Hindari Persilakan Orang Lain Isi Shaf Terdepan
Maksudnya adalah hindari mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana kita ketahui bahwa sholat adalah ibadah dan shaf yang terdepan memiliki keutamaan. Jadi sudah selayaknya kita berlomba-lomba mengisi shaf terdepan. Tidak mempersilakan orang lain mengisi shaf terdepan, tetapi kitalah yang segera mengisi shaf tersebut.
Shaf depan memiliki keutamaan yang tinggi. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَوْ تَعْلَمُونَ أَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةً
“Seandainya kalian atau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada shaf yang terdepan, niscaya akan menjadi undian” [HR. Muslim 439].
Beliau ﷺ juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ
“Allah dan para malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf terdepan” [HR. An Nasa-i, 810. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i].
Makruh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah.
Ini yang dikenal dengan kaidah yang dijelaskan ulama:
الإيثار في القرب مكروه وفي غيرها محبوب
“Mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah adalah makruh, sedangkan dalam masalah lainnya (masalah dunia) disukai”
Atau kadiah dengan redaksi ini:
القُرُبَاتُ لَيْسَتْ مَحَلاًّ لِلْإِيْثَارِ
“Tidak mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah”
Syaikh ‘Izziddin rahimahullah berkata:
لا إيثار في القربات فلا إيثار بماء الطهارة و لا بستر العورة و لا بالصف الأول لأن الغرض بالعبادات
“Tidak boleh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (iitsar). Maka tidak boleh iitsar dalam menggunakan air untuk thaharah, menutup aurat dan menempati shaf terdepan, karena tujuannya adalah ibadah.” [Al-Asybah wan Nazho-ir hal 226, Asy Syamilah].
Contoh lainnya:
Jika ada air yang hanya cukup bagi dia untuk berwudhu, maka dia memakainya dan hendaknya tidak diberikan pada yang lainnya. Yang lain silakan bertayamum.
Jika hanya ada satu kain untuk menutup aurat, maka dia yang memakainya dan hendaknya jangan diberikan kepada yang lainnya.
Masalah Dunia Dianjurkan Mendahulukan Orang Lain
Ini merupakan puncak akhlak seseorang, karena seseorang itu cenderung suka mementingkan diri sendiri, baru orang lain. Allah Ta’ala memerintahkan agar kita meniru kaum Anshar yang mendahulukan kaum Muhajirin di atas kepentingan mereka, walaupun mereka juga membutuhkan hal tersebut.
Allah Ta’ala berfirman:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan” (Al-Hasyr: 9).
Jika kita membaca bagaimana sejarah Islam mengenai mendahulukan saudaranya, maka ini ibarat dongeng yang mungkin kita katakan akan mustahil terjadi di zaman ini. Abdurrahman bin ‘Auf ketika beliau dipersaudarakan dengan penduduk Anshar yaitu Saad bin Rabi’ (ketika itu untuk memerat hubungan antara Muhajirin dan Anshar Rasulullah ﷺ memersaudarakan mereka satu dengan yang lain).
Saad bin Rabi’ dan penduduk Anshar lainnya paham benar, bahwa kaum Muhajirin meninggalkan harta dan keluarga mereka di Mekkah, sehingga mereka tidak memiliki apa-apa ketika sampai di Madinah dan juga mereka aslinya adalah para pedagang dan belum memunyai ilmu bercocok tanam sebagaimana orang Madinah.
Sa’ad pun berkata kepada Abdurrahman: “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku adalah di antara penduduk Madinah yang terkaya. Aku memiliki dua kebun dan dua istri. Lihatlah salah satu dari dua kebun itu yang terbaik, hingga akan aku berikan kepadamu. Dan lihatlah salah satu istriku yang engkau suka, maka aku akan ceraikan dia, lalu engkau bisa menikahinya”. Namun, Abdurrahman bin ‘Auf menjawab tawaran baik saudaranya: “Tidak, semoga Allah memberkahimu, harta, dan juga keluargamu. Tetapi tunjukkan saja aku di mana letak pasar kalian”. Lalu ditunjukkan kepada beliau, kemudian beliau bekerja dan berdagang, dan dapat mengais rezeki Allah yang melimpah.
Hikmah yang bisa diambil adalah Abdurrahman bin ‘Auf tidak “Aji mumpung” dan “Memanfatkan kesempatan”. Beliau juga punya harga diri dan ingin makan dengan hasil jerih payah sendiri. Berikut kisah lanjutannya:
Tidak berselang lama, Abdurrahman bin ‘Auf telah meminang seorang wanita Anshar, lalu menikahinya. Kemudian beliau datang menemui Rasulullah ﷺ dengan wangi-wangian khas pengantin. Maka Rasulullah bertanya keheranan: “Ada apa ini?” Ia menjawab, “Aku baru saja menikahi wanita Anshar.” Rasulullah ﷺ bertanya lagi: “Berapa besar mahar yang engkau berikan?” Ia menjawab: “Seukuran satu nawat emas.” Lalu terucaplah dari bibir Rasulullah ﷺ sebuah sunnah dari ummat ini di hari yang paling bahagia, yang sunnah itu akan tetap hingga Hari Kiamat: “Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing”.
Kemudian kisah lain yang dinuikl oleh Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya, beliau berkata:
أن رجلا بات به ضيف فلم يكن عنده إلا قوته وقوت صبيانه، فقال لامرأته: نومي الصبية وأطفئي السراج وقربي للضيف ما عندك، فنزلت هذه الآية ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة
“Ada seorang yang kedatangan tamu yang hendak menginap. Ia tidak memunyai makanan, kecuali makanan untuk anak-anaknya. Maka ia katakan kepada istrinya: “Tidurkanlah anak-anak, matikan lampu dan sajikan makanan untuk tamu kita. Maka turunlah ayat “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan.” [Jami’ Liahkamil Qur’an 24/18, Darul Kutub Al-Mishriyyah, Koiro, 1384 H, Syamilah].
Dan masih banyak kisah lainnya yang sangat menyentuh hati dan menyindir kita. Kita yang sedang santai saja atau tidak membutuhkan serta tidak susah, sangat malas atau enggan membantu orang lain apalagi mendahulukan orang lain. Kita bisa lihat beberapa kenyataan di masyarakat kita, orang sudah mulai mementingkan diri sendiri. Rasa sosial itu sudah hampir punah. Misalnya:
- Ada nenek tua atau orang cacat di bus atau kereta, dibiarkan berdiri oleh orang sehat dan muda yang duduk
- Ada yang kesusahan malah cuek dan tidak mau membantu
- Ada orang atau bahkan tetangga yang sakit tidak mau menjenguk
Demikian, semoga bermanfaat.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
[Artikel Muslim.or.id]
https://muslim.or.id/27903-hindari-mempersilakan-orang-lain-mengisi-shaf-depan-dalam-sholat.html
Leave A Comment