا.
“Saling memberi hadiahlah sesama kalian, niscaya kalian saling mencintai” [HR Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra (6/169), dan lain-lain. Dan Al Albani menghasankan hadis ini. Lihat Shahih Al Jami’, no.3004].
Adapun shadaqah, maka keutamaannya jauh lebih banyak, di luar batas kemampuan kami untuk menghitungnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 271, yang artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu” [Al Mughni (8/239-240)].
WASIAT
Makna wasiat (وَصِيَّةٌ) menurut istilah syar’i ialah, pemberian kepemilikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi meninggal dunia [Lihat Al Mughni (8/389), Fiqh As Sunnah (3/414), Al Fiqh Al Manhaji (2/243), dan Al Mulakhash Al Fiqhi (2/172)]
Dari definisi ini jelaslah perbedaan antara hibah (dan yang semakna dengannya) dengan wasiat. Orang yang mendapatkan hibah, dia langsung berhak memiliki pemberian tersebut pada saat itu juga. Sedangkan orang yang mendapatkan wasiat, ia tidak akan bisa memiliki pemberian tersebut sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu [Lihat Fiqh As Sunnah (3/414)]
WARISAN
Warisan berbeda dengan hibah ataupun wasiat. Warisan dalam bahasa Arab disebut at tarikah (التَّرِكَة). Definisinya menurut istilah syariat ialah, seluruh harta seseorang yang ditinggalkannya disebabkan dia meninggal dunia [Lihat Fiqh As Sunnah (3/425)].
Hak-hak yang berkaitan dengan at tarikah (warisan) ada empat. Keempat hak ini tidak berada pada kedudukan yang sama, akan tetapi hak yang satu lebih kuat dari yang lainnya, sehingga harus lebih didahulukan dari hak-hak lainnya. Urutan empat hak yang berkaitan dengan at tarikah tersebut sebagai berikut: [Lihat Fiqh As Sunnah (3/425-426)]
- Hak yang pertama, dimulai dari pengambilan sebagian at tarikah tersebut untuk biaya-biaya pengurusan jenazah si mayit (mulai dari dimandikannya mayit sampai dikuburkan).
- Hak yang kedua, pelunasan utang-utang si mayit (jika memiliki utang). Ibnu Hazm dan Asy Syafi’i mendahulukan pelunasan utang-utang kepada Allah, seperti zakat dan kaffarat-kaffarat di atas utang-utang kepada sesama manusia. Sedangkan ulama Hanafiyah mengatakan, bahwa utang-utang mayit kepada Allah gugur dengan sebab kematiannya, maka tidak wajib bagi ahli warisnya untuk melunasi utang-utangnya, kecuali jika mereka mau menyumbangkannya, atau jika si mayit berwasiat agar utang-utangnya tersebut dilunasi. Jika si mayit berwasiat dengan wasiat tersebut, maka hukum wasiatnya ini sama dengan wasiat yang ditujukan kepada orang asing (bukan ahli waris). Dengan demikian si ahli waris atau orang yang diwasiati hanya boleh mengeluarkan maksimal sepertiga at tarikah setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah dan setelah pelunasan utang-utang (si mayit) kepada sesama manusia. Hal ini dilakukan jika si mayit memiliki ahli waris. Jika dia tidak memiliki ahli waris, maka boleh dikeluarkan dari seluruh tarikahnya itu. Sedangkan ulama Hanabilah, mereka menyama-ratakan antara utang-utang kepada Allah dan kepada manusia. Lihat Fiqh As Sunnah (3/425-426).
- Hak yang ketiga, melaksanakan wasiatnya dari sepertiga tarikahnya setelah dikurangi biaya pelunasan utang-utangnya.
- Hak yang keempat, pembagian tarikah (harta warisannya) kepada seluruh ahli warisnya dari sisa pengurangan (dari ke tiga hak di atas).
Demikian penjelasan singkat tentang hibah, wasiat dan warisan. Adapun permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat, insya Allah akan diangkat pada edisi yang akan datang.
Wallahu a’lam, wa akhiru da’waana anil hamdu lillaahi rabbil ‘aalamin.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
https://almanhaj.or.id/2660-sekilas-hibah-wasiat-dan-warisan.html
Assalamualaikum..
jika ibu sebelum meninggal mewasiatkan emas untuk saya, sementara ayah saya dan kakak saya masih hidup, gmn hukumnya?
apa ini hibah? wasiat? atau warisan?
jika in warisan gimana pembagiannya?
terima kasih